Meneladani sosok Syekh Khatib: Ulama’ Minangkabau yang Mendunia

Sabtu, 20 Nov 2021, 12:47 WIB
Meneladani sosok Syekh Khatib: Ulama’ Minangkabau yang Mendunia
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi (Sumber: merahputih.com)

Syekh Ahmad Khatib Minangkabau merupakan ulama Nusantara yang terkemuka di penghujung abad19 dan awal abad 20. Peran dan kontribusinya bagi perkembangan keilmuan keislaman tidak dapat diragukan. Banyak gelar dan amanah yang diemban selama hidupnya. Ia adalah ulama pertama asal Nusantara yang diangkat oleh penguasa Haramain untuk menjabat sebagai imam dan khatib di Masjidil Haram.

Nasab Syekh Khatib dari pihak ayah adalah Syekh Ahmad Khatib bin Syekh Abdul Latif bin Syekh Abdurrahman bin Syekh Abdullah bin Syekh Abdul Aziz. Semua ayah dan kakeknya sampai ke atas adalah seorang ulama besar di daerah Minangkabau. Sementara dari pihak ibu adalah Limbak Urai binti Tuanku Nan Rancak, yang merupakan ulama kaum Paderi. Syekh Khatib Lahir di Kota Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat  pada hari Senin, 6 Dzulhijjah 1276 H/ 1860M.

Kepada ayahnya tersebut, ia mempelajari dasar-dasar agama Islam, seperti membaca Alquran. Selain belajar tentang agama Islam, ia juga belajar bahasa Inggris dengan masuk ke sekolah Meer Uietgebreid Leger Onderwijs (MULO) yang didirikan Belanda pada saat itu. Ketika berumur 11 tahun, pada tahun 1287 H /1870 M, ia bersama dengan ayahnya pergi ke Makkah dalam rangka menunaikan ibadah haji. Namun, setelah menunaikan ibadah haji, ia bersama ayahnya tidak langsung kembali ke tanah air, melainkan menetap di kota suci tersebut selama 5 tahun.

Pada kesempatan ini, Syekh Ahmad Khatib Minangkabau belajar kepada ulama-ulama besar Makkah. Guru dan Syekh bagi Syekh Ahmad Khatib Minangkabau adalah tiga keluarga Syatha’: Syekh Abu Bakar Syatha, Syekh ‘Umar Syatha, Syekh ‘Utsman Syatha, dan Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlân. Amirul Ulum menambahkan Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam daftar guru-gurunya. Dengan jumlah gurunya yang tidak sedikit tersebut, dapat menjelaskan bahwa keilmuannya selain diperoleh dari guru adalah secara otodidak. Keotodidakannya dalam belajar dan membaca disebabkan karena mertuanya adalah seorang ulama sekaligus saudagar yang memiliki toko kitab, sehingga, kitab-kitab agama secara lebih mudah dapat diperoleh.

Penguasaannya kepada setiap kitab yang dibaca adalah sebagai bukti dari mimpinya bertemu dengan Rasulullah SAW. di mana, Rasulullah menyuruhnya membuka mulut kemudian meludahkan air ludahnya ke dalam mulut Syekh Ahmad Khatib, sehingga semenjak saat itu, setiap kitab yang dibaca dan ditelaahnya secara lebih cepat dapat dipahaminya lebih mudah.

Pengangkatan Syekh Khatib sebagai imam dan khatib Masjidil Haram disebabkan karena seni berorasi yang dimilikinya dan koreksian bacaan imam olehnya pada satu jamaah salat Maghrib yang diimami oleh Syarif Husein. Halaqah ilmiah yang diasuh Syekh Khatib banyak dikerumuni penuntut ilmu, terutama dari Nusantara terletak di Bab Ziyadah. Kelebihan Syekh Khatib dibandingkan ulama lainnya terletak pada cara dan metode mengajar yang bertumpu pada pemahaman dan diskusi. Syekh Ahmad Khatib lebih banyak berdiskusi kepada para muridnya, sehingga peran mereka lebih terlihat aktif. Menurut Syekh Hasan Maksum, pengajaran gurunya tersebut secara zahir adalah seperti kebanyakan ulama yang mengajar, namun ketika dilontarkan kepadanya beberapa pertanyaan akan menunjukkan posisinya sebagai ulama ensiklopedis.

Aktivitas keseharian Syekh Khatib sebagaimana disebutkan Umar Abdul Jabbar dimulai dengan salat Subuh berjamaah di Masjidilharam yang dilanjutkan dengan pengajaran. Kemudian kembali ke rumah untuk sarapan pagi. Selanjutnya, kemungkinan tidur dalam waktu yang singkat dan melanjutkan menelaah kitab sampai waktu Zuhur. Ketika Zuhur, ia pergi salat berjamaah di masjid dan setelahnya kembali ke rumah guna memberikan dua pelajaran kepada murid-muridnya. Kemudian makan siang dan beristirahat sejenak sampai salat Asar, ia pergi ke masjid guna melaksanakan salat Asar berjamaah. Setelah salat, ia membuka pelajarannya dan menelaah kitab sampai waktu Maghrib, ia kembali ke masjid guna menunaikan salat Maghrib berjamaah. Setelah memberikan pelajaran sampai waktu salat Isya, ia salat berjamaah dan kembali ke rumah untuk makan malam bersama keluarga. Ia memulai tidur malam di waktu yang cukup awal sampai sepertiga malam, di mana ia bangun dan menggunakan waktu sampai subuh tersebut untuk menulis.

