Pada awalnya, siwak digunakan oleh masyarakat Timur Tengah dan Asia Selatan sebagai pengganti sikat gigi modern. Namun, seiring berjalannya waktu, siwak semakin populer di seluruh dunia karena khasiat alaminya. Siwak mengandung berbagai zat alami yang bermanfaat bagi kesehatan gigi dan mulut, seperti alkaloid, silika, sodium bikarbonat, chloride, fluoride, vitamin C, kalsium, sulfur, essential oil, dan tannin. Kandungan-kandungan ini memberikan siwak sifat-sifat seperti melindungi gusi, melawan plak, menghilangkan bau mulut, dan banyak manfaat lainnya.
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Siwak menurut istilah para ulama yaitu kegiatan menggunakan ranting atau yang semcamnya untuk menghilangkan warna kuning serta kotorang lain yang ada pada gigi“ (Syarh Shahih Muslim)
Bersiwak hukumnya sunnah dilakukan pada setiap waktu berdasarkan keumuman dalam hadits ‘Aisyah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ
“Siwak membuat bersih mulut dan mendatangkan ridho Allah subhanahu wa ta'ala” (H.R Ahmad, shahih)
Bersiwak merupakan sunnah para rasul-rasul terdahulu. Yang pertama kali bersiwak adalah Nabi Ismail ‘alaihi sallam. Terdapat lebih dari hadits yang menjelaskan tentang siwak dan motivasi untuk melakukannya. Ini menunjukkan bahwa siwak adalah sunnah yang sangat ditekankan untuk diamalkan. (Al Mulakhos al Fiqhy)
Siwak adalah alat membersihkan gigi yang terbuat dari ranting atau batang pohon Salvadora Persica, Umumnya siwak berwarna coklat berukuran kecil dengan panjang antara 15-20 cm dan mempunyai diameter sekitar 1,5 cm. Dalam Sirah Nabawiah disebutkan bahwasanya siwak merupakan salah satu kegiatan yang paling disukai oleh Rasulullah saw, nabi sangat menganjurkan umatnya untuk bersiwak sebagai upaya membersihkan diri dan menjaga kesehatan serta bagian dari upaya peningkatan keimanan seorang muslim.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ( لَوْلاَ أنْ أشُقَّ عَلَى أُمَّتِي – أَوْ عَلَى النَّاسِ – لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ مَعَ كُلِّ صَلاَةٍ )، رواه متفقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya tidak memberatkan atas umatku atau tidak memberatkan manusia, aku pasti memerintahkan mereka untuk bersiwak bersamaan dengan setiap kali shalat” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 887 dan Muslim, no. 452]
Dalam tradisi Islam, menggunakan siwak adalah sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkenal. Berbagai hadits mendokumentasikan status tinggi dan signifikansi siwak.
وَعَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا ، قاَلَتْ : كُنَّا نُعِدُّ لِرَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – سِوَاكَهُ وَطَهُورَهُ ، فَيَبْعَثُهُ اللهُ مَا شَاءَ أَنْ يَبْعَثَهُ مِنَ اللَّيْلِ ، فَيَتَسَوَّكُ ، وَيَتَوَضَّأُ وَيُصَلِّي، رَوَاهُ مُسْلِم
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, “Kami biasa menyiapkan siwak dan air untuk bersuci Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah subhanahu wa ta'ala lalu membangunkannya sesuai dengan kehendak-Nya pada waktu malam. Maka beliau bersiwak, berwudhu, dan melakukan shalat.” (HR. Muslim) [HR. Muslim, no. 746]
Begitu juga di dalam hadits lain:
وَعَنْ أَبِي مُوْسَى الأَشْعَرِي – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ – ، قَالَ : دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَطَرَفُ السِّوَاكِ عَلَى لِسَانِهِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَهَذَا لَفْظُ مُسْلِمٍ
Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku masuk menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ujung siwak sedang berada di lisannya.” (Muttafaqun ‘alaih. Hadits ini berdasarkan lafaz Muslim) [HR. Bukhari, no. 244 dan Muslim, no. 254]
Siwak merupakan pekerjaan yang ringan namun memiliki faedah yang banyak baik bersifat keduniaan yaitu berupa kebersihan mulut, sehat dan putihnya gigi, menghilangkan bau mulut, dan lain-lain, maupun faedah-faedah yang bersifat akhirat, yaitu ittiba’ kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendapatkan keridhoan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ibnu Daqiqil ‘Ied menjelaskan sebab sangat dianjurkannya bersiwak ketika akan shalat, beliau berkata: “Rahasianya yaitu bahwasanya kita diperintahkan agar dalam setiap keadaan ketika bertaqorrub kepada Allah, kita senantiasa dalam keadaan yang sempurna dan dalam keadaan bersih untuk menampakkan mulianya ibadah”. Dikatakan bahwa perkara ini (bersiwak ketika akan shalat) berhubungan dengan malaikat karena mereka terganggu dengan bau yang tidak enak. Berkata Imam As-Shan’ani : “Dan tidaklah jauh (jika dikatakan) bahwasanya rahasianya adalah digabungkannya dua perkara yang telah disebutkan (di atas) sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu.
