Overthinking? Ikut Tips Imam Ghazali Saja!

Ahad, 31 Jul 2022, 12:27 WIB
Overthinking? Ikut Tips Imam Ghazali Saja!
Ilustrasi Thulul Amal (sumber: alif.id)

Bahasan fenomena overthinking kini menjadi  obrolan hangat yang melekat di kalangan pemuda. Sebagaimana jamak dimengerti, overthinking merupakan  momen tatkala seseorang tenggelam dalam pemikirannya sendiri yang menghasilkan suatu kecemasan dan kekhawatiran berlebih. Pada forum kuliah daring, Wirdatul Anisa Psikolog dan Peneliti CPMH UGM mengungkapkan bahwa overthinking dapat berupa ruminasi dan khawatir. Ruminasi adalah kecenderungan untuk terus memikirkan hal yang telah berlalu. Merasa hari ini akan lebih baik jika kemarin melakukan suatu hal juga merupakan salah satu bentuk masa lalu. Sedangkan khawatir adalah kecenderungan memikirkan prediksi yang negatif. Menurut artikel ilmiah berjudul Emotional Knots and Overthinking oleh Domina Petric (2018), beberapa peneliti juga mengatakan bahwa overthinking mengaktifkan bagian-bagian otak yang dapat memproduksi rasa takut dan cemas. Jika terus berlanjut, perasaan khawatir dan ruminasi dapat berubah menjadi catastrophizing yaitu salah satu bentuk distorsi kognitif. Ketika seseorang mengalami catastrophizing ia akan melebih-lebihkan dan memiliki pikiran yang tidak rasional serta merasa tidak mendapatkan jalan keluar.

Diskursus mengenai overthinking sebenarnya bisa ditarik ke dalam kajian tasawuf mengingat para sufi menyebut perasaan macam ini dengan istilah thulul amal. Kata thul  bermakna “panjang”, sedangkan ‘amal berarti angan-angan. Pemaknaan harfiah dari overthinking dan thulul amal kiranya dapat didudukkan dalam posisi yang setara. Adapun anggapan yang mendikotomi keduanya dengan dalih thulul amal hanya melulu mengangkat isu ibadah sementara overthinking berkaitan dengan produktivitas kerja kiranya juga bisa di kesampingkan mengingat hakikat bekerja juga termasuk dalam kategori ibadah ghairu mahdah.

Susah tidur, selalu merasa lelah, dan merasa takut akan masa depan merupakan beberapa indikator awal tatkala dirundung overthinking. Apabila ditarik lebih jauh, kondisi seperti itu terjalin dari benang merah yang sama. Dalam Kitab Nadhrotu an-Naim fi Makarimi al-Akhlaqi ar-Rasul al-Karim termaktub argumen  Imam Ghazali R.A yakni,

 

قال الإمام الغزاليّ رحمه اللّه: اعلم أنّ طول الأمل له سببان، أحدهما: الجهل، والآخر: حبّ الدنيا.

“Ketahuilah! bahwa thulul amal disebabkan oleh dua hal. Pertama karena kebodohan. Kedua karena cinta dunia”

Karena ketidaktahuan, seseorang (terutama pemuda)  menjadi  terhalang dari fakta bahwa kematian menjemput siapapun tanpa pandang usia. Perasaan panjang angan lantas muncul karena prasangka usia hidup masih lama. Padahal secara logika, siapa tentang esok? Bukankah waktu yang lewat adalah sejarah, yang sekarang adalah anugerah, dan waktu yang akan datang adalah misteri? Tak ada kondisi apapun yang bisa dijadikan acuan atas jemputan kematian. Sebab kematian akan datang kapanpun sesuai takdir  tuhan. Masalahnya, memiliki angan-angan yang panjang membuat manusia lupa akan hal tersebut. Kelalaian ini lantas membawa jerumus cinta dunia yang semakin keras menahan hati untuk memikirkan kematian. Tentu hal ini sangat berbahaya bagi sepritual manusia. Apabila sudah kronis, seseorang akan bersicepat dalam urusan duniawi sedangkan dalam urusan akhirat justru menunda-nunda. Oleh sebab itu, Imam Abdullah al-Haddad menyatakan dalam Nashoihu ad-Diniyah:

مِنْ أَضَرِّ الْاَشْيَاءِ عَلىَ الْاِنْسَانِ طُوْلُ الْاَمَلِ

“Diantara hal yang paling berbahaya bagi umat manusia adalah thulul-amal.”

Memang bukan hal yang mudah untuk mengubah kebiasaan overthinking  alias thulul amal.  Perlu kemauan dan tekad yang kuat. Namun, untuk mengurangi kebiasaan overthinking bisa dimulai dari menyadari apa yang sedang dipikirkan kemudian mengarahkan pikiran ke arah yang lebih rasional. Dalam konteks ini, kiranya dibutuhkan refleksi mendalam bukankah mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi kematian lebih urgent ketimbang terus mengkhawatirkan sesuatu yang masih misteri? Tak ayal, Imam Ghazali memberi tips agar tidak dilanda perasaan seperti ini. Menurut beliau sebagaimana terserat dalam Kitab Ihya Ulumuddin, obat yang manjur dalam mengobatii thulul amal alias overthinking adalah memperbanyak mengingat kematian. Semakin banyak seseorang mengingat kematian dan akhirat, maka semakin sedikit pula angan-angan kehidupan duniawinya. Wa Allahu A’lam dan selamat mencoba!

thulul amal  stoisisme  sikap hati  Santri Pesantren Gading Malang  Santri Gading  qanaah  overthinking  Dakwah Santri 
Mochammad Syaifulloh

Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda. Bersama beberapa sahabat santri PPMH bergiat di Komunitas Peparing (Penulis Pesantren Gading)

Bagikan