Mendamaikan Ru'yah dan Hisab

Rabu, 08 Mar 2023, 17:20 WIB
Mendamaikan Ru'yah dan Hisab
bulan Ramadhan (dok. istockphoto.com)

Beberapa kali awal Romadhon atau Syawal berbeda antara hasil Ru'yah dan perhitungan Hisab. Banyak di kalangan kita berpandangan sinis terhadap mereka yang tidak sejalan dalam menerapkan keduanya walaupun satu ormas. Ada juga yang berasumsi bahwa Ru'yah adalah cara tradisional dan Hisab adalah cara modern. Padahal persoalannya bukan masalah tradisional-modern, tapi implementasi hukum. Lalu, bagaimanakah sikap yang seharusnya kita ambil?

Bagaimanapun keduanya (Ru’yah dan Hisab) mempunyai dasar masing-masing. Ahlur Ru'yah berpedoman pada hadist:

عن أبي هريرة أن رسول الله ﷺ قال: صوموا لرؤيته، وأفطروا لرؤيته، فإن غبي عليكم؛ فأكملوا عدة شعبان ثلاثين (متفق عليه)

“Berpuasalah kamu ketika telah melihat hilal Ramadan dan berhentilah kamu berpuasa ketika telah melihat hilal bulan Syawal, jika hilal tertutup bagimu maka genapkanlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Sedangkan Ahlul Hisab berpedoman pada hadist: 

لا تصوموا حتى تَرَوُا الهلالَ ، ولا تُفْطِروا حتى تَرَوْهُ ، فإن غُمَّ عليكم فاقْدُروا له (متفق عليه)

“Janganlah kamu berpuasa sehingga kamu melihat hilal (ramadan) dan janganlah kamu berhenti berpuasa sehingga kamu melihat hilal syawal, jika jika hilal tertutup bagimu maka hitunglah” (HR. al-Bukhari dan Muslim(.

Tentu kedua hadist ini Muttafaq 'Alaih yang tak perlu diragukan lagi kesahihannya.

Dalam berbagai literatur kitab Fiqh dijelaskan bahwa jika ada perbedaan antara hasil Ru'yah dengan Hisab, maka yang dimenangkan adalah hasil Ru'yah. Ini menurut jumhur ulama sebagaimana dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin hal 70 cetakan Darul Fikr disebutkan: 

إن عارض الحساب الرؤية فالعمل عليها لا عليه على كل قول

“Jika hasil perhitungan Hisab bertentangan dengan Ru’yah, maka yang dipakai adalah Ru’yah, bukan Hisab berdasarkan pendapat ulama-ulama”.

Namun tak lantas memvonis bahwa Ahlul Hisab adalah salah. Karena dalam kitab yang sama juga disebutkan bahwa Al-Munajjim (orang yang berpendapat bahwa awal bulan ditentunkan dengan munculnya suatu bintang) dan Al-Hasib (orang yang mampu menghitung dan memprediksi pergerakan dan tempat bulan) ini boleh berpuasa sesuai ijtihad atau perhitungannya. Jika Al-Munajjim dan Al-Hasib ini yakin bahwa puasa jatuh pada hari Senin misalnya, maka keduanya beserta orang yang membenarkannya boleh berpuasa berdasarkan perhitungannya, bahkan menurut Imam Ar-Ramli itu wajib: 

فائدة: الحاصل أن صوم رمضان يجب بأحد تسعة أمور: إكمال شعبان، ورؤية الهلال، والخبر المتواتر برؤيته ولو من كفار، وثبوته بعدل الشهادة، وبحكم القاضي المجتهد إن بين مستنده، وتصديق من رآه ولو صبيا وفاسقا، وظن بالاجتهاد لنحو أسير لا مطلقا، وإخبار الحاسب والمنجم، فيجب عليهما وعلى من صدّقهما عند (م ر)، والإمارات الدالة على ثبوته في الأمصار كرؤية القناديل المعلقة بالمناير 

Dari redaksi di atas didapati bahwa salah satu hal yang menyebabkan wajibnya berpuasa adalah pendapat Al-Hasib dan Al-Munajjim.

Jadi, pendapat yang Mu'tamad (pendapat yg bisa dijadikan pedoman) adalah menggunakan Ru'yah. Namun juga tidak boleh menyalahkan mereka yang memakai Hisab. Karena zaman modern ini, Hisab dapat memprediksi terjadinya gerhana beberapa ratus tahun sebelum terjadinya dengan sangat akurat menyangkut tahun, bulan, pekan, hari, dan jam, bahkan menitnya dengan akurat. Jadi, pendapat ini bisa jadi ajang perdamaian antara yang fanatik Ru'yah dan yang fanatik Hisab. Wallahu a'lam.

Tradisi Ramadhan  Menyambut Ramadhan  Bulan Suci Ramadhan 
Syahri Romadhon

Penulis adalah santri aktif di Pondok Pesantren Miftahul Huda

Bagikan