Mutiara Hikmah Dari Ilmu Nahwu (Bagian - 2)

Selasa, 01 Mar 2022, 15:00 WIB
Mutiara Hikmah Dari Ilmu Nahwu (Bagian - 2)
Hijrah

Sabar, Ikhlas dan Tawakkal Menjalani Hidup

Petikan nadzom Alfiyah karangan Ibnu Malik yang berbunyi:

[Lirrof’i Wannashbi Wa Jarrina Solah]

[Ka’rif Bina Fainnana Nilna  alminah]

Secara lughowi (bahasa) artinya adalah dhamir -na dalam kondisi rafa’, nashab, dan jar tetap sama. Contohnya seperti; "ketahuilah kamu tentang aku, sesungguhnya aku memperoleh kemuliaan."

Secara istilah, atau secara umum, nadzom itu mengandung makna, bahwa jadilah kita seperti dhamir -na (kata ganti orang pertama bentuk jamak atau banyak). Di sini diterangkan bahwa dhamir -na dalam tiap kondisi selalu sama, tidak mengalami perubahan. Lain halnya dengan dhamir-dhamir (kata ganti) yang lainnya yang mengalami perubahan sesuai dengan kondisinya. Hal ini bisa dipelajari dalam ilmu nahwu ataupun ilmu shorof.

Dalam arti secara luas, dalam kehidupan ini, jadilah seperti dhamir -na. Dalam kondisi rafa’ yang dapat diartikan sesuatu yang bersifat tinggi, luhur atau mulia, seperti sejahtera, kaya, bahagia, sukses, dan menang serta yang lainnya, dalam kondisi nashob yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat sedang-sedang saja, maupun dalam kondisi jar yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang bersifat rendah dan hina, seperti miskin, tidak bahagia, kecewa, sakit hati, gagal, dan kalah, serta yang lainnya; kita selalu dalam kondisi yang sama. Sama dalam artian tidak mengalami perubahan dalam melakukan aktivitas hidup ini. Kebanyakan manusia, jika dalam kondisi senang atau sejahtera (rafa’) ia akan lupa bersyukur pada Allah Swt., sementara jika dalam kondisi susah atau gagal (jar) ia akan memperbanyak permintaan kepada-Nya. Allah Swt. menegaskan dalam QS. Ibrahim ayat 6 yang artinya:

“Dan apabila Tuhanmu mengizinkan, Dia akan melimpahkanmu dengan banyak rizki, jika engkau mensyukurinya maka Dia akan menambah rizkimu itu, dan apabila engkau mengkufurinya, (ingatlah) niscaya siksaku amatlah pedih."

Oleh karena itu, hendaklah kita mencoba kembali merenung tentang segala apa yang sudah dianugerahkan Allah Swt. kepada kita. Betapa Allah Swt. telah menciptakan kita dalam bentuk yang sempurna (QS. At-Tiin). Anugerah dan nikmat terbesar Allah adalah nikmat iman dan Islam, namun mengapa kita masih belum mampu meningkatkan kualitas ihsan kita? Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh pengarah nadzom alfiyah tersebut di atas.

Bagi orang yang sudah mampu menjalani kehidupan seperti digambarkan dengan dhamir -na, dalam hidupnya selalu penuh dengan rasa syukur dan ikhlas. Syukur atas segala sesuatu yang telah dianugerahkan Allah Swt. kepadanya, dan ikhlas atas segala ketetapan-Nya, karena ia yakin bahwa ketetapan itu adalah yang terbaik bagi hidupnya. Ia tidak pernah sekalipun berprasangka buruk (su’udzon) terhadap qodho’ atau keputusan Allah. Alih-alih Allah Swt. pun menjelaskan dalam sebuah hadits qudsi (sabda Nabi yang menjelaskan firman Allah Swt.) yang artinya:

“Aku (Allah) tergantung prasangka seorang hamba terhadap-Ku."

Hal ini berarti, bahwa Allah Swt. pun memberikan peluang kepada kita untuk menilai kekuasaan-Nya. Sekiranya kita menilai bahwa apa yang telah Allah Swt. lakukan kepada kita adalah baik, niscaya hajat kita akan dikabulkan-Nya. Apabila sebaliknya, niscaya Dia juga akan memberikannya. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kita berprasangka buruk atas segala sesuatu yang sudah Allah Swt. tetapkan untuk kita.

Sebagai penutup, penulis menyampaikan sebuah kalimat yang ditulis oleh Gede Prama, seorang pakar pengembangan sumberdaya manusia. Dalam bukunya yang berjudul Kaya Raya Selamanya, ia mengatakan:

"Saya bersyukur kepada sang kehidupan, tantangan baru datang ketika sinar-sinar kebijaksanaan rajin berkunjung. Dalam bahasa lebih sederhana, suka-derita, teman-musuh, pujian-makian, sukses-gagal, kedua-duanya adalah kekayaan kehidupan yang sama-sama berguna. Ketika sukses, gembira temannya. Tatkala gagal, janganlah lupa kita sedang diproduksi untuk menjadi lebih dewasa. Teman memang sumber tawa dan canda (kebahagiaan). Namun, musuh adalah guru sejati yang dikirim oleh tangan-tangan kehidupan. Pujian adalah sumber motivasi. Sementara itu, makian adalah palu godam yang membuat sang kepribadian menjadi kuat."

Bagaimana dengan kita?

Hikmah 
Bagikan