Dalam masyarakat Jawa, kita mengenal istilah 'Rabu Wekasan'. Sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut hari Rabu terakhir di bulan Safar. Sebutan sakral Rabu Wekasan ini kemudian menjadi cukup, pasalnya menurut para ahli kasyaf, pada hari itu Allah menurunkan 320.000 bala'yang akan dibagikan di seluruh tahun. Keterangan tentang ini juga dijelaskan dalam kitab Kanzun Najah Was-Surur. Dalam bab yang menjelaskan tentang bulan Safar, dijelaskan bahwa umat Islam lebih baik untuk melaksanakan sholat empat roka'at, bermunajat, dan meminum air rajah guna memohon keselamatan Allah SWT.
Semua aktivitas ibadah ini semata hanyalah sebagai bentuk ikhtiar memohon perlindungan dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT, Sang Penguasa langit dan bumi. Inilah yang nampaknya perlu diluruskan-bahwa sholat yang dilakukan pada Rabu Wekasan bukanlah ‘Sholat Rabu Wekasan’, akan tetapi sholat mutlaq yang di lakukan di hari Rabu terakhir bulan Safar. Adapun tentang adanya sebutan ‘Sholat Rabu Wekasan’ yang beredar di masyarakat, itu hanyalah sebatas istilah untuk memudahkan pandangan orang awam.
Baca juga Tata Cara Melaksanakan Shalat Rabu Wekasan
Dalam Kanzun Najah Was-Surur sendiri, kitab yang menjadi rujukan utama dari amalan ini tidak menyebutkan bahwa sholat tersebut adalah sholat Rabu Wekasan, akan tetapi menyebutnya dengan istilah sholat mutlaq. Pasalnya, hal ini akan sangat berpengaruh pada konsekuensi hukumnya. Jika niat sholatnya adalah niat ‘Sholat Rabu Wekasan’, maka keabsahan dan legalitas dasar hukum tentu diperdebatkan. Lain halnya dengan sholat mutlaq, yang sudah barang tentu sesuai syariat.
Terlepas dari semua itu, ada hikmah yang berharga di balik anjuran para salafussolih tentang amalan di bulan Safar. Yakni keseimbangan konsep “Khouf dan Roja’” (Ketakutan dan Harapan). Mengetahui sejarah bulan Safar dan pandangan ahli kasyaf tentang turunnya bala’ merupakan representasi sikap khouf kita atas kekuasaan Allah yang Maha Dahsyat. Siapa yang bisa menghalangi-Nya jika Allah sudah berkehendak? Pernahkan kita berpikiran tentang sebab diturunkannya bala’? jangan-jangan karena dosa kita? Atau kesalahan kita yang terlalu menjauh dari para ulama’?. Padahal Rasulullah telah memberikan peringatan dalam haditsnya; “Akan datang satu masa dimana umatku akan lari (berpisah) dari ulama dan ahli fikih; maka Allah akan menurunkan tiga bala’ (bencana): diangkatnya barokah dari usaha mereka, diberikan pemimpin yang dhalim, dan dikeluarkannya mereka dari dunia dengan tanpa bekal iman”.
Cara pandang 'khouf” seperti ini akan membuat kita selalu intropeksi diri dan berusaha menjadi insan yang lebih baik karena takut pada Allah. Sementara jaringan kepada Allah akan meningkatkan ketaqwaan kita kepada-Nya. Sebaliknya, taqarrub dan munajat kita kepada Allah adalah bentuk optimisme besarnya roja' akan sifat Rahman dan Maghfiroh-Nya. Kita harus yakin, sebesar apa pun dosa kita, ampunan dan rahmat Allah tetap lebih luas. Oleh sebab itu, demi menggapai ridho-Nya, seorang muslim tidak boleh berputus asa dalam mencapai rahmat Allah. berbagai instrumen tuntunan syari'at telah disediakan bagi kita untuk meraih taubatan nasuha? Tentu harus ada usaha dan ikhtiar; salah satunya dengan perbanyak istighfar dan sholawat kepada Nabi al-Muhtar.