JANGAN LUPAKAN NIKMAT ALLAH (REFLEKSI AKHIR TAHUN)

Sabtu, 30 Des 2023, 16:25 WIB
JANGAN LUPAKAN NIKMAT ALLAH (REFLEKSI AKHIR TAHUN)
Ilustrasi berzikir, merdeka.com

 

Nikmat dapat diartikan anugerah, karunia, pemberian atau keadaan yang baik maupun suatu kesukaan. Terkait dengan nikmat tersebut Allah SWT telah mengeluarkan ”tantangan” kepada manusia dengan mempersilahkannya menghitung nilai atau harga anugerah Allah yang berupa kenikmatan yang dilimpahkan kepada manusia.

Firman Allah: ”Dan seandainya kamu sekalian menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan bisa menghitungnya.” (QS. An-Nahl [16]: 18)

Pernyataan Allah didalam ayat tersebut mengandung pengertian bahwa :

  1. Sungguh luar biasa banyaknya nikmat Allah yang telah dianugerahkan kepada kita, sehingga kita tidak akan pernah bisa menghitungnya.
  2. Betapa besarnya kemurahan Allah dan kasih sayang-Nya kepada kita dengan curahan nikmat-Nya yang melebihi cinta makhluk pada mahluk lainnya. Kita tidak diperbolehkan lupa apalagi ingkar terhadap nikmat tersebut, sebagaimana peringatan Allah :

Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari nikmat-Ku” (QS. Al-Baqarah [2]: 152)

Imam Ghazali, dalam kitab Minhajul ’Abidin, menyatakan bahwa nikmat itu ada dua: nikmat agama (nikmat akhirat) dan nikmat dunia. Nikmat agama meliputi nikmat karunia agama serta nikmat dipeliharanya agama untuk kita. Pengertiannya adalah bahwa atas taufiq Allah kita ditakdirkan dan dipilih menjadi seorang muslim, demikian pula berkat taufiq-Nya kita menjadi orang yang beriman, taat, benar aqidahnya, dan lurus sesuai dengan kehendak-Nya. Inilah nikmat terbesar untuk kita, anugerah yang akan menyelamatkan kita didunia dan akhirat, lahir dan batin.

Nikmat dunia secara garis besar juga ada dua macam, nikmat dianugerahinya kemanfaatan serta nikmat ditolaknya kemudlaratan. Nikmat yang berupa kemanfaatna misalnya wajah yang tampan atau cantik, bentuk dan postur tubuh yang tegap serta serba aneka kesenangan yang penuh selera seperti makanan, minuman, pakaian, pernikahan dengan macam-macam guna dan faedahnya. Adapun nikmat ditolaknya kemudlaratan seperti misalnya, Allah menyelamatkan kita dari kelumpuhan, stroke, tumor, heart attack (serangan jantung), dan penyakit kronis lainnya, termasuk juga Allah melindungi kita dari perbuatan-perbuatan jahat, baik dari manusia, ataupun makhluk Allah lainnya.

Itulah sebabnya kita harus selalu ingat dan bersyukur, karena Allah telah menciptakan kita dalam bentuk yang sebaik-baiknya, memelihara, melindungi, dan memenuhi kebutuhan hidup kita. Nikmat-Nya begitu banyak mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, yang kasat mata maupun yang tidak, serta yang hanya bisa dirasakan oleh hati dan perasaan. Ingatlah akan firman Allah :

Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-Mukmin [40]: 78)

Agar kita tidak pernah lupa akan nikmat Allah, aktifitas berikut kiranya dapat kita renungkan dan cobakan. Pernahkan kita bertanya pada diri sendiri ”Siapakah yang membimbing kita kepada jalan petunjuk ini? Mengapa kita bisa demikian, sementara orang lain tidak dituntut seperti kita?”

