Menyambut Datangnya Musim Haji

Jumat, 09 Jun 2023, 14:14 WIB
Menyambut Datangnya Musim Haji
Masjidil Haram - Makkah Mukarramah

Bulan Dzulqa’dah menjadi istimewa karena umat Islam akan menyambut datangnya bulan haji yakni  Bulan Dzulhijjah. Pada saat seperti ini, jutaan umat Islam dari penjuru dunia mulai memadati Makkah Al-Mukarramah satu per satu. Masing-masing mereka sedang meneteskan air mata, merenungi diri selaku hamba Allah yang dha'if, melepaskan kerinduan kepada Allah Rabbul Izzati.  Mereka menyambut seruan Allah dengan ungkapan dan kalimat padat yang sakral. Tak henti-hentinya air mata mengalir karena perasaan yang berbaur antara haru, rindu, cemas, pesimis, dan optimis. Tak lain karena teringat perilaku yang kerap melakukan kesalahan, akan tetapi tetap ingin memperoleh ampunan.

Para jamaah haji pergi menyeberang lautan luas menuju Baitullah semata-mata mewujudkan rasa rindu, ingin bertemu dengan sentuhan kasih sayang dan rahmat Allah yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya. Umat Islam yang berada di tanah air, saat bangun malam melakukan salat tahajud masih sulit meneteskan air mata, merasakan hadir di hadapan Allah Swt. akan tetapi mereka yang menyaksikan Ka'bah Baitullah, luluhlah kalbunya. Betapa banyak orang yang rindu kepada Allah akan tetapi tidak mampu mengobati kerinduannya sebab iman yang terlampau lemah, atau karena kemampuan ekonomi yang rendah, atau sebab kesibukan kerja yang tidak dapat ditinggalkan, atau ketidakmampuan melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari.

Hanya satu jalan yang dibukakan Allah Swt. untuk menyatakan rasa rindu kepada-Nya, yaitu pergi menunaikan ibadah haji di Baitullah. Hanya Baitullah seorang muslim dapat menanggalkan segala aktivitas diri. Bahkan pakaian indah yang disukai pun harus mereka tinggalkan dan mereka ganti dengan dua helai kain ihram yang serba putih. Lantas dengan kalbu yang teguh masing-masing lisan mengumandangkan seruan ”Labbaika Allahuma  labbaik, labbaik la syarika lak, Innal hamda wanni'mata laka walmulka, la syarika lak ", yang artinya " Kami sambut seruan-Mu ya Allah. Kami datang menunaikan panggilan-Mu. Kami datang ke hadirat-Mu tiada sekutu bagi-Mu. Puji nikmat dan kekuasaan adalah milik-Mu semata. Tiada sekutu bagi-Mu, ya Allah"    

Umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji merupakan rombongan yang mengahadap Allah Swt. Selain itu mereka adalah  tamu Allah yang menurut Imam Al-Ghazali, sedang mewujudkan pernyataan kerinduannya kepada Allah melebihi kerinduannya kepada dunia yang fana ini. Hal ini dapat dilihat dari segala apa yang mereka cintai, mereka tinggalkan. Kampung halaman, anak-anak, keluarga, kerabat, dan handai tolan, bahkan harta dan kekayaannya pun mereka tinggalkan demi memenuhi kerinduannya kepada Allah Sang Maha Pencipta.

Ibadah haji merupakan pernyataan hamba Allah atas  undangan Nabiyullah Ibrahim as. yang diperintahkan Allah Swt. dalam surat Al-Hajj ayat 27: "Dan suruhlah olehmu manusia untuk menunaikan ibadah haji. Mereka akan segera memenuhi ajakanmu dengan berjalan kaki dan mengendarai onta yang kurus, yang datang dari segenap pelosok yang jauh." Tidak seorang pun di kalangan umat Islam yang berpangku tangan mengabaikan seruan haji. Mereka serentak menyambut panggilan Allah dengan nada harus yang meresap ke dalam kalbu. Hal ini dilukiskan dalam sebuah Hadits Qudsi, bahwa Allah berfirman kepada para malaikat: "Pandanglah hamba-hamba-Ku. Mereka datang berduyun-duyun dari berbagai penjuru dan pedalaman dalam keadaan kusut masal, berdebu dan berpancar. Jadikanlah kalian saksi bahwa Aku akan mengampuni dosa-dosa mereka."

Kepuasan melepaskan rindu kepada Allah tidak mungkin terbeli oleh harta kekayaan. Oleh karena itu tidak seorang pun dari kaum muslimin yang melakukan ibadah haji merasa cukup sekali dalam seumur hidupnya. Pada sebuah risalah Imam Sufyan Ats-Tsauri menceritakan pengalamannya manakala hendak meninggalkan Arafah dalam serangkaian rukun ibadah haji . Beliau berkata: " Saat aku meninggalkan Arafah, tergores dalam hati untuk menyatakan perpisahan dengan Arafah dan tidak menunaikan ibadah haji lagi. Baru saja berjalan beberapa langkah, datanglah serombongan jamaah haji yang di antaranya terdapat seorang kakek-kakek bertongkat memandangiku dengan tajam. Aku pun segera mengucapkan salam kepadanya" Ia membalas salamku dan berkata: " Hai Sufyan, urungkanlah niatmu tadi! Akupun mengucapkan tasbih karena heran. Mengapa kakek-kakek itu telah mengenal namaku". Lantas aku menjawabnya" Maha Suci Allah" Lalu aku balik bertanya dari mana ia mengenal namaku? Ia menjawab: " Allah telah memberikan ilham kepadaku. Demi Allah aku telah menunaikan ibadah haji dan aku berdiri di Arafah ini untuk yang ketiga puluh lima kalinya memperhatikan Jabal Rahmah serta bertafakkur. Apakah ibadah hajiku dan ibadah haji jamaah yang lain itu diterima oleh Allah? Aku terus bertanya-tanya, ibadah haji yang mana yang diterima itu. Aku pun duduk tafakkur merenungkan nasibku, hingga tidak terasa orang-orang telah jauh meninggalkan aku."

Kenikmatan ibadah haji di Baitullah memberikan kepuasan tersendiri yang menuntut pengulangan dalam upaya melepas rindu kepada Allah. Sungguh rugi orang-orang yang tidak terbesit untuk bergegas melaksanakan ibadah haji karena mengesampingkan jaminan yang agung dari Allah Swt. Betapapun berat ibadah haji karena udara panas dan gersang di Mekah, makan minum yang kurang memenuhi selera, rukun yang melelahkan, dan biaya yang cukup banyak, Insyaallah hal itu akan mengantarkan umat Islam pada makrifatullah serta tauhid yang utuh dan mendalam. Karenanya perjalanan ibadah haji menuntut bekal yang utuh dan niat yang tulus harus semata-mata karena memenuhi panggilan Allah.  Jangan sampai tergores di dalam hati niatan lain yang menyimpang dari tujuan semula yaitu tha'atan lillah (berbakti kepada Allah).

Santri Pesantren Gading Malang  Santri Gading  Pondok Gading  Ibadah Haji  Haji  Dakwah Santri  Bulan Dzulqa'dah  Amalan di Bulan Dzulhijjah 
Dja'far R.

Santri PP. Miftahul Huda sekaligus Purna Redaktur Buletin Jumat Al-Huda

Bagikan