Mengenang Perjalanan Hidup KH. Maimun Zubair

Sabtu, 10 Ags 2019, 11:16 WIB
Mengenang Perjalanan Hidup KH. Maimun Zubair
KH. Maimun Zubair

Kiai Haji Maimun Zubair atau Mbah Moen wafat di Mekah, Arab Saudi, Selasa (6/8/2019), dalam usia 90 tahun. Sejarah hidup tokoh Nahdlatul Ulama (NU) dan pengasuh pondok pesantren Al-Anwar Rembang ini diwarnai dengan kiprahnya sebagai ulama panutan di Indonesia. Beliau adalah orang yang zuhud, sabar, penyayang, santun, tegas, banyak bersyukur, rendah hati, dan bijaksana. Ucapan belasungkawa pun mengalir, termasuk dari sosial media.

Di Sarang, Rembang, Jawa Tengah, Mbah Mun, sapaan akrab beliau, lahir pada 28 Oktober 1928. Beliau merupakan putra pertama Kiai Zubair Dahlan dan Nyai Mahmudah. Sang ibunda adalah putri dari Kiai Ahmad bin Syu'aib, pendiri pesantren al-Anwar yang kelak diwariskan kepada Mbah Mun. Ayah beliau, Kiai Zubair Dahlan, adalah sosok guru yang telah melahirkan banyak ulama di tanah air, meskipun tidak punya pesantren sendiri.

Mbah Mun juga dididik langsung oleh ayahnya sedari kecil. Ia mempelajari ilmu-ilmu ajaran Islam dengan baik. Bahkan, saat remaja, beliau sudah hafal berbagai kitab macam al-Jurumiyyah, al-Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharot Tauhid, Sullamul Munauroq, dan masih banyak lagi. Tahun 1945, Beliau menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Saat itu, usianya baru menginjak 17 tahun. Ia diasuh oleh para ulama di Lirboyo, antara lain: Kiai Haji Abdul Karim atau Mbah Manab, Kiai Mahrus Ali, juga Kiai Marzuki.

Beliau kemudian pergi ke Mekah saat usia 21 tahun bersama kakeknya, Kiai Haji Ahmad bin Syu’aib. Sang kakek membawanya berguru kepada ulama-ulama besar, termasuk kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly, dan lainnya.

Pulang ke tanah air, beliau terus memperdalam ilmunya. Ia kerap mengunjungi alim-ulama di seantero Jawa, di antaranya adalah Kiai Baidhowi yang kemudian menjadi mertuanya, Kiai Ma’shum, Kiai Bisri Musthofa, Kiai Abdullah Abbas Buntet, hingga Syekh Abul Fadhol Senori.

Ilmu-ilmu yang diperolehnya itu lantas beliau amalkan, termasuk dengan menulis beberapa kitab atau buku, seperti dikutip laman nu.or.id, antara lain: Nushushul Akhyar, Tarajim Masyayikh Al-Ma’ahid Ad-Diniah bi Sarang Al-Qudama’, Al-Ulama’ Al-Mujaddidun, Kifayatul Ashhab, Maslakuk Tanasuk, Taqirat Badi Amali, dan Taqrirat Mandzumah Jauharut Tauhid.

Dengan kepergian Kiai Haji Maimun Zubair, maka bersama beliau Allah SWT turut mengambil ilmu-ilmu yang selama ini ada dalam diri beliau. Meski begitu semua yang telah beliau ajarkan akan tetap membuat beliau hidup di dunia. Semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.

sumber:

nu.or.id

Kisah Ulama  KH. Maimun Zubair  Mbah Moen 
Wiqoyil Islama

Penulis adalah Santri PPMH yang sedang menempuh studi Strata-2 Sastra Bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang juga biasa berkicau di @wiqoyil_islama

Bagikan