Keistimewaan nabi Isa as. pertama kali ditemukan dalam surat al-Baqarah: 87 yang menyatakan bahwa beliau diberi apa yang disebut al-Bayyinat dan ruh al-qudus. Kata yang pertama kali berarti “bukti yang dapat membungkam”, bisa berupa wahyu dan bisa berupa mukjizat. Adapun kata yang kedua adalah “Jibril”, yang memperkokoh nabi Isa dalam menjalankan misinya. Sebagai panglima tertinggi para malaikat, Jibril sendiri menyampaikan wahyu dari Allah SWT kepada nabi Muhammad saw (QS. An-Nahl: 102). Semua Rasul diberi keistimewaan yang pertama, tetapi keistimewaan yang kedua hanya diperuntukkan bagi nabi Isa AS dan nabi Muhammad saw.
Didalam surat Al-Imran: 45 disebutkan bahwa nabi Isa as. adalah kalimah Allah sendiri. Kalimah di sini berarti firman. Jadi, beliau adalah firman Allah yang secara otomatis memiliki derajat yang sama dengan Al-Qur’an bagi umat Islam. Keistimewaan ini dianugerahkan, karena beliau diciptakan lewat ciptaan-Nya “kun” atau “jadilah”, mirip dengan penciptaan nabi Adam as.
Nabi Isa juga terkenal sebagai sosok yang terkemuka (wajih), baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia beliau diberi Injil dan di anugerahi beberapa mukjizat. Mukjizat tersebut berupa kemampuan membuat burung hingga terbang, menyembuhkan kebutaan dan kusta, menghidupkan kembali orang yang sudah mati, menerangkan apa yang dimakan dan disimpan orang di dalam rumahnya, dan dapat menurunkan makanan dan minuman yang lezat dari langit untuk kaumnya, bani Israil. Sementara, ketermukaan beliau di akhirat adalah memperoleh tempat yang istimewa di surga. Di dalam Al-Qur’an sifat wajih tersebut hanya diberikan kepada nabi Isa as dan nabi Musa as.
Allah menjelaskan dalam Al-Quran, bahwa nabi Isa sudah dapat berbicara sejak masih bayi (QS. Al-Imran: 46) untuk membantah tuduhan kaumnya terhadap ibunya (Siti Maryam) bahwa ia adalah anak hasil zina (QS. Maryam: 28-29). Waktu dewasa, beliau diberi wahyu dan diangkat menjadi nabi. Beliau termasuk orang-orang yang saleh, seperti nabi-nabi lain, karena seluruh ucapan dan perbuatannya terpuji.
Beliau kemudian diberi al-Kitab, al-hikmah, Taurat, dan Injil (QS. Al-Imran: 48). Didalam ayat ini, al-Kitab dibedakan dari Injil. Para mufassir mengartikan al-Hikmah sebagai kemampuan membaca dan menulis, ia merupakan kelebihan dan kejernihan pikiran. Di dalam surat Al-Baqarah: 269, disebutkan bahwa yang bisa menerimanya adalah akal yang sudah sampai ke tingkat albab, yaitu akal yang sudah bebas dari kesalahan. Sebagaimana diketahui, pada zaman nabi Daud dan nabi Muhammad pernah tercapai kemakmuran yang suci. Dengan demikian tahapan yang suci itulah yang menjadi kunci tercapainya kemakmuran yang (tentunya) di restui Tuhan tersebut. Al-hikmah, diberikan pula kepada nabi-nabi lain selain nabi Isa as., dan yang jelas-jelas menerimanya adalah nabi Daud as., nabi Muhammad saw., dan juga diberikan kepada Luqman al-Hakim, seorang afrika yang (menurut keterangan) bukanlah seorang nabi (QS. Al-Baqarah: 251 dan QS. Shad: 20 dan lain-lain).
