Imam al-Karabisi Pencetus Lafad Quran Adalah Makhluk

Sabtu, 04 Jun 2022, 18:44 WIB
Imam al-Karabisi Pencetus Lafad Quran Adalah Makhluk
al-Quran (Sumber: Pesantren.id)

Imam Abu  Ali Husain bin Ali al-Karabisi (wafat 245/248 H) adalah seorang ulama ahli hadis terpercaya. Sebelum menganut madzhab Syafi’i, Imam al Karabisi menganut madzhab Hanafi. Awalnya beliau termasuk sebagai Ahlu ar-Ra’yi (pengikut mazhab rasional) hingga kemudian keluar dari kelompok yang lebih mengedepankan akal tersebut. Selepas itu, al-Karabisi belajar langsung kepada Imam Syafi'i. Bahkan beliau sangat rajin mengikuti majelis keilmuan Imam Syafi’i di Baghdad, hingga menjadi pengikut setia mazhab fikih Syafi’i. Selain belajar kepada Imam Syafi’i, al-Karabisi juga belajar kepada Ishaq al-Azraq, Ma’in bin Isa, Yazid bin Harun dan Ya’qub bin Ibrahim.

Dalam Thabaqat al-Fuqaha’ Syafi’iyyin Ibu Katsir ad-Dimasyqi menyebut Imam Abu Ali Husein bin Ali al-Karabisi sebagai seorang faqih agung yang cerdas, fasih dalam berbicara dan menguasai berbagai macam bidang ilmu, seperti ilmu hadis, fikih dan ushul. Sedangkan adz-Dzahabi, dalam Siyar A’lâm an-Nubalâ’ menyebutnya sebagai ulama cerdas, fasih dan memiliki ilmu seluas lautan. Sementara itu Imam Abu Asim al-Abadi berkata “Dia adalah salah satu penghafal terkemuka, dan ahli hukum yang paling maju dalam pengetahuan tentang usul fiqh, dan penyelidik atas pertimbangan”

Sebagai seorang ulama’ besar, Imam al-Karabisi pernah berselisih dengan saudara seperguruannya yakni Imam Ahmad bin Hanbal. Dalam Tarikh al-Baghdad disebutkan, seorang laki-laki bertanya kepada Imam al-Karabisi tentang narasi "Lafzhi bil-Qur'an makhluq" (pelafazhan al-Qur'an-ku adalah makhluk). Beliau menjawab, itu makhluk. Kemudian laki-laki itu datang kepada Imam Ahmad dan menceritakan ucapan itu. Imam Ahmad ingkar dan berkata bahwa ucapan tersebut adalah bid'ah. Laki-laki itupun kembali menemui Imam al-Karabisi dan menceritakan ucapan Imam Ahmad tersebut. Imam al-Karabisi berkata: "Ucapan al-Qur'an-mu bukan makhluk!" Lantas laki-laki itu kembali menghadap Imam Ahmad dan menceritakan rujuknya Imam al-Karabisi. Imam Ahmad kembali berkata bahwa ucapan itupun juga bid'ah. Laki-laki itupun kembali kepada Imam al-Karabisi dan menceritakan ingkarnya Imam Ahmad terhadap ucapan tersebut. Imam al-Karabisi pun berkata: "Apa yang harus kami lakukan dengan ucapan anak kecil ini?!Aku bilang makhluk dia sebut bid'ah. Aku bilang tidak makhluk diapun sebut bid'ah". Kemudian laki-laki itu kembali menyampaikan ucapan al-Karabisi kepada Imam Ahmad dan murid-murid Imam Ahmad yang tahu menjadi marah hingga mencaci maki Imam al-Karabisi.