مَنْ أَكَلَ الثَّوْمَ أَوِ الْبَصَالَ أَوِ الْكَرَّاثَ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا لأَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى بِهِ بَنُوْ آدَمَ
“Barang siapa yang makan bawang putih atau bawang merah atau bawang bakung maka janganlah dia mendekati mesjid kami. Sesungguhnya malaikat terganggu dengan apa-apa yang bani Adam terganggu dengannya” [Taisir ‘Alam 1/63]
Dan ternyata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak hanya bersiwak ketika akan shalat saja, bahkan beliau juga bersiwak dalam berbagai keadaan. Diantaranya ketika beliau masuk kedalam rumah dan bangun malam. Bahkan beliau masih menyempatkan diri untuk bersiwak diakhir hayatnya, sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : دَخَلَ عَبْدُ الرَّحْمنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِيْقِ عَنْهُ عَلَى النَّبِيِّ وَ أَنَا مُسْنِدَتُهُ إلَى صَدْرِي – وَمَعَ عَبْدِ الرَّحْمنِ سِوَاكٌ رَطْبٌ يَسْتَنُّ بِهِ – فَأَبَدَّهُ رَسُوْلُ اللهِ بَصَرَهُ، فَأَخَذْتُ السِّوَاكَ فَقَضِمْتُهُ وَطَيَّبْتُهُ، ثُمَّ دَفَعْتُهُ إِلَى النَّبِيِّ فَاسْتَنَّ بِهِ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ اسْتَنَّ اسْتِنَانًا أَحْسَنَ مِنْهُ. فَمَا عَدَا أَنْ فَرَغَ رَسُوْلُ اللهِ رَفَعَ يَدَهُ أَوْ إِصْبَعَهُ ثُمَّ قَالَ : (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى) ثَلاَتًا، ثُمَّ قُضِيَ عَلَيْهِ
وَ فِي لَفْظٍ: فَرَأَيْتُهُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ، وَ عَرَفْتُ أَنَّهُ يُحِبُّ السِّوَاكَ فَقُلْتُ آخُذُهُ لَكَ ؟ فَأَشَرَ بِرَأْسِهِ : أنْ نَعَم
“Dari ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata : Abdurrahman bin Abu Bakar As-Sidik Radhiyallahu ‘anhu menemui Nabi dan Nabi bersandar di dadaku. Abdurrahman Radhiyallahu ‘anhu membawa siwak yang basah yang dia gunakan untuk bersiwak. Dan Rasulullah memandang siwak tersebut (dengan pandangan yang lama). Maka aku pun mengambil siwak itu dan menggigitnya (untuk dibersihkan) lalu aku membaguskannya kemudian aku berikan siwak tersebut kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliaupun bersiwak dengannya. Dan tidaklah pernah aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak yang lebih baik dari itu. Dan setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai dari bersiwak dia pun mengangkat tangannya atau jarinya lalu berkata: (فِي الرَّفِيْقِ الأَعْلَى).
Semoga bermanfaat. Allahu a’lam. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad.
Penulis adalah santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa Jurusan Sastra Arab di Universitas Negeri Malang.