Beliau diajari Taurat sehingga agama yang dibawa melanjutkan risalah agama nabi Musa AS. Memang, umat beliau adalah bani Israil pula. Di samping itu, beliau diberi Injil yang berisi ajaran-ajaran nabi itu. Syariat barunya menghalalkan kembali yang dulu diharamkan kepada bani Israil, seperti memakan lemak, ikan, daging unta, dan bekerja pada hari sabtu. Di dalam Injil terdapat petunjuk (hudan) dan cahaya (nur) seperti tertera dalam surat Al-Maidah ayat 26. Hudan adalah petunjuk yang sudah built up, berupa hukum atau ketentuan yang sudah dinyatakan dalam Kitab, sedangkan nur adalah cahaya yang harus diperoleh dengan usaha.
Beliau diberkati dimanapun beliau berada (QS. Maryam: 31). Menurut ulama ahli tafsir, beliau selalu membawa keselamatan dimanapun beliau berada, mengajarkan hal-hal yang membawa kebahagiaan, dan memberkati siapapun yang mengikuti ajaran tersebut. Ayat tersebut juga menerangkan bahwa Nabi Isa as. diperintahkan untuk mendirikan shalat dan membayar zakat selama hidup. Religiusitas dalam kehidupan dan aspek-aspek sosial merupakan dasar misi agama ini. Hal serupa ditunjukkan kepada umat nabi Muhammad saw.
Nabi Isa juga diperintahkan untuk berbakti kepada kedua orang tua. Perintah tersebut diberikan setelah perintah menyembah Allah SWT. Didalam Al-Qur’an juga selalu diurutkan demikian. Hal itu berarti bahwa dalam kedua agama tersebut, penghormatan kepada tua berada hanya satu tangga dibawah penyembahan kepada Sang Khaliq Allah SWT.
“Keselamatan bagiku pada hari aku di lahirkan, pada hari aku mati, dan pada hari aku dibangkitkan kembali nanti,” ucap Nabi Isa sebagaimana dikutip Al-Qur’an sebagai sambungan ayat di atas. Ucapan “Selamat”, bila datang dari manusia berarti doa, dan bila datang dari Allah SWT berarti bahwa Allah akan memberikannya surga. Karena ucapan di atas datang dari nabi Isa sendiri untuk dirinya, maka hal itu mengandung kepastian bahwa beliau memperoleh kesentosaan dari lahir sampai meninggal, dan di akhirat nanti beroleh surga.
Masih terdapat keistimewaan lain pada diri Nabi Isa as., yaitu bahwa Allah SWT menanamkan ke dalam hati kepada pengikut-pengikutnya rasa kasih (ra’fah), dan sayang (rahmah) (QS. Al-Hadid: 27). Kata ra’fah hanya dua kali dipakai dalam al-Qur’an. Yang pertama berkenaan dengan tema ini, sementara kedua mengenai larangan untuk merasa kasihan dalam menerapkan hukum cambuk bagi pezina (QS. An-Nur: 2). Penyebutan dalam dua konteks itu memberikan isyarat bahwa konotasi kata ra’fah mengarah hanya pada sekedar rasa satu hati. Ini berlainan dengan kata rahmah, yang disamping mengandung konotasi sayang, juga mengandung arti pengabdian. Jadi, sayang dalam ungkapan rahmah, tidak hanya berada dalam mulut dan hati, tetapi juga perlu di aplikasikan dalam perbuatan praktis.
