gadingpesantren.id - Santri Almaas kelas 3 Ulya Madrasah Matholiul Huda mengadakan talkshow “Serambi” (Sarasehan Santri Jaman Mbiyen) bersama KH. M. Masyhuri Imsya pada Kamis (14/8/2025). Bertempat di Masjid Baiturrahman Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang, acara ini mengusung tema “Santri dan Wajah-Wajah Kultural”.
Kegiatan yang dihadiri seluruh santri tersebut menghadirkan sesi dialog hangat seputar peran santri dalam merawat tradisi, menghidupkan nilai-nilai kultural, dan membingkainya dalam cahaya ajaran Islam. KH. M. Masyhuri Imsya membagikan pengalaman serta pandangan yang menginspirasi, menjadikan forum ini bukan sekadar sarasehan, tetapi juga ruang penguatan identitas santri.
Acara dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, kemudian dilanjutkan dengan sambutan Ketua Pelaksana, M. Yusuf. Dalam sela sambutannya, ia menekankan bahwa menjaga tradisi bukan berarti menolak kemajuan, melainkan merawat akar sambil menumbuhkan cabang. “Harapan kami dengan adanya sarasehan ini, lahir semangat baru santri yang tidak kehilangan akal dan tetap merawat warisan kiai. Semoga dapat mengokohkan dan melanjutkan semangat perjuangan masyikh pondok,” tuturnya.
Sambutan berikutnya disampaikan oleh perwakilan keluarga ndalem melalui Gus Fuad Abdurrochim Yahya. Beliau menegaskan pentingnya mengenal sejarah pondok sebagai sumber inspirasi. “Sarasehan ini bertujuan untuk mengetahui kisah-kisah zaman dahulu. Santri harus bisa mengambil hikmah dan memetik pelajaran darinya.” Dalam kesempatan yang sama, beliau juga berpesan, “Santri harus tetap mutholaah dan nderes. Barokah ilmu berasal dari khidmah dan manfaat ilmu dari ridhonya masyayikh. Di pondok ini, semua diniati khidmah dumateng Kanjeng Nabi Muhammad SAW,” ungkap beliau.
Sesi utama diisi tausiah dan dialog hangat bersama KH. M. Masyhuri Imsya yang mengulas peran santri dalam merawat tradisi kepesantrenan. Dalam sesi talkshow, KH. M. Masyhuri Imsya menekankan bahwa santri memiliki peran besar sebagai agen pendidik yang harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. “Sampai kapanpun, kita akan tetap disebut santri selama terus menuntut ilmu,” ujarnya. Beliau menggarisbawahi bahwa inti dari seorang santri adalah kepekaan, peka terhadap lingkungan dan siap melayani kepentingan masyarakat secara tulus.
Beliau juga mengingatkan bahwa pesantren bukan hanya pusat pembelajaran ilmu agama, tetapi juga memiliki kontribusi nyata dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Nilai perjuangan yang diwariskan para ulama harus tetap dijaga dan diamalkan di kehidupan santri masa kini.
Di akhir pesannya, KH. M. Masyhuri Imsya menyampaikan nasihat sederhana namun mendalam, “Jika ingin bahagia, jika ingin mulia, maka berbuat baiklah kepada guru dan orang tua.” Sebuah petuah yang menegaskan bahwa keberkahan ilmu berawal dari bakti dan hormat kepada mereka.
Acara talkshow ditutup dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Gus Ummarul Faruq . Suasana khidmat menyelimuti Masjid Baiturrahman, menjadi penutup yang hangat bagi rangkaian kegiatan Sarasehan Santri Jaman Mbiyen (Serambi).
Penulis adalah santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa Jurusan Sastra Arab di Universitas Negeri Malang.