Hujan merupakan salah satu elemen krusial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Fenomena ini berfungsi sebagai faktor utama yang memungkinkan berjalannya siklus hidrologi, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memenuhi kebutuhan air bagi makhluk hidup, termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan.
Secara ilmiah, hujan memainkan peran penting dalam menunjang keberlanjutan aktivitas biologis dan ekologis. Dalam konteks religius, al-Qur’an menguraikan peran hujan melalui beberapa ayat yang menyoroti takaran, keteraturan, dan dampaknya terhadap kehidupan. Hal ini menggarisbawahi betapa hujan tidak hanya menjadi fenomena alam, tetapi juga manifestasi dari mekanisme yang teratur dan presisi dalam sistem kehidupan di bumi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta'ala dalam al-Qur’an.
وَالَّذِيْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءًۢ بِقَدَرٍۚ فَاَنْشَرْنَا بِهٖ بَلْدَةً مَّيْتًاۚ كَذٰلِكَ تُخْرَجُوْنَ
“ Yang menurunkan air dari langit dengan suatu ukuran, lalu dengan air itu Kami menghidupkan negeri yang mati (tandus). Seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur). ” (QS: Az-Zukhruf : 11)
Ayat ini menegaskan bagaimana hujan diturunkan dengan takaran yang sempurna, yang tidak hanya berfungsi untuk menghidupkan bumi yang tandus, tetapi juga sebagai perumpamaan bagi kebangkitan manusia di akhirat kelak. Hal ini semakin memperkuat pemahaman tentang keterkaitan antara fenomena alam dan kebesaran Allah Subhanahu wa ta'ala. Berikut adalah ulasan mengenai hujan dan peristiwa sejarah Islam.
Hujan dalam Perang Badar
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam al-Qur’an:
اذْ يُغَشِّيْكُمُ النُّعَاسَ اَمَنَةً مِّنْهُ وَيُنَزِّلُ عَلَيْكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً لِّيُطَهِّرَكُمْ بِهٖ وَيُذْهِبَ عَنْكُمْ رِجْزَ الشَّيْطٰنِ وَلِيَرْبِطَ عَلٰى قُلُوْبِكُمْ وَيُثَبِّتَ بِهِ الْاَقْدَامَۗ
“ (Ingatlah) ketika Allah membuat kamu mengantuk sebagai penenteraman dari-Nya dan menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan (hujan) itu, menghilangkan gangguan-gangguan setan dari dirimu, dan menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu. ” (QS: Al-Anfal : 11)
Pada saat terjadinya Perang Badar, Allah Subhanahu wa ta'ala menurunkan hujan kepada kaum Muslimin dari langit, agar mereka dapat mensucikan diri dengan hujan itu. Turunnya hujan menjadi cara untuk menghilangkan gangguan setan serta rasa takut dan cemas yang dialami kaum Muslimin. Pada saat itu, mereka berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan, karena berada di padang pasir yang tidak strategis untuk pertahanan. Medan tersebut sulit dilalui, baik untuk bergerak maupun menyerang, dan bahkan tidak memiliki sumber air yang memadai. hal ini akan menghambat dan menyulitkan gerak langkah pasukan kaum muslimin. Maka, dengan turunnya hujan tanah menjadi padat, sehingga mudah untuk dilalui oleh pasukan kaum muslimin.
Allah Subhanahu wa ta'ala memberikan pertolongan kepada umat muslim dalam berbagai bentuk, hanya tinggal keyakinan umat muslim bahwa Allah Subhanahu wa ta'ala tidak akan ingkar janji, untuk memberikan pertolongan.
