Sumber: Kitab Fathul Mu’in
وسن: تسمية أوله تسمية أوله، فغسل الكفين، فسواك بخشن، فمضمضة، فاستنشاق، وجمعهما بثلاث غرف، ومسح كل رأس، والأذين، ودلك أعضاء، وتخليل لحية كثة وأصابع، وإطالة غرة وتحجيل، وتثليث كل، وتيامن، وولاء، وتعهد موق، واستقبال، وترك تكلم وتنشيف، والشهادتان عقبه وشربه من فضل وضوئه، واليقتصر حتما على واجب لضيق وقت أو قلة ماء، وندبا لإدراك جماعة.
Disunnahkan (bagi orang yang berwudhu): membaca basmalah, membasuh kedua telapak tangan, bersiwak dengan sesuatu yang berserat kasar, berkumur, menghirup air kehidung, membarengkan berkumur dan menghirup air kehidung pada tiga cidukan, mengusap seluruh kepala, (mengusap) kedua telinga, menggosok anggota (wudhu), menyela-nyelai jenggot yang tebal dan (menyela-nyelai) jari-jari, memanjangkan ghurroh dan tahjil, mengulang tiga kali, tayamun, terus menerus, mengupayakan membasuh bagian sudut mata, menghadap kiblat, tidak berbicara dan menyeka air, membaca syahadat setelah berwudhu dan minum sisa air wudhu, membatasi diri pada (basuhan atau usapan) yang wajib sajak arena waktu yang sempit dan sedikitnya air, dan (sunnah) mengikuti jamaah.
Pertama, membaca basmalah pada permulaan wudhu. Paling sedikitnya lafadz yang dibaca adalah “bismillah” dan paling legkapnya “bismillahirrahmanirrahim”. Apabila lupa dalam membaca basmalah pada permulaan berwudhu, maka sunnah membaca “bismillahi awaalahu wa akhiirohu” pada tengah-tengah berwudhu, dan tidak disunnahkan membacanya selesai berwudhu. Dalam membahas masalah kesunnahan membaca basmalah ini, bahkan oleh Imam Ahmad dianggap suatu kewajiban, sedangkan menurut ulama’ yang lain adalah sunnah.
Kedua, membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan secara bersama-sama. Diawali membaca basmalah bersamaan dengan niat berwudhu dalam hati.
Ketiga, bersiwak. Hal ini didasari hadits shohih لولا أن أشق على أمتي، لأمرتهم بالسواك عند كل وضوء (Kalau seandainya aku tidak memberatkan umatku, pasti akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap berwudhu). Bersiwak bisa dilakukan dengan benda yang berserat kasar seperti sesobek kain atau kayu benalu. Bersiwak lebih utama memakai kayu ‘ud (kayu garu), yang mempunyai aroma yang harum. Akan tetapi yang paling utama adalah memakai kayu arok.
Sekalipun anjuran bersiwak ini adalah menggunakan benda-benda kasar, akan tetapi tidak diperbolehkan bersiwak menggunakan jari. Sementara itu, Imam Nawawi tidak berpendapat demikian.
Keempat dan kelima, secara berturut-turut adalah berkumur dan menghirup air kehidung. Kesunnahan ini karena ittiba’ Rasulullah saw. Dalam melakukannya, paling tidak dilakukan dengan cara memasukkan air kedalam mulut dan hidung. Sunnah memasukkan air kedalam mulut lalu memutar-mutarkan air tersebut setelah itu memuntahkannya. Dan sunnah pula menghirup air kehidung lalu menyemprotkannya. Bagi selain orang yang berpuasa, dianjurkan mengupayakan dengan maksimal dalam berkumur dan menghirup air. Karena jka dalam keadaan berpuasa, dikhawatirkan air tersebut masuk dan menyebabkan batalnya puasa.
Keenam, berkumur dan menghirup air secara bersamaan ke dalam hidung pada tiga cidukan, masing-masing ciduk dipakai untuk berkumur dan dihirup ke dalam hidung.
Ketujuh, mengusap seluruh kepala. Bila seseorang ingin mengusap sebagian kepala, bagian utama yang diusap adalah bagian ubun-ubun. Disunnahkan pula ia menyempurnakannya dengan mengusap surban atau kopyah jikalau ia memakainya.
Kedelapan, mengusap kedua telinga luar dalam. Sedangkan mengusap leher bukan merupakan suatu kesunnahan karena tidak ada dasarnya.
Kesembilan, menggosok-gosokkan tangan pada anggota yang sudah terkena air.
