"Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah SWT, sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. al-Hasyr : 18).
Momen pergantian tahun tidak hanya bermakna pergantian hari dan tanggal saja. Tahun baru juga tidak hanya berarti peralihan Bulan Desember menjadi Januari. Momen tahun baru pun lebih dari sekedar hari libur nasional. Datangnya tahun baru penuh dengan teka-teki. Ibarat membeli kucing dalam karung, kita tidak pernah tahu apakah akan bernasib baik setahun mendatang, atau justru sebaliknya. Belum lagi perihal rizki, keberuntungan, dan peluang-peluang, semua masih menjadi tanda tanya besar. Hanya Allah Yang Maha Mengetahui segala hal tersebut.
Terdapat berbagai bentuk ekspresi yang dilakukan umat islam dalam rangka menyambut dan merayakan tahun baru. Sebagian orang bermuhasabah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Hal itu dilakukan dengan maksud mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta. Ada pula yang menyambut tahun baru dengan kegembiraan dan pesta pora yang berlebihan. Kendati setiap orang berhak memilih, ada baiknya apabila sikap yang kedua ini dihindari. Menyambut tahun baru dengan kesadaran atas kedhaifan sebagai hamba tentu lebih disukai Allah SWT. Alhasil melakukan introspeksi terhadap apa yang telah dialami kemudian mengambil hikmah sebagai pelajaran yang berharga kedepannya jauh lebih baik daripada begadang semalaman, hura-hura, pesta pora dan kegiatan lain yang kurang bermanfaat.
Sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an Surat al-Hasyr ayat 18 di atas, seorang muslim hendaknya selalu menyusun perencanaan ketika akan melakukan sesuatu. Meskipun terkesan remeh, bisa dipahami bahwa tanpa adanya perencanaan hidup maka hari-hari yang dijalani akan terasa kurang terarah dan bermakna. Meskipun terkesan sederhana, dengan merencanakan apa yang akan dilakukan, mengalokasikan waktu, dan menentukan tujuan, hari-hari yang akan dijalani akan menjadi lebih teratur.
Tak cukup dengan perencanaan belaka, seorang muslim hendaknya senantiasa memohon kepada Allah agar selalu dikaruniai taufiq, hidayah dan rahmat-Nya. Tentunya disertai harapan agar pada tahun yang baru bisa lebih baik dari tahun sebelumnya. Masalah yang sering terjadi adalah timbulnya kekecewaan setelah beberapa hari menjalani tahun baru justru hal-hal buruk menimpa lantas putus asa terhadap rahmat Allah. Perlu diingat bahwa selain memberikan nikmat, Allah juga memberi cobaan. Hal itu semata untuk menguji tingkat keimanan dan ketaqwaan seorang hamba sehingga diharapkan mampu meningkatkan derajat di sisi Allah SWT. Q.S. al-Baqarah ayat 214 menjelaskan ”Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah! Sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”.
Seringkali cobaan yang menimpa seorang hamba tak terselesaikan dengan tuntas karena tak ada keinginan kuat untuk mengatasinya. Orang kadang mengeluh telah bekerja siang malam, namun tidak mendapat hasil yang sepadan dengan usaha. Jika tidak mampu bersabar terhadap cobaan itu sembari terus berusaha mencari jalan keluar, maka ia akan merasa bahwa Allah tidak menyayangi dan bahkan melupakannya. Padahal Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum maka tidak ada yang dapat menolaknya dan sekali-kali tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia (Allah SWT).” (Q.S. Ar-ra’d: 11). Menyikapi hal tersebut, seorang muslim hendaknya bermuhasabah atas apa yang kurang sekaligus yang bisa ditingkatkan. Apakah karena etos kerja yang rendah? Atau karena pesimisme? Tahun baru harus menjadi batu loncatan untuk melangkah lebih jauh dan lebih baik. Setelah berintrospeksi, barulah mulai memikirkan apa yang seharusnya dilakukan.
Sebagaimana merayakan hari ulang tahun, menyambut tahun baru tak lantas mengharuskan adanya pesta sebagai ungkapan kegembiraan atau semacamnya. Sebagaimana merayakan hari ulang tahun, hakikat perayaan tahun baru tak lain adalah alarm pengingat bahwa umur semakin berkurang. Hal itu berarti kesempatan dalam hidup semakin berkurang, kesempatan beramal juga semakin sedikit jika tidak mampu mengisi umur dengan beribadah secara optimal dan taqarrub ilaallah. Sebagai manusia tentunya tidak terlepas dari dosa yang diperbuat, maka introspeksi seharusnya selalu dilakukan manusia supaya menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Maka marilah kita mulai merenungkan kembali apa yang sudah kita lakukan dan apa yang belum kita lakukan. Apa yang seharusnya dan tidak seharusnya kita lakukan. Mungkin terasa sulit, namun kita harus selalu berusaha untuk melakukannya dan tidak boleh berputus asa. Kemudian kita harus terus mengingat bahwa kita harus terus berusaha dan berdoa seraya bertawakkal pada Allah. Marilah kita songsong dan buka lembaran tahun yang baru ini dengan khauf (takut) dan raja’ (berharap)! Takut untuk dijauhi dan dibenci Allah SWT, dan berharap untuk makin dekat dengan-Nya. Serta dengan penuh semangat dan optimisme mengisi hari-hari di tahun depan dengan bijaksana, sehingga tidak akan merugikan kita di kemudian hari. Tentu tak lupa untuk senantiasa mensyukuri nikmat yang kita peroleh selama satu tahun kemarin, karena dibalik kegagalan yang kita alami satu tahun ini pasti ada nikmat yang dikaruniakan Allah kepada kita. Bukankah orang yang taat dan takut pada Allah dan Rasul-Nya merupakan orang yang mendapatkan kemenangan?
Penulis adalah santri alumni PP Miftahul Huda, Gadingkasri, Malang