Tersenyum membangun kembali ekspresi wajah murung. Ketika tersenyum, tubuh menjadi tenang, lebih kendur, lebih mampu meredam pedih perih kehidupam dan pengusir stres batin. Tidak berlebihan kiranya bila ada yang mengatakan, “Tersenyum Adalah Obat Umur Panjang.”
Setidaknya ada empat jenis senyuman yang memiliki persamaan tapi tidak jarang mengandung perbedaan.
Pertama, senyuman sinis. Senyuman yang mengembang dari orang yang sinis tidak akan membuat bahagia, nyaman, tentram apalagi damai. Sebaliknya, senyuman jenis inilah yang bakal membuat hati teriris. Sebagai tamsil adalah firman Allah dalam surah Al Zukhruf ayat 47 yang menerangkan bagaimana kaum Nabi Musa as. mengembangkan senyum sinis dan ejekan :
“Maka tatkala dia (Musa) datang kepada mereka dengan membawa mukjizat- mukjizat Kami, dengan serta merta mereka mentertawakannya.”
Ibnu Abbas memberikan komentarnya tentang firman Allah :
“Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun” (QS. Al Kahfi : 49).
Kata Ibnu Abbas, tidak meninggalkan yang kecil adalah At Tabassum bil istihza` bil Mukmin (senyuman sinis yang bernada hinaan kepada orang mukmin), dan tidak (pula) yang besar adalah Al Qahqahah (tertawa terbahak-bahak karena menghina orang muslim).
Rasulullah Saw. bersabda, "Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya" (HR. Bukhari).
Nabi sangat menganjurkan agar setiap muslim menjaga perasaan muslim lainnya. Salah satu yang diperintah Nabi adalah menghindari untuk menertawakan orang lain. Sebagian besar dari sikap menertawakan seseorang adalah karena kekurangannnya, baik sikap, penampilan, bentuk rupa, ucapan dan lain sebagainya, dan ingatlah bahwa tertawa yang tidak pada tempatnya serta berlebihan akan mengundang rasa sakit hati.
Kedua, senyum godaan. Senyuman ini membuat orang lain mabuk kepayang. Inilah senyuman yang ditebar laki-laki dan perempuan penggoda. Senyum godaan ini nihil manfaat malah menyebabkan orang lain terjatuh dalam lembah kemaksiatan yang pada akhirnya membuatnya melanggar perintah Allah swt. Sebagian ahli zuhud mengatakan, “Barangsiapa berbuat dosa sambil tersenyum, maka Allah akan melempar dia ke neraka dalam keadaan menangis. Dan barangsiapa dengan menangis berbuat taat, maka Allah akan memasukkannya ke surga dalam keadaan tersenyum.”
Ketiga, senyum ketulusan. Senyum jenis ini membuat orang yang melihatnya, bergetar hatinya. Sebab, senyuman ini dibarengi dengan dengan kesungguhan dan kewibaan sebagai ilustrasi kelegaan jiwa dan kepuasan hati pelakunya.
Pernah suatu ketika Rasulullah SAW terlihat berwajah masam ketika melihat seorang pemuda lewat di depannya dengan rambut yang acak-acakan. Karena merasa diperhatikan, pemuda ini bertanya-tanya dalam hati, “Apakah gerangan yang membuat Rasulullah SAW bermuka masam kepadanya?”
Ternyata rambutnya yang acak-acakan itulah yang menjadi penyebabnya. Ketika pemuda kembali lewat di depan Rasulullah saw dengan penampilan yang lebih menarik, maka Rasulullah SAW mengembangkan senyumannya.
Rasulullah senantiasa berwajah ceria, beliau pernah besabda, "Janganlah terlalu membebani jiwamu dengan segala kesungguhan hati. Hiburlah dirimu dengan hal-hal yang ringan dan lucu, sebab bila hati terus dipaksakan memikul beban-beban yang berat, ia akan menjadi buta" (Sunan Abu Dawud).
Rasulullah senantiasa tersenyum manis sekali dan ini sangat menyenangkan bagi siapapun yang menatapnya. Senyum adalah sedekah, senyuman yang tulus memiliki daya sentuh yang dalam ke dalam lubuk hati siapapun, senyum adalah nikmat Allah yang besar bagi manusia yang mencintai kebaikan. Senyum tidak dimiliki oleh orang-orang yang keji, sombong, angkuh, dan orang yang busuk hati.
Keempat, senyum ketabahan dan ketegaran. Senyum ini lahir dari orang yang yang tabah dalam menghadapi ujian dari Allah SWT, sabar dalam menghadapi gangguan orang lain. Senyuman inilah yang membuat orang lain ikut berbahagia. Seperti hadits riwayat Ahmad dari Abû Hurairah bahwa seorang laki-laki mencaci-maki Sayyidinâ Abû Bakar r.a., sedang Nabi Muhammad SAW hanya duduk-duduk sembari terheran-heran dan tersenyum-senyum. Ketika makian orang itu semakin menjadi-jadi, Abû Bakar pun membalas sebagaian omelannya. Maka, Nabipun marah dan segera beranjak. Abu Bakar segera mengikuti.
“Wahai Rasulullah, orang itu telah memaki-maki aku sedang Anda hanya duduk-duduk dan senyum-senyum saja. Ketika aku menanggapi sebagaian omelannya, Anda marah!”, protes Abu Bakar.
“Mulanya telah bersamamu seorang malaikat yang membalas makiannya. Tetapi ketika kamu membalasnya, maka datanglah setan,” sabda Nabi.
Demikianlah empat “pelangi’ senyuman. Dari sini, tersimpulkan bahwa senyum ada dua, positif dan negatif. Masuk dalam senyum negatif, senyuman sinis dan senyuman penggoda. Dua lainnya adalah senyum positif yang amat dianjurkan untuk ditradisikan yaitu senyum ketulusan dan ketabahan. Sudah saatnya, kita mengawali hari-hari kita dengan tersenyum sebagai salah satu ekspresi rasa syukur.
Dalam hal ini, M. Quraish Shihâb bertutur hikmah demikian: “Tersenyum dan tertawalah karena Anda tak perlu mengeluarkan biaya untuk melakukannya. Tersenyum dan tertawalah karena itulah jalan termudah masuk ke hati manusia. Tersenyum dan tertawalah karena itulah penyejuk di kala diskusi memanas dan penawar terbaik untuk meyakinkan mitra Anda. Tersenyum dan tertawalah niscaya dunia akan tersenyum pula bersama dan kepada Anda. Berbeda dengan bersedih, Anda nyaris hanya sendirian.”
Tersenyum menjadikan kita senantiasa berbahagia dan selalu bersyukur kepada-Allah. Hal ini mencontoh apa yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Sulaiman AS diatas. Pertanyaannya, sudahkah kita menjadikan senyum sebagai modal dakwah mensosialisasikan agama Allah di muka bumi ini?