Hujan dalam Kisah Nabi Nuh Alaihis Salam
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam al-Quran:
فَفَتَحْنَآ أَبْوَٰبَ ٱلسَّمَآءِ بِمَآءٍ مُّنْهَمِرٍ (١١) وَفَجَّرْنَا ٱلْأَرْضَ عُيُونًا فَٱلْتَقَى ٱلْمَآءُ عَلَىٰٓ أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ (١٢)
“ Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air, maka bertemulah air-air itu untuk suatu urusan yang sungguh telah ditetapkan. ” (QS: Al-Qomar :11-12)
Peristiwa ini menggambarkan bencana dahsyat yang terjadi akibat air yang keluar dari langit dan bumi, menenggelamkan seluruh daratan dan kehidupan di atasnya kecuali yang berada dalam bahtera Nabi Nuh Alaihis Salam. Pada saat itu, langit mulai mencurahkan hujan deras, sementara bumi juga ikut mengeluarkan mata air yang melimpah. Kombinasi ini menambah volume air yang sudah besar akibat hujan deras.
Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur'an al-'Azim, bencana banjir terjadi selama 150 hari atau kurang lebih 5 bulan. Barulah setelah itu, Allah Subhanahu wa ta'ala memerintahkan langit untuk menghentikan hujannya dan bumi untuk menelan air yang menggenanginya.
Kisah Semut yang Memohon Turunnya Hujan
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: (خرج سليمان عليه السلام يستقي، فرأى نملةً مستلقيَةً على ظهرها، رافعةً قوائمَها إلى السماء، تقول: اللهم، إنا خَلْقٌ مِن خلقِك، ليس بنا غنًى عن سُقيَاك، فقال لهم سليمان: ارجعوا؛ فقد سُقيتُم بدعوة غيركم)؛ رواه أحمد، وصحَّحه الحاكم
“ Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bercerita, ‘Nabi Sulaiman Alaihis Salam pernah melakukan ibadah istisqa, tetapi ia melihat seekor semut berposisi telentang dan mengangkat tangan dan kakinya sambil berdoa, ‘Ya Allah, kami adalah salah satu makhluk-Mu. Kami tidak dapat berlepas ketergantungan dari anugerah air-Mu.’ Menyaksikan ini, Nabi Sulaiman Alaihis Salam mengatakan kepada rakyatnya, ‘Mari kita pulang, kalian telah di(mintakan)anugerahkan air oleh doa makhluk hidup selain kalian, ” (HR Ahmad dan dishahihkan oleh Imam Al-Hakim).
Sehingga, ulama pun menyimpulkan, sholat istisqa merupakan bentuk permintaan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala agar diturunkan hujan yang melibatkan seluruh makhluk hidup. Hal ini juga disinggung oleh Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Ibanatul Ahkam:
مشروعية الخروج للاستسقاء في الصحراء٬ الاستسقاء مشروع للأمم السابقة٬ يحسن إخراج البهائم في الاستسقاء لأن لها إدراكا يتعلق بمعرفة الله و بذكره وبطلب الحاجات منه تعالى بلغة يفهمها الله ويجهلها الناس
“ (Hadits ini menunjukkan) pensyariatan keluar rumah untuk melakukan istisqa di tanah lapang. Istisqa merupakan syariat bagi umat terdahulu. Alangkah baiknya membawa serta binatang ternak dalam melakukan istisqa karena binatang itu memiliki potensi yang berkaitan dengan makrifat, zikir, dan permohonan hajat mereka terhadap-Nya dengan bahasa yang dipahami oleh Allah Subhanahu wa ta'ala dan tidak dipahami oleh bangsa manusia," (Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam).
Semut merupakan salah satu hewan yang memiliki keistimewaan dalam Islam. Dalam Al-Qur'an, semut diabadikan menjadi salah satu nama yaitu An-Naml. Dalam Islam, segala makhluk hidup memiliki peran dan nilai spiritual yang tinggi. Bahkan doa seekor semut, yang tampaknya kecil dan tak berarti, tetap mendapatkan keberkahan dan kasih sayang Allah Subhanahu wa ta'ala. Kisah ini mengingatkan kita untuk selalu merendahkan hati, memohon pertolongan Allah Subhanahu wa ta'ala dalam setiap keadaan, serta menjaga hubungan baik dengan seluruh ciptaan-Nya.
Wallahu ‘alam bisshowwab.
Penulis adalah santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa Jurusan Sastra Arab di Universitas Negeri Malang.