Diantara sekian banyak murid Nashir as-Sunnah Imam Syafi’i, Imam Abu Ali az-Za’farani memiliki sebuah keistimewaan tersendiri. Sebagaimana termaktub dalam kitab Siyar A’lâm an-Nubalâ’ Juz 12 karya Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi, disebutkan bahwa Ibnu Hibban berkata:
كان أحمد بن حنبل وأبو ثور يحضران عند الشافعي ، وكان الحسن بن محمد الزعفراني هو الذي يتولى القراءة عليه
Ahmad bin Hanbal dan Abu Thawr biasa menghadiri (majelis) Al- Syafi'i , dan Al-Hassan bin Muhammad Al-Zaafarani adalah orang yang mengambil alih bacaan atasnya.
Kealiman Imam Abu Ali juga mendapat legitimasi dari banyak ulama. Penguasaannya atas ilmu hadis dan fiqih melatarbelakangi Imam Abu Ashim berkata bahwa kitab-kitab Iraqi (yang berasal dari Irak) dinisbatkan kepadanya. Penuturan Imam an-Nasa’i bahwa Imam Abu Ali merupakan perawi yang Tsiqah juga semakin mengukuhkan kealiman beliau. Sementara itu, Ibnu ‘Adi mengatakan, “Dia (az-Za’farani) adalah orang yang fasih dalam berbicara dan memiliki retorika yang bagus.”
Nama lengkap beliau adalah Imam Abu Ali al-Hasan bin Muhammad ash-Shabah al-Bagdadi az-Za’farani. Beliau lahir pada tahun 172 H dan semasa hidupnya dikenal sebagai seorang pakar fikih dan pakar hadis dari Baghdad. Nama az-Za’farani dinisbatkan pada daerah Darb az-Za’faran yang berada di antara daerah Bab as-Sa’ir dan daerah Karkh.
Menukil dari kitab Siyar A’lâm an-Nubalâ’, Ahmad bin Muhammad al-Jarrah berkata, aku mendengar Imam az-Za’farani berkata: Ketika aku membaca kitab ar-Risalah di hadapan Imam Syafi’i beliau bertanya kepadaku: Dari Arab mana engkau? kujawab: Saya bukan orang Arab, dan saya hanya dari desa yang bernama al-Zafaraniyah. Lantas Imam Syafi’i berkata: Engkau adalah penguasa desa ini.
Apabila menilik sanad keilmuan beliau, Imam al-Hasan bin Muhammad ash-Shabah Azza’farani belajar fikih dan hadis kepada Imam Syafi’i. Pada waktu itu, Imam Syafi’i masih bermukim di Baghdad, sehingga Imam Abu Ali merupakan pengikut qaul qadim Imam Syafi’i. Dalam hal ini, Imam Mawardi mengatakan bahwa Imam Abu Ali az-Za’farani merupakan perawi qaul qadim yang paling tsabit. Tidak hanya kepada Imam Syafi’i, beliau juga berguru kepada Sufyan bin ‘Uyainah, Abu Mu’awiyah adh-Dharir, Isma’il bin ‘Ulayya, ‘Ubaidah bin Hamid, Waqi’ bin Jarrah, Abul Wahab ats-Tsaqafi, Muhammad bin Abi ‘Adi, Yazid bin Harun, Hajjaj bin Muhammad, dan Abu Abdillah asy-Syafi’i.
Karya Imam Abu Ali az-Za’farani yang telah terpublikasi adalah Musnad Bilal bin Rabah. Kitab ini berisi hadis-hadis yang diriwayatkan dari Sahabat Bilal bin Rabah perihal adzan dan kaifiyah salat Nabi Muhammad SAW di dalam Ka’bah. Diantara penerus adalah Imam al-Bukhari, Imam Abu Dawud, Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa’i, Zakaria as-Saji, Ibnu Khuzaimah, Abu ‘Awanah al-Isfirayaini, Abu Sa’id bin al-A’rabi, Abu al-Qasim al-Bughawi, Abu Muhammad bin Sha’id, Abu Bakar bin Ziyad, al-Qadhi al-Muhamili, dan lainnya.
Imam Abu Ali az-Za’farani meninggal pada Bulan Sya’ban - dan Ibn Qani' berkata: Pada bulan Ramadhan - tahun 260 H, Sementara menurut Imam al-Samani dalam kitab Al Ansab disebutkan bahwa Imam Abu Ali az-Za’farani meninggal di bulan Rabi' Al-Akhir di tahun 249 H, semoga Allah SWT merahmatinya.
Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda. Bersama beberapa sahabat santri PPMH bergiat di Komunitas Peparing (Penulis Pesantren Gading)