Aisyah yang Kemerahan

Kamis, 22 Nov 2018, 17:45 WIB
Aisyah yang Kemerahan
Aisyah Ra. (Dok. PPMH)

Sayyidatina Aisyah dinikahi oleh Rasulullah ketika masih kanak-kanak. Banyak pihak yang memandang dengan sekedip mata akan peristiwa ini. Bermacam pendapat miring dilontarkan oleh pihak-pihak yang tidak sekubu dengan ajaran yang diajarkan Rasulullah. Dengan membusungkan dada bak seorang raja mereka bertitah  bahwa Rasulullah menyukai anak di bawah umur sebagai pasangannya. Sebagai Umat yang mengaharap syafaat Rasulullah, kita tak seyogyanya mengangguk dengan pendapat miring tersebut. Sebagai makhluk Allah yang maksum, Allah menjaga Rasulullah dari perbuatan yang tercela. Tentu ada hikmah dibalik pernikahan Rasulullah dengan Aisyah yang masih belia tersebut. Sebagai anak yang masih belia, Aisyah mempunyai ingatan yang sangat tajam dan waktu yang panjang di samping Rasulullah, dengan hal tersebut diharapkan Aisyah dapat merekam segala tindak tanduk Rasulullah setiap waktu. Maka tidak heran jika selama ini hadis yang kita jumpai, paling banyak diriwayatkan oleh Aisyah r.a.

Sebagai anak-anak pada umunya, kerap kali Aisyah bersenda gurau dengan sahabat-sahabat kecilnya. Seiring dengan hal itu, Rasulullah tak pernah sekalipun membatasi atau melarang perilaku Aisyah yang sesuai dengan umurnya selama itu tidak berlawanan dengan Agama. Tak pernah sehari pun Rasulullah bersabda “kamu ini istri seorang Rasul yang mempunyai kedudukan agung di sisi Allah. Jadilah manusia yang sempurna, jadilah simbol keagungan dan kegagahan”. Bila Rasulullah ingin meluruskan keinginan Aisyah yang menyimpang, dengan bijak beliau melakukan dengan metode pendampingan, memberi nasihat, tanpa memaki. Rasulullah senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, dan kelembutan melebihi apa yang didapatkan Aisyah dari orang tuanya. Hal tersebut dilakukan Rasulullah karena Beliau ingin Aisyah tumbuh dengan alami sesuai tabiat dalam dirinya.

Rasululllah sangat mengetahui seluk-beluk jiwa Aisyah. Tahu kapan jiwanya sensitif, kapan bahagianya selangit. Ketika menegurnya pada suatu situasi yang jernih, beliau bersabda, “aku tahu kapan kamu marah, kapan kamu bahagia.” Aisyah  sangat heran, bagaimana Rasulullah mengetahui perasaannya yang sudah ia sembunyikan dengan rapi. Dengan tersipu Aisyah menjawab, “Demi Allah, wahai Rasulullah, hanya namamu yang kutinggalkan.” Rasulullah hidup bahagia bersama Aisyah. Kadang beliau meminta Aisyah untuk menyisirkan rambutnya. Terkadang Aisyah sendiri yang berinisiatif menyisirkan rambut beliau. Bila Aisyah minum dari suatu bejana, maka Rasulullah juga minum dari bejana tersebut tepat pada tempat bibir Aisyah.

Aisyah menjadi yang paling diperhitungkan diantara istri-istri Rasulullah karena keistimewaan yang dimilikinya. Ia satu-satunya istri Rasulullah  yang masih gadis. Selain itu, ia juga merasa parasnya lebih jelita dan kedudukannya di sisi Rasulullah lebih istimewa. Hal ini terlihat dari perlakuan Rasulullah yang lembut dan mesra kepada dirinya. Aisyah dijuluki sebagai Humayra’, nisbah untuk kulitnya yang seperti bunga, putih kemerah-merahan. Sungguh julukan yang melambangan kecantikannya dan betapa Rasululllah terpesona olehnya. Aisyah sangat menyukai julukan ini.

Seiring naluri kewanitaan yang mengalir dalam jiwanya, Aisyah juga sering merasakan kecemburuan terhadap Rasulullah. Suatu malam setelah tidur tenang bersama Rasulullah. tiba-tiba Aisyah terbangun, namun tak dijumpainya sang suami pujaan di sampingnya. Seketika itu, api cemburu mulai menguasai dirinya. Terlintas pada benaknya, apakah Rasulullah pergi tidur bersama istri yang lain? bukankah malam ini adalah haknya? Lalu ia keluar menyisir semua kamar istri Rasulullah, namun tak dijumpainya juga Rasulullah disana. Akhirnya dijumpailah Rasulullah di Masjid. Rasulullah mengetahui apa yang telah dilakukan Aisyah malam itu. Kemudian Rasulullah memberikan penjelasan dan dicelanya atas apa yang telah Aisyah persangkakakn kepada Beliau. Rasulullah bersabda “Kau cemburu lagi Aisyah? Apakah kamu khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat aniaya padamu? Ini malam nisfu Sya’ban Aisyah!” Meskipun Aisyah sering dilanda gejolak cemburu, Aisyah merasa hidup bahagia bersama Rasulullah. Tak akan indah hidupnya tanpa kasih sayang, bimbingan, perhatian, kedekatan yang telah diberikan Rasulullah untuknya. Kecemburuan Aisyah tak lain adalah sebagai wujud betapa cinta yang sangat mendalam kepada Rasulullah.

Aisyah mengabdikan sepanjang nafasnya hanya untuk Rasulullah. Ia simak setiap kata yang disabdakan Beliau, kemudian dihafalkanlah kata-kata itu dan diketularkan kepada wanita-wanita di sekitarnya. Begitu pula Rasulullah membalas cintanya dengan rasa kasih sayang yang sangat dahsyat. Di mata Rasulullah, Aisyah adalah pujaan. Ketika ditanya Amr ibn Al-Ash, siapa orang yang paling Rasulullah cintai, tanpa ragu beliau menjawab: Aisyah!

Kini Aisyah jadi lebih matang, jadi lebih tinggi kedudukannya di sisi Rasulullah setelah mengetahui pikiran, kecerdasan, dan keihklasan yang ia tunjukkan. Pengakuan ini beliau sampaikan langsung kepada Aisyah. Rasulullah bersabda, “ keutamaan Aisyah atas wanita lain seperti keutamaan tsarid atas semua makanan.” Jibril turun sendiri melihat Aisyah seperti Rasulullah melihatnya. Jibril pun tahu betapa tinggi kedudukan wanita itu di sisi Rasulullah, lalu ia berkirim salam. Rasulullah menyapaikannya kepada Aisyah, beliau bersabda “ wahai Aisyah, ini Jibril menyampaikan salam untukmu.” “semoga keselamatan, rahmat, dan berkah Allah dilimpahkan kepadanya juga.” Balas Aisyah. (fhn)

Sirah Nabawi  Nabi Muhammad SAW  Aisyah Ra. 
Bagikan