Tabarruk Sahabat Nabi SAW (Bagian 1)

Senin, 27 Jun 2022, 18:25 WIB
Tabarruk Sahabat Nabi SAW (Bagian 1)
Al-Quran

Tabarruk dari segi bahasa berarti mencari berkah. Berkah adalah bertambah dan berkembang dalam hal kebaikan. Dengan demikian, arti tabarruk adalah mencari tambahan dalam hal kebaikan. Ketika orang mengatakan “mencari berkah pada sesuatu” berarti ingin mengambil nilai kebaikan dari sesuatu itu tadi. Maka definisi tabarruk secara istilah adalah mengharap berkah dari sesuatu yang Allah SWT telah memberikan keistimewaan dan kekhususan kepadanya.

Berkaitan dengan peribadatan dalam Islam, kita telah sepakat bahwa segala bentuk ibadah hanya boleh dilakukan kepada Allah SWT. Hal ini termasuk asas Islam yang harus dipegang teguh, sehingga segala bentuk peribadatan yang ditujukan kepada selain Allah SWT dihukumi syirik. Karenanya, Islam tidak mengizinkan segala bentuk penyembahan terhadap malaikat, nabi atau rosul, apalagi berhala, vonis bagi pelakunya adalah musyrik, satu-satunya dosa yang tak ada ampunannya.

Ajaran pengkhususan peribadatan kepada Allah SWT tertuang dengan jelas dalam surat Al-Fatihah, “Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan,” (Q.S. Al-Fatihah 1:4). Penyembahan kepada Allah SWT ini harus totalitas, sehingga praktik-praktik yang sifatnya menyembah kepada selain Allah SWT sangat dilarang. Kepercayaan ini kemudian bermuara pada sebuah keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang dapat memberikan manfaat dan mudharat. Segala bentuk permintaan harus ditujukan kepada Allah SWT, tidak pada yang lain.

Masalah yang timbul kemudian adalah bagaimana hukumnya jika memohon kepada Allah dilakukan melalui perantara? Ini mungkin karena orang yang dijadikan perantara yang memiliki ikatan yang kuat dengan Allah SWT seperti para nabi dan auliya’-Nya. Ibaratnya, meminta kepada presiden melalui para menterinya. Juga hal-hal yang berkaitan dengan mereka, seperti bekas ibadah, dan lain sebagainya. Inilah yang dimaksud dengan tabarruk yang telah mentradisi di kalangan kita.

Antara pengertian ta’abbud (menyembah) dan tabarruk (mencari berkah) harus kita bedakan. Orang yang mengharap berkah (tabarruk) tentu tidak bisa kita katakan menyembah (ta’abbud) kepada orang yang dijadikan wasilah dan diambil barakahnya. Sebab, hakikat dari tawassul dan tabarruk sendiri adalah sebatas perantara, bukan sebagai bentuk penyembahan, sehingga tidak bisa disamakan dengan orang yang menyembah berhala. Hakikat penyembahan pun tidak sama dengan tabarruk, karena di sana ada tujuan kultus secara total yang tidak bisa ditolerir oleh agama untuk dilakukan kepada selain kepada yang hak, karena entitas penyembahan hanya kepada Allah SWT semata.

Dengan demikian, letak perbedaan yang paling mendasar ada pada tujuan dan niatnya. Sebagaiman diketahui, setiap perilaku pertama kali dilihat dari niat dan tujuannya. Rasulullah SAW menyatakan, “Setiap perbuatan kembali pada niatnya” (HR Bukhari-Muslim). Orang yang berniat menyekutukan Allah SWT, menyembah mahluknya, tentu berbeda dengan orang yang berniat mendekatkan diri kepada-Nya melalui hal-hal yang dicintai-Nya. Berbeda pula dengan musyrikin jahiliyah yang menyembah patung-patung, karena mereka meyakini sifat ketuhanan ada pada obyek sesembahan mereka. Itulah mengapa dalam Qur’an Surat Az-Zumar ayat 3 Allah menyebutkan kata na’budu sebagai gambaran dari ucapan mereka. Sebab, esensi penyembahan adalah meyakini sifat ketuhanan yang disembahnya, karena tanpa keyakinan itu mustahil mereka disebut telah menyembah.

Dari inilah para sahabat Nabi SAW mengamalkan yang namanya tabarruk. Ini dibuktikan dari beberapa catatan sejarah, di mana disebutkan para sahabat pun bertabarruk kepada Nabi, sedang pada kenyataannya tidak ada larangan dari Rasulullah SAW.


Bagikan