Kesepuluh, menyela-nyelai jenggot yang tebal dan (menyela-nyelai) jari-jari. Menyela-nyelai jenggot dilakukan dengan cara memasukkan jari-jari tangannya dari arah bawah jenggot. Adapun cara menyela-nyelai jari-jari tangan adalah dengan tasybik (ngapurancang),sedangkan cara menyela-nyelai jari-jari kaki adalah dengan menggunakan jari kelingking tangan kanan dimasukkan dari arah bawah kaki, dimulai dari sela-sela jari kelingking kaki kanan dan diakhiri pada jari-jari kelingking kaki kiri.
Kesebelas, memanjangkan ghurroh dan tahjil. Memanjangkan ghurroh maksudnya seorang mutawadhi’ (orang yang berwudhu) ketika membasuh wajah, ia menyertakan juga bagian depan kepala, dua telinga, dan kedua sisi samping leher. Sedangkan memanjangkan tahjil bisa dilakukan dengan cara melebih-lebihkan basuhan, seperti menyertakan kedua bahu ketika membasuh kedua tangan dan dua betis ketika membasuh kedua kaki.
Kedua belas, mengulang tiga kali pada tiap-tiap basuhan, ucapan, gosokan, bersiwak, menyela-nyelai, membaca basmalah dan membaca do’a setelah wudhu. Pengulangan sebanyak tiga kali ini tidak menjadi sah ketika dilakukan sebelum sempurna basuhan yang wajib atau ketika wudhu sudah selesai secara sempurna.
Ketiga belas, mendahulukan anggota wudhu sebelah kanan (tayamun). Kesunnahan ini didasari oleh perbuatan Nabi saw yang suka mendahulukan bagian kanan pada segala perbuatan yang bersifat takrim (memuliakan) seperti memakai celak, memakai sandal, memotong kuku, memotong rambut, mengambil, memberi, bersiwak, dan menyela-nyelai. Adapun hukum meninggalkan tayamun ini adalah makruh.
Keempat belas, sambung menyambung antara perbuatan wudhu yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara segera membasuh satu anggota sebelum basuhan anggota lain yang didepannya kering kembali. Adapun sambung-menyambung ini wajib dilakukan bagi orang yang beser.
Kelima belas, mengupayakan membasuh bagian tumit dan sudut mata (dua tepi mata di dekat hidung dan dua tepian mata bagian luar) dengan menggunakan jari telunjuk.
Keenam belas, menghadap kiblat saat berwudhu
Ketujuh belas, tidak berbicara saat berwudhu kecuali bacaan-bacaan wudhu atau ketika ada keperluan berbicara. Adapun menjawab salam dan mengucapkan salam bagi orang yang sedang berwudhu tidaklah makruh. Disunnahkan pula tidak menyeka air pada anggota wudhu kecuali ada udzur.
Kedelapan belas,membaca dua kalimat syahadat setelah berwudhu dengan bersegera (tidak ada pemisah waktu yang lama). Hendaknya membacanya dengan menghadap kiblat sambil mengangkat kedua tangan dan menatap ke arah langit-langit, bahkan jika orang itu buta sekalipun. Kesunnahan membaca dua kalimat syahadat ini didasari oleh hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Rasulullah saw.
Imam at-Turmudzi menambah bacaan اللهم اجعلني من التوابين واجعلني من المتطهرين setelah membaca dua kalimat syahadat. Kemudian ditambah membaca sholawat kepada baginda Nabi saw beserta keluarganya. Lalu ditutup dengan membaca surat al-Qadr sebanyak tiga kali dengan menghadap kiblat tanpa mengangkat kedua tangan.
Disunnahkan (pula) meminum air sisa berwudhu, didasari hadits yang berbunyi: إن فيه شفاء من كل داء . Akan tetapi tidak diperbolehkan meminum air sisa berwudhu ketika air yang digunakan (untuk bersuci) ialah air waqaf untuk minum, demikian pula air yang tidak diketahui kesuciannya bila dilihat dari berbagai aspek.
Kesembilan belas, bagi seorang mutawadhi’ (orang yang berwudhu) wajib membatasi diri pada usapan dan basuhan yang wajib saja, jika ditemui sisa waktu yang sempit antara berwudhu dan sholat. Wajib (pula) membatasi diri ketika air yang digunakan sedikit.
Keduapuluh, orang yang berwudhu sunnah membatasi diri pada kewajibannya saja, bila saat itu ia tergesa-gesa agar bisa mengikuti jamaah yang bisa dibilang itu adalah jamaah satu-satunya pada waktu itu. (am).