Dari peristiwa itu lantas muncul istilah bid’ah lafdziyyah. Adz-Dzahabi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata:

فَأَوَّلُ مَنْ أَظْهَرَ مَسْأَلَةَ اللَّفْظِ حُسَيْنُ بنُ عَلِيٍّ الكَرَابِيْسِيُّ

“Orang yang pertama kali mempopulerkan lafdziyyah adalah Husain bin ‘Ali Al-Karabisi.” (Siyar A’laam An-Nubalaa)

Bila ditelisik, bid’ah lafdziyyah membuat masalah menjadi kabur. Karena perkataan “lafadzku” bisa bermakna dua hal yang berbeda. Pertama, “lafadz” dalam arti “suara manusia”, yang dihasilkan dari gerakan mulut, bibir, gigi dan lidah serta dihasilkan oleh pita suara. Maka suara manusia adalah makhluk, apa pun yang diucapkan, baik itu Al-Qur’an atau bukan Al-Qur’an. Kedua, “lafadz” dalam arti “apa yang diucapkan”. Jika yang diucapkan adalah Al-Qur’an, maka Al-Qur’an itu bukan makhluk, akan tetapi kalamullah. Sedangkan jika yang diucapkan adalah selain Al-Qur’an, maka hal itu tentu saja makhluk.

Ucapan semacam ini hanyalah dimunculkan oleh Jahmiyyah untuk membuat aqidah menjadi kabur dan rancu. Pada asalnya, ucapan ini tidak kita benarkan, tidak pula kita salahkan, karena memang ada kemungkinan benar dan salah. Akan tetapi, karena sebetulnya yang mereka maksudkan adalah makna yang ke dua, namun mereka sengaja memakai kalimat yang multi tafsir supaya tidak tampak nyata penyimpangan mereka, maka para ulama pun kemudian melarang ucapan semacam ini. Ucapan inilah yang kemudian menjadi syi’ar di antara syi’ar-syi’ar kelompok Jahmiyyah untuk menimbulkan kerancuan aqidah di tengah-tengah kaum muslimin. Oleh karena itulah Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata:

مَنْ قَالَ لَفْظِي بِالْقُرْآنِ مَخْلُوقٌ فَهُوَ جَهْمِيُّ

“Barangsiapa berkata, “lafadzku terhadap Al-Qur’an itu makhluk”, maka dia adalah pengikut Jahmiyyah.” (Kitab as-Sunnah, karya ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal)

Akibat peristiwa itu pula Muhammad bin Abdullah ash-Shairafi asy-Syafi'i berpesan kepada muridnya, “Ambillah pelajaran dari keadaan al-Karabisi dan Abu Tsaur. Husain al-Karabisi kapasitas ilmu dan hafalannya tidak bisa ditandingi oleh Abu Tsaur walaupun hanya sepersepuluhnya. Tapi Ahmad (bin Hanbal) berbicara tentangnya dalam permasalahan lafadz (terhadap al-Qur'an), sehingga ia (yakni al-Karabisi) pun jatuh. Dan Ahmad memuji Abu Tsaur sehingga menjadi tinggi kedudukannya disebabkan ia berpegang teguh kepada sunnah.”

Beberapa ulama' yang berada di barisan Imam al-Karabisi adalah Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Tsaur, Imam Muhammad bin Nashr, Imam Harits al-Muhasibi, Imam Ibn Kullab, dan lain-lain. Sementara di barisan Imam Ahmad terdapat Imam Abu Hatim dan adz-Dzuhli. Menanggapi perselisihan tersebut mayoritas ulama’ sependapat dengan Imam al-Karabisi. Keputusan yang dikatakan dan dilakukan Imam Ahmad dianggap tidak benar dan juga dianggap berlebihan dalam mengkafirkan. Imam adz-Dzahabi dalam Siyar A'lam an-Nubala' menyatakan bahwa apa yang dikatakan oleh al-Karabisi adalah yang haq.

 

Ulama Dunia  Ulama  Santri Gading  Kisah Ulama  Imam Syafi'i  Imam al Karabisi  Biografi Ulama  Ulama Internasional 
Mochammad Syaifulloh

Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda. Bersama beberapa sahabat santri PPMH bergiat di Komunitas Peparing (Penulis Pesantren Gading)

Bagikan