Ingatlah ketegasan Allah, ”Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.’ Katakanlah: ’Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu. Sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar." (QS. Al-Hujurat [49]: 17)

Demikian juga pada saat kita terjaga dan bangun dari tidur ditengah malam buta, adakah terlintas dalam benak kita: siapa sebenarnya yang membangunkan kita, apakah itu kekuatan diri kita sendiri atau semua itu merupakan karunia Allah dan nikmat-Nya.

Subhanallah! Kita ini adalah orang-orang yang tenggelam dalam samudra kenikmatan Allah yang Maha Rahman. Sayangnya secara umum kita sering lupa akan nikmat Allah. Semoga walaupun kita sering lupa, kita tidak pernah mengingkari nikmat Allah. Mudah-mudahan kita senantiasa mampu dan bersyukur kepada Allah SWT sebagaimana doa hamba yang saleh yang dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an.

”.... Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqaaf [46]: 15)

Allah telah mengangkat kedudukan umat Nabi Muhammad SAW ini dengan suatu karunia yang tidak pernah diperoleh umat-umat sebelumnya. Allah menciptakan ikatan hubungan dalam ibadah umat Islam kepada Rabb, dan sekaligus menciptakan hubungan muamalah antara mereka dan mahluk-mahluk-Nya (hablum minallah dan hablumminannas secara sistemik, logis, objektif, dan rasional). Karena dua anugerah ini dianggap sebagai unsur yang paling fundamental dari banyaknya pahala. Dengan anugerah ini pulalah kelak dikemudian hari, umat Nabi Muhammad SAW akan mencapai jumlah setengah dari seluruh penghuni surga.

Sebagai nasehat mulia, perlu kita renungkan bahwa kita harus senantiasa bersyukur kehadirat Allah SWT disertai keyakinan bahwa Allahlah yang Maha Pemberi, Maha Kaya, Maha Mulia, Maha Luas rahmat-Nya, Rabb yang Maha Mengasihi hambanya, pemberi anugerah yang berlimpah ruah yang tidak pernah bisa disamai siapa pun yang ada dibumi maupun di langit untuk memberi yang lebih banyak dari itu.

”.... Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 261)

Nikmat yang telah diberikan oleh Allah kepada seluruh hambanya yang ada dimuka bumi ini merupakan wujud dari adanya rasa syukur hambanya tersebut. Rasa syukur merupakan implementasi hati terhadap  apa yang telah diperolehnya.

Adapun keutamaan rasa syukur berkaitkan dengan zikir. Allah Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya zikrullah (mengingat Allah) itu lebih besar” (QS. Al-Ankabut [29]: 45)

Rasa sukur ini dinyatakan dengan mengetahui bahwa tiada pemberi kenikmatan selain Allah. Kemudian apabila kita diminta memerinci atas segala sesuatu yang kita perlukan dari urusan-urusan penghidupan, maka akan timbul kegembiraan mengingat besarnya pemberian Allah serta karunia-Nya pada kita.

Adapun syukur yang dinyatakan dengan hati, maka dilakukan dengan menyembunyikan kebaikan bagi seluruh manusia, selalu menghadirkan rasa terima kasih dalam ingatan, mengingat Allah Ta’ala sehingga tidak melupakannya.

Syukur dengan lisan dinyatakan dengan banyak mengucap tahmid. Dengan anggota tubuh dinyatakan dengan menggunakan nikmat-nikmat Allah Ta’ala dalam menaati-Nya  dan menghindari  penggunaan nikmat Allah untuk mendurhakai-Nya. Syukur mata dinyatakan dengan menutupi setiap kejelekan yang kita lihat sebagai seorang muslim dan tidak menggunakan mata untuk melihat maksiat. Syukur lewat kedua telinga dinyatakan dengan menutupi kejelekan-kejelekan yang didengar dan mendengarkan apa-apa yang diperbolehkan saja.

Dikisahkan bahwa Nabi SAW berkata kepada seorang laki-laki, ”Bagaimana keadaanmu di waktu pagi ini?”

