Nikmat Persaudaraan

Ahad, 04 Nov 2018, 11:53 WIB
Nikmat Persaudaraan
Persaudaraan

Nikmat Allah swt yang besar adalah persaudaraan setelah diliputi permusuhan. Nikmat persaudaraan lebih besar daripada emas dan permata, sebab nikmat persaudaraan ada di dalam jiwa; dengan persaudaraan, beban berat dapat dipikul bersama, sakit dirasakan bersama, dan kebahagiaan yang diraih akan dinikmati bersama.

Sebagaimana kita ketahui bersama sebagai umat Islam, bahwa keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat sama sekali tidak mungkin dapat di peroleh seseorang atau oleh umat Islam kecuali dengan mengikuti perintah Allah swt dan RasulNya. Demikian pula tidak akan terjadi mala petaka dan kehancuran kecuali karena meninggalkan perintah Allah dan RasulNya atau melanggar laranganNya.

Salah satu dari sekian banyak perintah Allah itu adalah memelihara kerukunan dan persatuan yang dalam bahasa al Qur'annya disebut ukhuwah islamiyah. artinya bersaudara sesuai dengan tuntunan Islam.

Sebaliknya merupakan larangan Allah swt yang harus dihindari dan dijauhi yaitu perpecahan dan permusuhan yang bahasa al Qur'annya disebut tanazuk dan tafarruq. Kedua hal tersebut ini baik perintah ukhuwah maupun larangan tanazu’dan tafarruq jelas dapat kita baca dalam kitab al Qur'an maupun hadis Nabi yang wajib kita perhatikan.

Tentang wajibnya ukhuwah islamiyah Allah swt berfirman yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, maka berbaiklah kepada saudara kalian dan taqwalah kepada Allah supaya kalian dikasihi. (al Hujurat: 10).

Semua orang pasti merasakan kebahagian bila hidup bersama dengan keluarga, saudara, atau orang lain dengan rukun. Memang kebahagiaan itu terletak pada kebersamaan dan kerukunan. Sebaliknya penderitaan itu timbulnya dari perpecahan dan permusuhan. Bila manusia diliputi perpecahan dan permusuhan, apa lagi yang dirasakan, selain ketakutan.

Maka kita yakin, semua orang pasti memilih kebahagiaan dan membenci ketakutan. Tapi mengapa masih ada permusuhan? Bahkan permusuhan itu muncul di antara sesama umat Islam sendiri. Apakah mereka tidak suka kebahagiaan, tapi lebih suka ketakutan?

Permusuhan itu terjadi bukan karena mereka tidak ingin bahagia, tapi karena mereka menyangka setelah mengalahkan pihak yang dimusuhi itu dia merasa bahagia karena terbebas dari ancaman ketakutan. Pada hal tidak. Kemenangan dengan menghancurkan tidak mendatangkan kebahagiaan. Sisa dari permusuhan itu akan membekas.

Seharusnya umat Islam ingat ketika sebelum datang ajaran Nabi Muhammad saw umat manusia saling bermusuhan. Di antar kabilah-kabilah dan suku-suku saling benci, berlomba memperebutkan kebanggaan dan kemegahan. Tapi setelah Nabi Muhammad saw datang dengan membawa Islam, maka Allah swt memberi nikmat yang sangat besar yaitu disatukannya hati-hati umat Islam dalam persatuan karena iman.

Kedatangan Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw itu adalah perekat hubungan manusia, tanpa ada perbedaan, tanpa ada satu pun yang lebih mulia di atas yang lain. Perekat hubungan itu berupa al Qur'an. Jika umat Islam berpegang pada tali Allah berupa al Qur'an itu, maka otomatis semuanya menjadi satu, yang terpecah belah pun menjadi satu. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya, "Dan berpegang teguhlah kamu pada tali( agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusu-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah orang-orang yang bersaudara: dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk." (al Imron 103).

Ayat ini mengingatkan akan nikmat yang besar sebab persaudaraan setelah diliputi permusuhan. Nikmat persaudaraan adalah nikmat yang lebih besar daripada emas dan permata, sebab nikmat persaudaraan ada di dalam jiwa; dengan persaudaraan, yang berat dapat dipikul bersama, yang ringan dapat dijinjing bersama.

