Riwayat Pitarah
Sebelum turun,
Selamanya ia dituntun
oleh rasa sepinya,
suatu perasaan yang nun
menggema di Arasy, suatu
kesendirian mula, tiada tara.
Lalu ia rasa jengah; ia pinta
penguasa jagat supaya diberikan
kawan—sebuah tanda kebersamaan.
Dan riwayat mengatakan, bahwa
mesti ada hal yang dikurban, entah iman
atau raga, kemudian ia serahkan iganya sendiri
di hadapan ilahi, sebagai azimat
supaya selamanya ia terbelah dua, dan kembali
dalam keadaan mula: utuh dan esa.
Dan Tuhan mengijabi, tetapi
musti dibenam dalam kepala.
Bahwa buah mariyana dalam itu sorga,
tak boleh dimakan maupun didekati.
Tetapi takdir berkata liyan,
ia kunyah buah itu sebab hasutan.
Dan getarlah mayapada; Tuhan turut gegar
: tersingkapnya daun ara yang menutupi
kejengahan Adam—serta Iganya.
“Ya, Rabi, ampunilah kami.”
Akan kuaminkan doa kalian, tetapi dengan satu
ikrar: makzul-lah ke mayapada—tempat iblis
dan mala akan menguji kembali imanmu,
untuk kembali kepadaku, gema suara.
Dan kisah ini kemudian selalu diceritakan
melalui kitab suci, melalui panas api; risalah
ini sudah membumi, sebagai kutuk
bahwasanya bani Adam mesti menepati
janji poyang mereka.
Warung Sari. 26 September 2023
Orang Asing
Berlaga di tengah sahara
Menjadi nyiur menjadi merpati
Air di penggilingan merangkak sunyi
Sebab panas menggenapi udara
Beberapa kota menunduk
Zamin yang kian ambruk
Sedang manusia mencari kawanan
Yang sanggup mengatasinya
Seperlunya ke puisi
Menikmatinya dan mendaya
Air putih melepas dahaga
Seperlunya prosa
Menjauhi keonaran zaman ini
Aku tampak asing sendiri
2024
Memilih Lajur Hayat
Tak ada yang seru
waktu itu. sebab mataku lugu
menyunting kata dari tempatnya
: puisi yang wagu.
ketika manusia ini saling mendekat
mereka hangat matahari
yang melihat, yang memberi
sinar pada sesiapa binal:
—aku pilih ilmu, sebab ia adalah mula,
yang lain memilih sastra. Sebab, mula adalah kata.
Yang utama meminang olahraga, sebab
selepas raga sisa rasa.
Tetapi, lenganku
bergetar hanya untuk menyukai seorang
yang tak pernah aku temui.
Serupa coblosan, aku gamang
menimang-nimang:
“Mana yang lebih bagus, bila semua merupa
sebagai komoditas yang paling aus?”
Namun, hukum telah ditetapkan.
Hukum yang menyemai sesiapa yang cedera
: tidak memilih adalah sebuah keterputusan
―dan mesti dilawan.
Di pungkasan itu akhirnya
aku mencoblos! Ya, meski
aku hanya memilih ceritanya
untuk tugas puisi.
Landungsari 27 September 2023
Ketika Tuhan Berseru
Wahai, kau orang yang diberi firman
Bangkitlah dan sampaikan peringatan
Segeralah datang, aku titipkan ampun
pada helai lidahmu, dan pahala sebesar tuwung.
Namun, ia geram, ia tanggalkan perintahNya.
Lalu pergi dari Niwine yang kehilangan mandat.
Kita tahu, Yunus selalu saja tak percaya,
dia adalah yang paling tegak membawa warta.
(Tapi ia begitu keras, semacam gamang
dan selalu saja gagal menafsirkan)
Maka Tuhan, akan senantiasa pemurah,
dititahlah lodan untuk membawa lelaki yang sayu itu
ke palung kesepian, menuju samudera kesunyian.
Ia teringat Musa, lelaki ini teringat pula
Ayub yang didera kuyup perjudian.
(Dan ia diampuni begitu lekas, saat nafsunya sama
sekali belum puas)
Tuhan, memang senantiasa pemurah,
lelaki itu pun naik, membawa risalah
menuju Niwine, berkabar: bahwa taubat
kudu dihelat, agar negeri ini tak diintip mala.
Maka, tak pernah terjadi ungkai badai
sirna pula segala bencana.
Negeri itu subur sagu
warganya terhindar katastrofi.
Tetapi, sekali lagi, Nabi kita itu
merasa geram dan terbalut amarah
: ia inginkan keadilan dan bukannya ampunan.
Barangkali, pada masa itu
utusan ilah hanya memafhumi seputar kekerasan
dan ancaman. Sehingga terlemparlah dia
ke perut paus sebab ketidakcukupan cinta.
Tuhan begitu pemurah bukan?
Dibolehkannya kita menulis peringatan
dengan cara yang sama sekali liyan.
Kita tahu, Tuhan tidak berseru.
2024
Abdul Khodir Al Jailani, kerap disapa Bedul. Mahasiswa sastra Universitas Negeri Malang. Saat ini tengah menempuh jalan kepenulisannya dengan mengikuti berbagai komunitas sastra. Kecintaannya pada kata membuatnya ingin menjadi penulis puisi dan esai. Seka