Sebelum kita mengisi akal ini dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, terlebih dahulu kita harus memantapkan ketauhidan. Kita harus selalu ingat bahwa semua yang ada adalah milik dan ciptaan Allah. Ilmu dan pengetahuan Allah Maha Luas. Penggalan ayat 191 diawali dengan kata-kata “(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…”. Keimanan dan ketauhidan menjadikan kita tidak takabbur/sombong tatkala memperoleh ilmu, kita yakin bahwa masih banyak ilmu Allah yang belum kita ketahui. Manusia tidak boleh takabur dan merasa mulia, karena hanya Allah yang pantas memiliki sifat sombong dan mulia.
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Muhammad Saw. menerima wahyu surat Ali Imran ayat 191 ini, beliau semalaman beribadah, shalat, berdoa dan menangis. Ketika waktu subuh tiba, Sahabat Bilal yang biasa mengumandangkan Adzan melihat Nabi masih menangis, akhirnya Bilalpun memberanikan diri bertanya, “Apakah gerangan yang telah membuat engkau menangis wahai Rasulullah?”
Sang Nabi menjawab, “Semalam telah turun wahyu kepadaku (Surat Ali Imran ayat 191), maka celakalah bagi orang yang membaca ayat ini sedangkan ia tidak mau memikirkannya/mentadaburi isinya."
Seseorang tentunya akan sulit mengingat, berdzikir kepada Allah apabila ia tidak kenal dan mencintai Allah, sebagaimana ungkapan, ”Siapa yang mencintai sesuatu, maka ia akan sering-sering mengingatnya." Begitu pula kita tidak akan mudah untuk selalu mengingat/berdzikir kepada Allah, baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring seperti dalam surat Ali Imran ayat 191 di atas jika kita tidak mempunyai ketauhidan dan kecintaan kepada Allah. Oleh karena itu ketauhidan adalah hal pertama yang harus ditanamkan dalam diri kita dan generasi penerus kita.
Dalam dunia modern, orang yang selalu dekat dengan Tuhannya, selalu merasa bersama Tuhannya, serta selalu ingat kepada Tuhannya sering dinamakan sebagai orang yang mempunyai kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan jiwa, kecerdasan yang membuat kita menjadi utuh, yang membuat kita bisa mengintegrasikan dan menyatukan berbagai fenomena kehidupan, aktifitas dan keberadaan kita dalam bingkai ketuhanan. Kecerdasan spiritual ini dapat kita peroleh, antara lain dengan penghayatan terhadap ketauhidan, menjalankan secara istiqomah ajaran-ajaran agama serta berdzikir. Tetapi, ingat saja masih belumlah cukup dalam menggapai petunjuk Allah, dzikir juga perlu ditambah dengan fikir, memikirkan ayat-ayat kauniyah yang ada dalam ciptaan-ciptaan-Nya di alam raya ini. Fikir yang dilandasi tauhid inilah yang dapat menghantarkan pada ketakwaaan.
“…Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Al-Fathir: 28).
Penulis adalah Alumni Fak. Tarbiyah UIN Malang dan Santri PPMH Gading Malang.