Orang itu menjawab, ”Baik.”

Nabi SAW mengulangi pertanyaan itu dan orang tersebut menjawabnya hingga pada ketiga kalinya ia menjawab, ”Keadaanku baik dan aku memuji syukur kepada Allah Ta’ala.”

Nabi SAW bersabda, ”Inilah yang aku inginkan darimu.”

Setiap orang ketika ditanya tentang sesuatu, maka ia selalu memberi salah satu dari dua jawaban; bersyukur atau mengeluh. Bila ia bersyukur, maka ia pun telah mentaati Allah. Dan apabila mengeluh, maka ia pun durhaka pada-Nya.

Dalam satu riwayat lainnya dikatakan: ”Jika ada yang bertanya, ’Apa makna syukur, sedangkan syukur adalah nikmat sempurna dari Allah SWT?’

Maka kami menjawab, ’Pertanyaan ini  telah terlintas dihati Dawud dan Musa AS.’ Maka Musa AS berkata, ’Bagaimana aku mensyukuri-Mu, sedang aku tak dapat mensyukuri-Mu kecuali dengan nikmat yang berasal dari nikmat-Mu?’ Kemudian Allah Ta’ala mewahyukan kepadanya, ’Apabila engkau mengetahui ini, maka engkaupun telah menyukuri Aku.’ Dalam versi lain dikatakan, ’Apabila engkau tahu bahwa nikmat-nikmat itu berasal dari Ku, maka Aku rela hal itu sebagai pernyataan syukur darimu.”

Dengan menyadari semua hal yang dipaparkan diatas, kita harus memahami konsep waktu serta berusaha untuk menggunakannya secera optimal. Waktu adalah nikmat Allah yang pada dasarnya merupakan harta termahal bagi manusia. Adalah ketidaktepatan yang nyata jika menyatakan bahwa waktu adalah uang. Waktu tidak dapat kita bandingkan dengan uang, emas, atau intan permata karena waktu adalah kehidupan itu sendiri.

Rasul bahkan mengingatkan kita agar selalu memanfaatkan lima situasi dan kondisi positif yang ada pada diri kita sebelum ada lima perkara negatif lainnya yang datang menyerbu waktu kita sehingga banyak waktu dan kesempatan yang terbuang. Nasehat serta peringatan Rasulullah SAW adalah agar kita memanfaatkan waktu sehat sebelum waktu sakit, memanfaatkan waktu sempat sebelum datang waktu kesempitan, memanfaatkan waktu muda sebelum datang masa tua, memanfaatkan kaya sebelum jatuh miskin, dan memanfaatkan hidup sebelum datang kematian. Kelima hal tersebut harus digunakan untuk beribadah kepada Allah SWT maupun bergaul dengan sesama mahluk.

Nabi bersabda, ”Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya serta baik amalnya.” (HR Imam Ahmad).

Semoga Allah SWT senantiasa lebih banyak lagi mencurahkan nikmatnya kepada kita. Berbahagialah kita karena telah memperoleh nikmat umur yang panjang hingga kita masih bisa menjumpai tahun baru. Semoga Allah yang Maha Pemurah selalu mencurahkan nikmat-Nya sehingga kita bisa mengisinya dengan amal-amal shaleh serta perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Allah. Semoga kita dihindarkan dari penyakit terlalu cinta dunia dan takut kehilangan. Semoga pula kita dapat selalu berterima kasih kepada semua perantara datangnya nikmat Allah pada kita dan memanfaatkan nikmat yang ada untuk mendekat kepada Allah SWT. Amin Ya Rabbal Alamin.

 

*Tulisan ini merupakan tulisan lama dari Almagfurlah KH. Kamilun Muhtadin yang diunggah ulang oleh redaksi dalam rangka mengenang nasihat-nasihat beliau.

 

Tasawuf 
Bagikan