Sikap kasih dan sayang yang diajarkan itu memang terlihat ditunjukkan kalangan pendeta-pendeta Kristiani. Al-Qur’an sendiri juga mengakuinya dengan menegaskan bahwa yang paling keras memusuhi kaum muslimin adalah Yahudi, dan yang paling bersahabat dengan mereka adalah mereka yang mengatakan, “Kami orang Nasrani”. Allah SWT menerangkan dalam Al-Qur’an bahwa karena dikalangan mereka terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, dan mereka tidak sombong (QS. Al-Maidah: 82)
Ada satu lagi keistimewaan nabi Isa dalam ayat di atas, bahwa dalam agamanya kemudian berkembang tradisi kerahiban (rahbaniyyah). Kata itu secara harfiah berarti takut. Karena takut kepada Allah SWT, manusia menempuh hidup suci, yaitu hidup dalam biara dan tidak kawin, serta membaktikan seluruh hidupnya hanya bagi Allah dan agama. Kehidupan kerahiban yang ditegaskan dalam ayat itu, tidak pernah diwajibkan Allah, tetapi merekalah yang mewajibkannya bagi diri mereka sendiri untuk memperoleh cinta kasih Allah. Al-Qur’an kemudian berterus terang bahwa kehidupan kerahiban itu, sekalipun mereka sendiri menetapkannya, tidak sepenuhnya mereka jalankan.
Di dalam mendakwahkan agamanya, nabi Isa di bantu oleh sahabat-sahabatnya yang setia dan beriman kepadanya, yang disebut al-hawariyin. Mereka berjumlah dua belas orang, tetapi diantara mereka ada yang kemudian murtad. Begitu setianya mereka itu kepada Nabi Isa as, sehingga kaum muslimin diminta oleh Allah SWT agar meniru kesetiaan mereka dalam membela agama yang dibawa junjungan kita Rasulullah saw (QS. As-shaf: 14).
Demikianlah keistimewaan Nabi Isa as dan penghargaan yang diberikan kepada beliau, sejauh yang dapat dipahami dari Al-Quran. Beliau adalah nabi kaum muslimin juga, dan tidak boleh dibeda-bedakan dengan nabi yang lain. Allah SWT mengulang pesan itu sebanyak tiga kali (QS. Al-Baqarah: 136, 258 dan QS. Al-Imron: 83). Nabi Isa as dengan demikian, harus pula memperoleh penghormatan dari kaum muslimin semua.
Nabi Isa as, sendiri sudah mengucapkan selamat pada dirinya, untuk hari kelahiran, kemangkatan, dan hari ia dihidupkan kembali nanti di akhirat. Ini merupakan isyarat bahwa kaum muslimin perlu pula mendoakan beliau. Nabi Muhammad saw kita doakan minimal sembilan kali sehari dalam shalat, dengan ucapan assalamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warahmatullahi wa barokaatuh . Nampaknya kita pun juga harus mendoakan nabi Isa as dan juga tentunya nabi-nabi Allah yang lain, tentunya sebagai bentuk syukur atas tersampaianya risalah yang dibawa Rasulullah saw yang terlebih dahulu melewati nabi-nabi sebelum beliau nabi Muhammad saw, tak terkecuali nabi Isa as. Meskipun disadari atau tidak, bahwa tidak terwujudnya penghormatan itu tampaknya lantaran ketidaksukaan kaum muslimin terhadap paham trinitas yang dianut oleh pengikutnya belakangan ini. Allah berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 8, dimana Allah telah menerangkan didalamnya tentang peringatan bagi kaum muslimin agar tidak terdorong berbuat tidak adil hanya karena tidak senang pada orang yang bersangkutan.
Bila penghormatan harus terwujud dan doa harus tersampaikan. Memang perlu dibuka musyawarah tentang bagaimana melaksanakannya, agar bisa diterima kaum muslimin sekaligus tanpa menyinggung perasaan orang lain. Persoalan itu pasti muncul setiap tahun, dan berpotensi untuk merenggangkan kesatuan bangsa. Semoga pada saat peringatan Natal tahun-tahun mendatang, akan keluar pikiran yang lebih jernih dan kesadaran yang terbuka sehingga dapat mengambil sikap yang tepat secara normatif dan kontekstual menyangkut penghormatan kepada nabi Isa as.
Wallahu A’lam.
*) Penulis Adalah Mantan Kepala Pusat Litbang Depag RI
Penulis Pernah Menjabat sebagai Kepala Pusat Litbang Depag RI