Syekh Bajuri: Grand Syekh dengan Karangannya yang Menghiasi Bilik Pesantren

Rabu, 30 Ags 2023, 15:46 WIB
Syekh Bajuri: Grand Syekh dengan Karangannya yang Menghiasi Bilik Pesantren
Sumber: Pecihitam.org

Bagi kalangan pesantren, pasti mengenal betul akan kitab Risalah al-Bajuriyah (matan Tijan Darori), Hasyiyah Fath al-Qarib al-Mujib karya ibnu Qasim al-Ghazi, Hasyiyah Tahqiq al-maqam ala Kifayatul al-Awam, Fathu Rabbi al-Bariyah Syarah Nadzam al-Jurumiah, Hasyiyah Fath Mubin ala syarah Umm Barahin dan masih banyak lagi karangan Syekh Ibrahim al-Bajuri yang dipelajari di pesantren, baik menjadi pegangan kurikulum maupun hanya sebatas sebagai rujukan ketika buntu memahami sebuah matan ataupun syarah.

Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri bin Muhammad al-Gizawi bin Ahmad atau dikenal dengan Syekh Ibrahim a-Bajuri lahir di Desa Bajur, Provinsi Manaufia, wilayah Mesir bagian utara, pada tahun 1198 H atau 1783 M. Lahir dari keluarga sholeh, yang mana bapaknya seorang ulama’ di desa setempat. Alhasil, sejak kecil Bajuri menerima ilmu agama dan dididik langsung dari sang ayah.

Memasuki umur 14 tahun (1212 H/1797 M),  Ibrahim Bajuri mulai mengembara dan belajar di al-Azhar kepada para ulama’. Setahun belajar di sana, invasi pasukan Prancis yang dikepalai Napoleon masuk ke Mesir menyebabkan lingkungan tidak kondusif. Dan akhirnya Bajuri remaja menyingkir ke Giza.

Setelah kurang lebih 4 tahun Bajuri remaja tinggal di Giza dan bertepatan dengan Prancis keluar dari negara Mesir. Akhirnya pada tahun 1216 H, dia kembali ke al-Azhar dan kembali menuntut ilmu ke berbagai ulama, tak terkecuali ulama sekaliber Syeikhul al-Azhar. Dikutip dari buku  “The Archetypal Sunni scholar: law, theology and mysticism in the synthesis of al-Bajuri” yang ditulis oleh Aaron Spevack, di antara guru Syekh Bajuri yakni Syaikh Muhammad al-Amir al-Kabir al-Maliki (w. 1817 M), Syekh Abdullah al-Syarqawi as-Syafi’i (Syekhul al-Azhar) (w. 1812), Syekh Daud al-Qal’i, Syekh Muhammad al-Fudhali, Syekh hasan al-Quwaisni, dan Syekh abu Hurayba al-Shintinawi an-Naqsyabandi (w. 1852)

Namun, dari  semua guru, ada dua sosok pengajar yang memberikan pengaruh yang besar pada keilmuan Syekh Bajuri yaitu Syekh Muhammad al-Fadhali (w. 1236 H) dan Syekh Syekh Hasan Al-Quwaisini (w. 1254 H). Beliau belajar kepada Syekh Muhammad al-Fadhali hingga beliau wafat. Syekh Muhammad juga yang memberikan izin kepada Syekh Bajuri untuk mengajar dan menulis kitab. Kitab pertama yang ditulis oleh Syekh al-Bajuri adalah Hasyiyah 'ala Syarah Kalimat at-Tauhid karya gurunya sendiri, Syekh Muhammad al-Fadhali. Kitab pertama ini ditulis ketika beliau berumur 24 tahun.

Pada tahun 1263 H/1847 M, bertepatan di usia 64 tahun Syekh Bajuri diangkat menjadi Syaikhu al-Azhar yang kesembilan belas menggantikan Syekh Ahmad al-Shafti yang telah meninggal. Pada saat itu pemimpin Mesir Abbas I beberapa kali mengikuti pengajian Beliau di al-Azhar dan mencium tangan Beliau. Dengan diangkatnya menjadi Syeikhul al-Azhar pimpinan tertinggi Universitas al-Azhar tidak menyurutkan beliau dalam menulis kitab, namun  diambil dalam buku “Sanad Ulama’ Nusantara” setelah menuntaskan Hasyiyah Fath al-Qarib al-Mujib karya ibnu Qasim al-Ghazi pada tahun 1842 M  beliau masih produktif dalam menulis akan tetapi tidak ada satupun yang selesai.

