Berwudlu’ Sewajarnya

Rabu, 11 Jul 2018, 13:44 WIB
Berwudlu’ Sewajarnya
Wudlu

Sinau Fiqih - Bab pertama yang dibahas dalam setiap kitab fiqih klasik adalah tentang thaharah (bersuci). Bagi kami hal ini menunjukkan bahwa perihal thaharah adalah pembahasan yang penting dalam agama Islam. Sebab, sebelum memahami beberapa perkara ibadah yang lain, seperti sholat dan haji, kita harus mengerti bab thaharah, lengkap dengan syarat dan rukunnya. Oleh karena itu dalam tulisan kali ini kami akan sedikit membahas tentang salah satu cara bersuci, yaitu wudlu’. Pembahasan wudlu’ yang kami maksud dalam tulisan ini dikhususkan pada pembahasan rukun-rukun (furuudhu) wudlu’ berdasarkan pengajian kitab Fathul Mu’in kelas satu ulya di Madrasah Matholi’ul Huda PPMH Malang.

Dalam kitab Fathul Mu’in, tepatnya pada halaman 5 (lima), diterangkan bahwa fardhu wudlu’ ada enam, yaitu; niat, membasuh wajah, membasuh kedua tangan, mengusap sebagian kepala, membasuh kedua kaki dan terakhir tertib. Keterangan semacam ini sudah banyak kita ketahui, namun beberapa keterangan tambahan dalam kitab fathul mu’in yang berupa kaifiyah dari tiap-tiap rukun tersebut belum begitu familiar. Maka perlu kiranya kita bahas rincian kaifiyah tersebut.

Sehubungan dengan niat berwudlu’, dalam fathul mu’in dikatakan bahwa niat harus dilakukan bersamaan dengan kali pertama membasuh muka. Namun apabila kita lupa untuk melakukan niat di awal, maka kita diperbolehkan untuk berniat di pertengahan wudlu’, lalu mengulang bagian yang belum sempat kita niati. misalnya kita baru teringat ketika membasuh tangan, maka kita bisa memulai berniat saat membasuh tangan tersebut, lalu setelah membasuh kedua kaki, kita harus mengulang membasuh wajah.

 …فلو قرنها بأثنائه كفي ووجب إعادة غسل ما سبقها ولا يكفى قرنها بما قبله

Apabila ada bagian anggota wudlu’ yang terlupa atau belum dibasuh secara merata, maka dalam fathul mu’in diperbolehkan untuk meratakan bagian tersebut pada basuhan yang ketiga. Jadi apabila kita benar-benar tidak sengaja melewatkan sebagian anggota wudlu’ pada basuhan pertama, maka kita cukup menyempurnakannya pada basuhan kedua atau ketiga.

 …لو نسي لمعة فانغسلت قي تثليث او اعادة وضوء لنسيان له ...

Bagian yang harus dibasuh dari anggota wudlu’ adalah bagian luar atau dzahir-nya, bagian luar ini termasuk luka yang menganga atau benda asing yang tampak menancap pada anggota tersebut, seperti halnya duri, namun apabila duri itu tidak nampak, artinya terbenam dalam daging maka kondisi duri tersebut telah berubah menjadi bagian bathin (dalam) yang tidak perlu dibasuh.

 …ويجب غسل بطن ثقب وشق

Selanjutnya untuk mengusap sebagian kepala, diterangkan bahwa paling sedikit adalah satu helai rambut. Kalau kebetulan sahabat el-fath ingin berwudlu’ setelah berdandan rapi, lengkap dengan rambut berminyak, sahabat tidak perlu khawatir jika minyak rambut akan hilang ketika mengusap sebagian kepala, karena sebagian kepala bisa terwakili hanya dengan sehelai rambut saja.

 …ولو بعض شعرة واحدة

Terakhir mengenai urut-urutan berwudlu’ atau rukun yang keenam yaitu tertib. Urut-urutan dalam berwudlu’ adalah wajib baik secara niat atau ihwalnya, kecuali apabila sahabat ingin berwudlu’ bersamaan dengan mandi besar, yang dilakukan dengan cara menceburkan diri ke dalam air. Maka dalam fathul mu’in diterangkan bahwa menceburkan diri ke dalam air dengan niat mandi besar sekaligus wudlu’ sudah dianggap cukup, asalkan saat menceburkan diri kita juga berniat membasuh tiap-tiap anggota wudlu’.

 …بنية معتبرة مما مر أحزأه

Keterangan diatas secara garis besar menunjukkan kemudahan-kemudahan dalam berwudlu’, yang mungkin belum kita ketahui. Pengetahuan kita akan kemudahan-kemudahan tersebut jangan membuat kita justru meremehkan perkara wudlu’, sebab di dalam beberapa kemudahan itu ada sebab musababnya yang juga harus kita perhatikan. Sebagai penutup tulisan kali ini, perkenankan kami mengutip dawuh ustadz Hamdan, selaku pengajar fathul mu’in kelas satu ulya, “Hukum syari’at itu ringan tapi jangan diringankan, pun tidak perlu dipersulit”. Mari kita berwudlu’ sewajarnya. (hy)

Rubrik MIFDA 
Muhammad Hilmi

Penulis adalah santri PP.Miftahul Huda, Gading Kasri Malang.

Bagikan