Khurmat Guru, Syarat Mutlak Mencapai Ilmu Manfaat

Jumat, 24 Jun 2022, 14:46 WIB
Khurmat Guru, Syarat Mutlak Mencapai Ilmu Manfaat
Ijazah Sanadan Kitab Ihya Ulumuddin dan Asmaul Husna Ya Hayyu Ya Qoyyum oleh Al-Mukarrom KH. Ahmad Arif Yahya (Dok. 2019)

Sebagai seorang thalib -pencari ilmu- tidak akan pernah memperoleh ilmu dan tidak akan mendapat manfaatnya, tanpa mau khidmat kepada guru. Dikarenakan adanya qoul yang mengatakan bahwa seorang yang telah berhasil, ketika masa thalabul ilmi berprinsip selalu menghormati 3 hal, dan salah satu diantaranya khurmat kepada guru.

Adapun bagi orang-orang yang tidak berhasil dalam menuntut ilmu, karena dirinya sendiri, dalam artian tidak pernah memuliakan atau menghormati ilmu dan gurunya. Di samping itu, ada yang mengatakan khurmat itu lebih baik daripada thaat. Karena manusia tidak dianggap kufur sebab bermaksiatan, dan seseorang dianggap kufur sebab tidak khurmat. Baik mengormati ilmu maupun gurunya.

Sayyidina Ali karramallahu wajhah ngendikan, aku adalah seorang hamba sahaya. Siapa orang yang mengajarkanku walau satu huruf, jika dia menginginkan silahkan menjualku, memerdekakanku, atau tetap menjadikanku sebagai budaknya.

Di dalam syair kitab Ta’lim Muta’alim tertulis, “tidak ada hak yang lebih besar melebihi haknya seorang guru. Dan ini merupakan kewajiban yang patut dipelihara bagi setiap muslim. Sungguh pantas bagi seorang muallim yang mengajar, walaupun satu huruf diberikan hadiah seribu dirham sebagai tanda khurmat. Dikarenakan guru yang mengajarimu satu huruf yang kamu butuhkan dalam agama, dia ibarat bapakmu dalam agama.

Diantara menghormati guru ialah, sebagai murid hendaklah tidak berjalan di depannya, tidak duduk di tempatnya, dan tidak memulai berbicara kepada guru kecuali atas izinnya. Selain itu, sebagai murid hendaknya tidak berbicara melebihi kadar di hadapan guru, tidak bertanya ketika guru sedang lelah. Larangan mengetuk pintunya, akan tetapi menunggunya sampai beliau keluar. Dan termasuk menghormati guru adalah menghormati putra-putranya, dan orang yang masih ada hubungan kerabat dengannya.

Adapun ketika guru telah mendahului kita, dalam artian telah dipanggil oleh Allah swt. Maka cukup seorang murid menziarahi maqbarahnya, mendoakan maupun bertawasul kepadanya agar tetap sambung dalam ikatan batiniah. Ini semua merupakan langkah atau sikap sebagai murid khurmat kepada guru. Untuk itu, tidak ada kata mantan murid di hadapan gurunya, murid tetaplah murid yang selalu meminta keridhoan gurunya.

Oleh karena itu, seyogyanya seorang murid mencari kerelaan hati guru, menjauhkan sesuatu yang menyebabkan seorang guru murka, mematuhi perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama, karena tidak boleh taat kepada makhluk untuk bermaksiat kepada Allah. Wallahu a’lam Bishowab.

 

 

*) Disarikan dari pengajian Kitab Ta’lim Mutaallim oleh Gus Yasin Fuadi bin Abdurrachim Yahya

Thalabul ilmi  Pondok Gading  Kitab Taklim Muta'allim  Gus Fuad Abdurrochim Yahya 
Tim Redaksi

Tim redaksi website PPMH

Bagikan