Idul Adha secara etimologi terdiri dari dua kata, yaitu Id dan Adha yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Id merupakan bentuk masdar dari fi’il “عاد-يعود-عادة-وعيدا” bermakna kembali, sedangkan kata Adha merupakan bentuk fi’il (kata kerja) dari “أضحى-يضحي” yang bermakna berkorban. Dengan demikian, Idul Adha bermakna suatu perayaan dengan tekad yang kuat untuk kembali kepada semangat perjuangan.
Dari devinisi di atas, jika dikaji lebih mendalam secara filosofis akan mendapatkan sesuatu yang sangat indah dan mendasar di dalam hidup ini. Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan penyair kondang bergelar Amiir al-Syu’aroo Ahmad Syauqi al-Mishri “إن الحياة جهاد” bahwa kehidupan adalah perjuangan. Di dalam perjuangan membutuhkan pengorbanan, baik bersifat materi, fisik maupun mental.
Idul Adha dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijjah ketika kaum muslim sedang melangsungkan rukun ibadah haji paling utama – yang membedakan antara rukun haji dan rukun umroh – yaitu wuquf di Arafah. Hari raya Idul Adha juga disebut dengan Hari Raya Haji. Pada saat itu, kaum muslim sedang berjuang mendekatkan diri kepada Allah Sang Maha Perkasa seraya mengucapkan kalimat talbiyah dan thoyyibah dengan memakai kain ihrom, kain serba putih yang tidak ada jahitannya yang menandakan kesederhanaan dan kesetaraan di sisi Allah.
Selain hari raya haji, Idul Adha juga disebut dengan “Idul Qurbaan” yang pada saat itu kaum muslim sedang melakukan penyembelihan hewan qurban. Kata Qurban berbentuk masdar dari fiil “قرب-يقرب-قربا-قربانا” yang bermakna dekat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dengan adanya simbol penyembelihan hewan qurban, seorang hamba diharapkan bisa semakin dekat dengan Allah Azza wa Jalla.
Penulis adalah santri aktif di Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa jurusan Bahasa & Sastra Arab di UIN Maliki Malang.