Mengenai murid-murid Syekh Khatib, mereka adalah ulama-ulama besar yang mempunyai wibawa dan kedudukan di tengah masyarakat. Sebab, keikhlasan dan kebersamaan guru mereka, Syekh Ahmad Khatib dalam mendidik dan membimbing. Terkait banyaknya murid yang belajar kepadanya, Snouck Hurgronje menulis tentang sosoknya dengan mengatakan bahwa ia –Syekh Ahmad Khatib adalah seorang yang berasal dari Minangkabau, yang oleh orang Jawa di Makkah dianggap sebagai ulama yang paling berbakat dan berilmu di antara mereka, di mana semua orang Indonesia yang berhaji akan mengunjunginya. Tidak mengherankan apabila jumlah muridnya yang bertambah setiap harinya.

Para muridnya, berdasarkan daerah: dari Sumatera Timur adalah Syekh Muhammad Zein Tasak Batu Bara, Syekh Muhammad Nur (mufti Kerajaan Langkat), Syekh Muhammad Nur Ismail (Kadhi Kerajaan Langkat), Syekh Hasan Maksum (Mufti Kerajaan Deli), Syekh Musthafa Husein (pendiri pesantren Purba Baru), dan Syekh Abdul Hamid Mahmud (pendiri madrasah Ulumil Arabiyah di Asahan). Sementara dari Sumatera Barat, Syekh Muhammad Jamil Jambek di Bukittinggi, Syekh Muhammad Thayib di Tanjung Sungayang, Syekh Abdullah Ahmad (pendiri sekolah Adabiyah tahun 1912 M dan majalah Al Munir tahun 1911 M) di Padang, Syekh Abdulkarim Amrullah di Padang Panjang, Syekh Khatib Muhammad Ali, Syekh Sulaiman Rasuli, Syekh Bayang Muhammad Dalil, Syekh Muhammad Jamil Jaho, dan Syekh Taher Jalaluddin. Dari daerah Jawa, KH. Hasyim Asy’ari (pendiri NU), KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH. Wahab Hasbullah (salah satu pendiri NU), dan KH. Bisri Syansuri. Dari daerah Malaysia, Syekh Muhammad Saleh (Mufti Kerajaan Selangor), Syekh Muhammad Zein Simabur (Mufti Kerajaan Perak), dan Syekh Muhammad Mukhtar bin Atharid Bogor, termasuk di antara daftar namanama muridnya yang berada di Makkah.

Murid-murid setelah kembali dari pelajaran mereka di Makkah, ada yang menempati posisi keagamaan yang tinggi, terutama di daerah yang masih terdapat kerajaan-kerajaan Islam, seperti di Sumatera Timur dan Malaysia. Selain itu, di antara muridnya ada yang dikenal dengan Kaum Tua dan Kaum Muda. Istilah terakhir lebih dikenal di Minangkabau yang cukup mewarnai jalan keagamaan dalam beberapa dekade lamanya.

Karya Tulis Syekh Ahmad Khatib Minangkabau termasuk di antara ulama besar Indonesia yang paling produktif menulis. Tulisannya sarat dengan kedalaman keilmuan penulisnya dan sebagian besar merupakan kritik dan bantahannya terhadap permasalahan keislaman yang berkembang di sebagian daerah di Nusantara. Menurut Umar Abdul Jabbar, jumlah karya yang ditulisnya mencapai 46, yang ditulis dalam bahasa Arab dan Jawi. Sementara menurut Zainal Abidin Ahmad ada sekitar 49 kitab. Semua kitabnya, selain tersebar di Tanah Air juga di Syria, Turki, dan Mesir. Menurut catatan otobigrafinya, Syekh Ahmad Khatib menulis empat puluh tujuh karya dalam dua bahasa: Arab dan Jawi- 23 dicetak dan 24 masih berbentuk manuskrip. Pendapat ini sekaligus mereduksi semua pendapat-pendapat penulis biografi ulama Nusantara terkait jumlah karyanya yang selalu diperdebatkan. Pada akhir hayatnya, Syekh Ahmad Khatib wafat pada tanggal 9 Jumadil Awal tahun 1334 H di Mekkah, Saudi Arabia.

Syekh Ahmad Khatib merupakan seorang tokoh ulama terkemuka Indonesia yang hidup pada akhir abad 19 dan awal abad 20 masehi. Ketokohannya dapat dilihat dari dua aspek: pertama, ia telah berhasil melahirkan para murid-murid terkemuka yang mempunyai peran penting bagi Indonesia di awal abad 20. Mayoritas murid-murid tersebut merupakan pimpinan keagamaan, baik berupa mufti, kadi, dan syekh Islam di kerajaan maupun pemimpin organisasi keagamaan dan lembaga pendidikan.Kedua, ia telah berhasil menulis banyak karya sebagai respons atas perkembangan keagamaan yang ada di Indonesia saat itu. Karya-karyanya ada yang berbentuk polemik dan ada juga sebagai bahan ajar sampai sekarang di beberapa tempat pengajian.

Baca Juga Biografi Ulama Indonesia yang Mendunia
Syekh Nawawi al-Bantani
Syekh Mahfudz at-Tarmasi
Syekh Ihsan al-Jampasi
Syekh Yasin al-Fadani

Ulama Nusantara  Ulama Internasional  Ulama Indonesia  Ulama Dunia dari Pesantren  Ulama Dunia  Syekh Khatib Al-Minangkabawi  Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi  Nahdlatul Ulama  Kisah Ulama  Biografi Ulama 
Mochammad Syaifulloh

Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda. Bersama beberapa sahabat santri PPMH bergiat di Komunitas Peparing (Penulis Pesantren Gading)

Bagikan