Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengadakan acara penghargaan kepada pondok pesantren yang berusia lebih dari 100 tahun (satu abad). Penganugerahan ini digelar di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada Selasa, 31 Januari 2023 dalam serangkaian acara Peringatan Harlah Satu Abad NU. Bertajuk “Merawat Jagad Membangun Peradaban”, acara ini merupakan bentuk terima kasih NU atas dedikasi pesantren-pesantren tersebut yang telah menjaga dan mengembangkan tradisi keulamaan Nusantara selama seratus tahun lebih.
Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang menjadi salah satu dari 68 pondok pesantren yang menerima penghargaan tersebut. Berada di nomor ke-8 dari urutan tertua, penerimaan penghargaan Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading, Malang diwakili oleh Gus Fuad Abdurrochim Yahya.
Sejarah mencatat, Pondok Pesantren Miftahul Huda atau yang lebih dikenal sebagai Pondok Pesantren Gading Malang didirikan oleh KH. Hasan Munadi pada tahun 1768. Beliau mengasuh Pondok Gading selama hampir 90 tahun sampai beliau wafat pada usia 125 tahun. Sepeninggal KH. Hasan Munadi, Pondok Gading diasuh oleh putra pertama beliau yakni KH. Ismail. Selama mengasuh, membina, dan mengembangkan pondok pesantren, generasi kedua ini dibantu KH. Abdul Majid yang tak lain adalah keponakan KH. Ismail. Karena tidak dikaruniai keturunan, maka KH. Ismail mengambil salah seorang putri KH. Abdul Majid yang bernama Nyai Siti Khodijah sebagai anak angkat. Putri angkat ini kemudian beliau nikahkan dengan salah seorang alumni Pondok Pesantren Al-Ihsan, Jampes Kediri Yaitu KH. Muhammad Yahya yang berasal dari daerah Jetis, Dau, Malang.
KH. Ismail mengasuh Pondok Gading selama 50 tahun sampai beliau wafat pada usia 75. Selanjutnya estafet kepengasuhan Pondok Gading diemban oleh KH. Muhammad Yahya. Sebagai pengasuh generasi ketiga, KH. Muhammad Yahya lantas memberi nama Pondok Gading dengan nama Pondok Pesantren Miftahul Huda. Dalam mengasuh dan mengembangkan pondok pesantren, KH. Muhammad Yahya mengizinkan para santri untuk menuntut ilmu di lembaga formal di luar pesantren baik sekolah umum maupun perguruan tinggi. Selama mengasuh Pondok Gading, KH. Muhammad Yahya selalau mewanti-wanti para santri agar tidak keliru dalam niat tholabul ilmi. "Nomer siji niat ngaji, nomer loro niat sekolah. Insya Allah bakal hasil karo-karone (Yang pertama adalah niat mengaji dan niat yang kedua adalah niat sekolah atau kuliah, Insya Allah akan berhasil kedua-duanya)"
KH. Muhammad Yahya wafat pada tanggal 4 Syawal 1391 H atau 23 November 1971 M. Sepeninggal beliau, estafet kepengasuhan Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang diemban oleh putra-putra beliau secara kolektif (bersama-sama). Pengasuh generasi ke- 4 Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang yang menjadi penerus KH. Muhammad Yahya adalah KH. Abdurrohim Amrullah Yahya, KH. Abdurrahman Yahya, dan KH. Ahmad Muhammad Arif Yahya. Selain putra KH. Muhammad Yahya, terdapat pula menantu-menantu beliau yang turut membantu mengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang, yakni KH. Muhammad Baidlowi Muslich dan KH. M. Shohibul Kahfi.
Merujuk pada catatan sejarah, dapat dipahami bahwa hingga hari ini usia Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang telah menyentuh 255 tahun. Usai menerima anugerah dari PBNU, Gus Fuad Abdurrochim Yahya mengungkapkan:
"Alhamdulillah, Pondok Gading dapat penghargaan dari PBNU sebagai pondok tua ke-8 di Indonesia. Insyaallah tambah sepuh, tambah-tambah juga keberkahannya. Juga lantaran penghargaan ini, bisa menambah rasa cinta santri-alumni kepada pondok kita. Semoga (senantiasa) mendapat ridlo Allah SWT, dan tetap istiqamah dalam kebaikan"
Amiin.
Tim redaksi website PPMH