Demikian pula tentang wajibnya memelihara kesatuan dan persatuan serta dilarangnya perpecahan itu. Baginda Rasulullah saw memberikan peringatan, "Sesungguhnya Allah ridho atas kamu karena tiga hal dan benci atas kamu juga karena tiga hal; pertama, Allah ridho atas kamu jika kamu menyembah-Nya dan tidak menyekutukan Allah dengan siapapun. Kedua,  berpegang teguh pada tali (agama) Allah dan tidak bercerai berai. Ketiga, saling menasehati dan saling memperbaiki atas apa yang diperintahkan Allah swt.

Dan Allah membencimu atas tiga hal; pertama, saling berbantah. Kedua, banyak bertanya. Dan ketiga, menyia-nyiakan harta.

Oleh karena itu untuk mendukung petunjuk ilahi dalam Al-Qur'an, Rasulullah saw bersabda: "Janganlah kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling bermusuhan, saling membenci, dan janganlah sebagian kamu menjual dagangan sebagian yang lain. Dan jadilah dirimu hamba Allah yang bersaudara." (HR. Imam Muslim).

Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata bahwa: "Sesunggguhnya Allah swt tidak memberi kebaikan sedikit pun kepada seseorang karena berpecah belah; tidak orang-orang terdahulu, tidak juga nanti."

Demikian pula ulama' lain berkata dalam sebuah syairnya:

"Berhimpunlah wahai anak-anakku * bila kepentingan datang melanda

Janganlah bercerai berai sendiri-sendiri * wadah wadah pun enggan pecah bila bersama dan ketika bercerai wadah itu akan pecah satu persatu.

Perbedaan Bukan Perpecahan

Banyaknya jumlah organisasi Islam yang ada saat ini, bukanlah berarti suatu perpecahan umat Islam, bahkan suatu rahmat bagi umat Islam. Bila melihat begitu banyaknya jumlah umat pemeluk Islam di negara yang luas ini, ditambah lagi latar belakang budaya dan adat istiadat yang berbeda-beda, maka dapat dimaklumi jika ada berbedaan pandangan diantar umat Islam, asalkan hal itu  masih dalam batas kewajaran.

Namun yang wajib diperhatikan adalah tetap menghormati perbedaan itu dan menjaga ukhuwah islamiah dan persatuan kesatuan. Disamping itu tujuannya harus sama yaitu 'izzul islam wal muslimin.

Terjadinya perpecahan, tanazu' dan tafarruq itu bukan karena banyaknya jumlah, tetapi kebanyakan disebabkan karena lupa akan tujuan utama. Pada awalnya sudah bagus, niatnya li'ila'i kalimatillah wanusroti dinihi- mencari ridho Allah, tetapi setelah ditengah perjalanan dibelokkan oleh iblis dan syaitan, sehingga tujuannya menjadi hubbul jah, hubbul mal, dan karaahiyatul maut.

Jalan yang terbaik untuk mengatasi segala macam kesulitan yang dialami bangsa Indonesia sekarang ini adalah bersatu. Tidak ada beban berat bila dipikul bersama, tidak ada sakit bila dirasakan bersama, maka kebahagiaan yang dirasakan bersama akan menambah rasa bahagia. Dan kiranya seluruh bangsa Indonesia banyak beristighfar meminta ampun kepada Allah swt, mengembalikan segala persoalan ini kepada Allah dan Rasul-Nya, "Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasulnya (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (surat An-Nisa' 59).

Al-Qur'an memberikan isyarah dan Allah swt memberikan perintah demikian; "Beristighfarlah kamu sekalian, Sesungguhnya Allah itu maha pengampun lagi maha penyayang."

Rasulullah saw juga memberi petunjuk, "Barang siapa melanggengkan beristighfar, maka Allah akan menjadikan dari setiap kesusahan orang itu menjadi kebahagiaan, memberikan jalan keluar dari setiap masalah, dan diberi rizki dari jalan yang tiada disangka-sangka."

"Ya Allah Ya robbi, selamatkanlah negeri kami ini dari malapetaka dan bencana. Satukan kembali hati-hati kami bangsa Indonesia. Sebab hanya engkaulah yang mampu menyatukan hati seluruh manusia, sungguh Engkau Maha Perkasa dan Bijaksana." Amin ya mujibassa'ilin.
 

*) Penulis adalah Kepala Pondok Pesantren Miftahul Huda Malang.

KH. Baidlowi Muslich  Pondok Gading  Pondok Pesantren Gading  Santri Gading  Sufi  Tasawuf 
KH. M. Baidlowi Muslich

Penulis adalah Pengasuh Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Kasri, Pondok Pesantren Anwarul Huda Karang Besuki, dan Ketua MUI Kota Malang

Bagikan