Hikayat Kambing dan Parang Ibrahim
Dari punggung bukit,
mata hewan berbulu awan itu
dipenuhi kaca dan hujan.
“Gusti, Ibrahim telah
menepati janji.
Bukan sanak saudaraku lagi
yang ia jadikan
lambang penghambaan.
Tepat seperti janjinya,
sekarang, atas nama cinta,
di bawah sana
ia korbankan putranya
di atas terik kulit Mina
dan air mata.”
“Lalu, apa tanggapanmu?”
“Tukar kepalaku
dengan kepala putranya!”
Sarah
Suamiku,
carilah telur baru.
Aku baik-baik saja,
carilah,
dan kembali dapatkan wahyu-wahyu.
Penulis adalah manusia seperti pada umumnya.