Dalam bukunya Aaron Spevack, dituturkan ada 25 karangan Syekh Bajuri semasa hidupnya. Diantaranya yakni: Hasyiyah ala Risalah Syekh Fadhali (1222 H/1807 M), Hasyiyah Tahqiq al-Maqam ala kitab Risalah al-Awam (1223 H/1808 M.), Fath al-Qarib al-Majid syarah Bidayah al-Murid karya Syekh Siba'l (1224 H/1809 M.), Hasyiyah kitab Maulid al-Mushthafa karya Ibnu Hajar al-Haitami (1810 M.), Hasyiyah kitab Mukhtashar Sanusi (1810 M.), Hasyiyah kitab Sullam Munauraq karya al-Akhdhari (1811 M.), Hasyiyah kitab Matan as-Samarqandiyah (1811 M.), Fath al-Khabir al-Lathif Syarah Nadzam Tarshif karya Abdurrahman bin Isa (1812 M.), Häsyiyah matan Sanûsiyah (1812 M.), Hâsyiyah Maulid al-Mushthafa karya Syekh Dardir. (1812 M.), Fathu Rabbi al-Bariyah Syarah Nadzam al-Ajurumiyah karya al-'Imrithi (1813 M.), Hâsyiyah Burdah karya Imam al-Bushiri (1813 M.), Hasyiyah Isad atas kitab Bânat Suad (1818 M.), Tuhfah al-Murid Syarah Jauhar at-Tauhid karya al-Laqqani (1818 M.), Fath al-Fattah 'ala Dhaui al-Mishbâh fi Ahkâm an-Nikâh (1818 M.), Tuhfah al-Khairiyah Hasyiyah ala al-Fawaid as Syansyuriyah (1820 M.), Ad-Durr al-Hisan syarah atas kitab Fath ar-Rahman karya az-Zabidi (1822 M.), Al-Mawahib al-Laduniyah Hasyiyah Syamáil Muhammady karya Imam Tirmidzi, Hasyiyah Fath al-Qarib al-Mujib karya Ibnu Qasim al-Ghaz (1842 M.), Hasyiyah Jam'u al-Jawami, Hasyiyah kitab syarah Saduddin at-Taftazani, Hasyiyah Matan Manhaj karya Syekh Zakaria al-Anshari, Syarah Manzhumah Syekh Bukhari, Hasyiyah Tafsir Fakhru Razi, Ta'liq kitab al-Kasyaf karya Zamakhsyari.

Kebanyakan tulisan Syekh Bajuri berupa hasyiyah dari sebuah kitab. Ini seleras apa yang dikatakan oleh Dr. Ali Jum’ah bahwa Syekh Bajuri merupakah ulama yang termasuk dalam kategori generasi akhir muhasyi (pemberi Hasyiyah). Hasyiyah adalah inovasi dalam dunia kepenulisan pada khazanah keislaman, yang dimulai abad ke-7 Hijriyah ketika imam Nawawi memperkenalkan metode tersebut dalam karyanya kitab Daqaiq al-Minhaj.

Adanya pengaruh Syekh Bajuri dalam dunia pesantren ini ditandai dengan banyaknya karangan beliau yang menjadi pengangan di pesantren, baik menjadi bahan ajar sebuah kurikulum maupun hanya sebatas referensi bacaan. Adhi Maftuhin menjelaskan dalam bukunya Sanad Ulama’ Nusantara”, bahwa banyaknya karangan beliau di Indonesia didasari oleh murid-murid dari Syekh Bajuri yang melanggengkan rantai keilmuannya di pesantren. Dilansir dari berbagai sumber, generasi pertama orang Indonesia yang belajar di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir dan terlacak sebagai murid beliau serta mengembangkan keilmuan di Indonesia adalah Syekh Abdul Manan. Beliau merupakan pendiri Pondok Tremas sekaligus kakek dari Syekh Mahfudz Tremas.

Yang kedua yakni Syekh Nawawi al-Bantani. Syekh Nawawi pernah berguru secara langsung kepada Syekh Bajuri ketika mengadakan perjalanan ke Mesir. Adanya pengaruh pemikiran beliau pada Syekh Nawawi. Terbukti dalam banyak karyanya seringkali mengutip perkataan sang guru, khususnya menulis kitab yang mensyarahi karangan dari Syekh Bajuri yakni Tijan Darari Syarah ala Risalah al-Bajuriyah. Jamak diketahui bahwa Syekh Nawawi merupakan bapak pesantren, dalam arti murid-murid beliau setelah pulang ke tanah air mendirikan pesantren yang didatangi oleh murid-murid dari seluruh Indonesia. Dari 2 sosok murid ini, karangan Syekh Bajuri dikenal luas di berbagai pesantren di Indonesia.

Pada hari Kamis, 28 Dzulqadah 1276 H bertepatan dengan 19 Juli 1860 M setelah duduk sebagai Syeikhul al-Azhar selama 13 tahun Syekh Bajuri dipanggil oleh Allah, beribu pelayat mengiringi kepergian beliau menghadap Allah. Beliau dishalatkan di Masjid al-Azhar asy-Syarif dan dimakamkan di Pemakaman al-Mujawirin, seberang Jalan Shalah Salim, depan Masyikhah al-Azhar dan Darul Ifta.

Ulama Syafi'yah  Ulama Internasional  Ulama Fiqih  Ulama Dunia  Syekh Ibrahim Bajuri  Kisah Ulama  Biografi Ulama 
Bagikan