Bertamu Sebelum Kau Menutup Pintu
Pada langit yang ungu kali ini,
izinkan aku duduk di beranda retinamu
lalu kunikmati pahit air mata
dan sepotong roti tawar hambar
serupa jalan nasib yang tersalip
di bujur alismu.
Tak ada hujan, nimasku,
hanya ada pelangi dan rintik puisi.
Sebelum nanti,
aku kembali, berduka, berziarah
dengan doa dan bunga
setelah kau menutup pintu,
lalu matamu.
Malang, 2024.
Fatwa Tanah
Hanya bila Engkau datang
pada sepertiga malam,
lepaskan kudus sayap-Mu sehelai saja!
Agar kami bangun sebuah pusara
dan kami gores nama-nama-Mu
dengan rindu yang bisu berabad-abad
setelah pada hari keenam
Engkau jumput liat jangat pucat
untuk sepotong jasad kalifah
yang mencintai lemah tanah.
Lalu kami bersaksi
tiada Tuhan selain Tuhan yang pernah kami temui,
satu kali, hanya suatu kali
pada Jumat yang awal
dan suci.
Malang, 2023
Fatwa Akar
Kami tak sesuci Nandini
yang menyunggi Siwa Murti.
Hanya sekumpulan benang nasib
yang ginaris pada hamparan ayat-ayat-Mu.
Sulur kami menyusu lemah dan udara,
melegamkan galih, menebalkan dahan,
dan melebatkan zirah ranting-ranting.
Tetapi kelak,
bila hujan telah masam dan jarang.
Izinkan kami berkemas
dan kembali hidup menyunggi
bidara, anggur, dan kurma
di tanah yang lain,
yang liyan.
Jombang, 2023
Fatwa Dahan
Sebelum ganjur gerigi
membuat kami buntung.
Kami bisu, kami tahu
ada yang melata
tetapi ingin jiwanya beterbangan,
kemudian Gusti Allah
mengabulkan doa-doanya yang menggantung
di gelambir urat-urat pupa
pada musim yang meranggas.
Pada hari ke empat belas
setelah dikabulkan, ia benar-benar terbang
menyisakan tilas jizim yang mengering,
dan menguning.
Malang, 2023
Fatwa Ranting
Kami tahu, ada duka yang telah beku,
ada tangis yang terus mengiris.
Tetapi jubah kami hanya mampu
meneduhkan matahari.
Koloni manyar menjalin jerami
yang menjadi rumah
bagi arwah-arwah
ketika pikat getah nangka dan pucuk bedil
memudarkan silsilahnya.
Malang, 2023
Fatwa Daun
Bila bangsa kami gugur, Tuhan.
Bukan kami tak menghamba pada-Mu.
Hijau kami mencumbu udara-Mu,
angin-Mu, dan embun-Mu.
Musim yang maskumambang
ingin memanggil hujan,
tetapi ibu bumi telah kelu meresapi cinta-Mu.
Kening bukan nasib kami, Tuhan.
Tetapi kami tak pernah lalai di mana tangkai
harus ditundukkan
dan dosa-dosa harus dileburkan; pelukan tanah-Mu.
Bila Engkau menangis, Tuhan.
Kami kembali mijil dengan warna baru,
yang tak akan pudar serupa
kitab-kitab-Mu.
Jombang, 2023
Fatwa Bunga
Kami bersaksi, ada yang niskala,
yang tak teraba,
menabur mani pada kaki-kakinya yang lentik,
lalu kami merasakan birahi,
dan wangi,
dan layu,
dan mati.
Malang, 2023
Ade Kurniawan, laki-laki kelahiran Jombang, Kamis Kliwon 09 Januari 2003. Takdir membawanya untuk merawat pikiran di .Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Suka menulis puisi dan beberapa kali memenangkan kompetisi sayembara puisi.