Air merupakan unsur terpenting sebagai sarana utama untuk bersuci, ketika seseorang menginginkan untuk menjalankan ibadah. Ibadah-ibadah tertentu menuntut seorang muslim untuk suci dari najis maupun hadats, seperti sholat, haji, memegang Al-Qur’an dan membacanya. Bersuci dari najis maupun hadats ini paling utama menggunakan air. Sedangkan bersuci dengan cara tayamum atau beristinja’ dengan batu merupakan alternatif lain yang dapat digunakan ketika tidak ditemukan air.
Tidak semua jenis air sah hukumnya untuk bersuci. Ada jenis-jenis air tertentu untuk bersuci dan dihukumi sah. Syeh Abu Syuja’ dalam kitab Taqrib-nya membagi empat jenis air beserta hukumnya berdasarkan sifat-sifat yang melekat pada air tersebut.
ثم المياه على أربعة أقسام طاهر مطهر، مكروه وهو الماء المشمس وطاهر غير مطهر وهو الماء المستعمل والمتغير بما خالطه من الطاهرات وماء نجس
“Jenis air ada 4 (empat) yaitu (1) air suci dan mensucikan; (2) air yang makruh yaitu air panas; (3) air suci tapi tidak meyucikan yaitu air mustakmal dan air yang air berubah karena kecampuran perkara suci; (4) air najis”
Air suci dan menyucikan artinya air yang suci dzatnya dan dapat digunakan untuk bersuci tanpa adanya hukum makruh. Para ulama’ fiqih menyebutnya dengan air mutlak yang jumlahnya ada 7, yaitu air hujan (langit), air laut, air sungai, air sumur, air sumber (mata air), air salju dan air dingin. Tujuh macam air ini disebut air mutlak selama masih pada sifat asli penciptaanya. Syeh Ibnu Qosim menambahkan, ketujuh air tersebut tetap disebut air mutlak selama tidak terqoyyidi dengan qoyyid lazim (air yang tidak disebut dengan penyebutan permanen). Penyebutan permanen ini akan hilang, apabila air mutlak tadi dicampuri dengan benda lain, seperti air yang dicampuri dengan perasan jeruk menjadi ar jeruk.
Air Musyamas merupakan air yang berwadah bejana logam selain emas dan perak yang dipanaskan dibawah terik sinar matahari. Air musyamas ini dihukumi makruh, ketika digunakan untuk bersuci. Hal ini dikarenakan, unsur logam yang terdapat pada wadah bejana mengubah unsur air. Sehingga, orang yang memakai air ini dikawatirkan terkena penyakit kusta. Akan tetapi air ini dapat digunakan bersuci kembali ketika sudah dingin dan hilang hukum kemakruhannya.
Jenis ketiga ini merupakan air yang suci dzatnya dan tidak sah hukumnya ketika digunakan untuk bersuci. Ada dua jenis air yang termasuk dalam jenis ketiga ini menurut Syeh Abu Syuja’, yaitu air musta’mal dan air yang berubah (mutaghayyir) sebab dicampuri dengan perkara yang suci. Air musta’mal adalah air yang telah digunakan untuk menghilangkan najis maupun hadats, apabila kondisi air tidak berubah dan tidak bertambah volumenya setelah terpisah dari anggota yang dibasuh. Air mutaghayyir adalah air yang berubah salah satu sifatnya (warna, bau dan rasa) sebab tercampur oleh perkara-perkara yang suci dengan perubahan yang mencegah kemutlakan nama air tersebut. Seperti, air sumur yang tercampur teh, maka kemtulakan nama air sumur tersebut berubah menjadi air teh.
Air mutanajis merupakan air yang volumenya tidak mencapai dua qullah, ataupun mencapai dua qullah atau lebih, akan tetapi salah satu sifat air tersebut berubah sebab terkena najis. Air Mutanajis ini tidak dapat digunakan untuk bersuci, karena pada dzat air tersebut sudah tidak suci. Air yang tidak mencapai dua qullah setelah terkena najis dengan perubahan maupun tidak, maka dapat dipastikan bahwa air tersebut air mutanajis. Sedangkan untuk ukuran air dua qullah ataupun lebih, maka air tersebut dihukumi mutanajis ketika terkena najis dan mengalami perubahan. Perubahan tersebut yang dapat merubah salah satu sifat atapun lebih dari sifat-sifat air tersebut. Apabila air dua qullah atau lebih ini terkena najis, sedang sifat-sifatnya tidak berubah dan kemutlakan air ini tetap, maka air ini tetap dihukumi suci dan menyucikan.
Ukuran dua qullah menurut madzhab Syafi’i 500 ritl (kati) Baghdad, atau setara dengan 270 liter. Jika ditempatkan pada wadah persegi dengan ukuran panjang, lebar dan kedalaman yaitu 1,25 hasta atau setara dengan 91,8 cm. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Syeh Wahbah Az-Zuhaiyli dalam kitabnya Al-Fiqhul Islamiy wa Adillatuhu.
والقلتان خمس مئة رطل بغدادي تقريبا، وبالمصري.......أو مئتين وسبعين لترا. وقدرهما بالمساحة في مكان مربع ذراع وربع طولا وعرضا وعمقا بالذراع المتوسط. وفي المكان المدار كالبئر : ذراعان عمقا وذراع عرضا
“Ukuran dua qullah memiliki ukuran 500 kati Baghdad,…….atau setara dengan 270 liter. Untuk wadah persegi panjang ukuran panjang, lebar dan kedalamannya 1,25 hasta. Dan untuk wadah berbentuk tabung seperti sumur ukuran kedalamannya 2 hasta dan panjangnya 1 hasta. (Syeh Wahbah Zuhaili, 2014, hal 235-237)
Baca Juga : Tujuh Macam Air Mutlak; Air yang Sah Untuk Bersuci
Penulis adalah santri pondok Miftahul Huda Gading Malang yang sedang menempuh S1 Pendidikan Bahasa Arab Universitas Negeri Malang