KH. Harun Ismail: Haul itu Sunah Nabi

Sabtu, 20 Mei 2023, 12:56 WIB
KH. Harun Ismail: Haul itu Sunah Nabi
KH. Harun Ismail Memberikan Tausiyah dalam Pengajian Umum haul Armarhumiin ke-53

KH. Harun Ismail, pengasuh Pondok Pesantren Al-Iflah Selopuro, Kabupaten Blitar menjadi salah satu pembicara pengajian umum dalam rangka haul ke- 53 KH. Muhammad Yahya wa Zaujatihi dan Masyayikh Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gadingkasri, Kota Malang (14/5). Mursyid Thariqah Qodiriyah Wa Naqsabandiyah Blitar Raya tersebut mengawali tausiyah dengan pernyataan bahwa memperingati haul ulama merupakan salah satu cara untuk menghidupkan sunah Nabi Muhammad saw.

Keputusan Muktamar Jam’iyyah Ahlith Thariqah Ai-Muktabarah An-Nahdliyah ke 2 di Pekalongan tahun 1999 dan Keputusan Konferensi Besar Pengurus Besar Syuriah Nahdlatul Ulama ke-2 di Jakarta tahun 1961 menetapkan bahwa peringatan haul selaras sekaligus mengikuti syariat nabi dan khulafaurrasyidin” jelas KH. Harun Ismail.

Adapun perihal selamatan kematian, KH. Harun Ismail menegaskan bahwa selamatan kematian merupakan produk perkawinan antara adat istiadat dengan syariah. Termaktub dalam kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Nawawi Al-Bantani bahwa kebayakan selamatan yang digelar di Indonesia itu mengikuti adat istiadat masyarakat. Tak ayal di beberapa tampat ada selamatan kematian hari pertama yang dikenal dengan ngelungsur lemah (mencari tempat di tanah), ada pula selamatan tiga hari. Keduanya adalah produk budaya. Sementara untuk selamatan tujuh hari masih tarik ulur antara produk budaya atau syariat agama. Kemudian diikuti selamatan  matang puluh (40 hari), nyatus (100 hari) lalu pendak (haul).

Bicara tentang haul, KH. Harun Ismail lantas memaparkan bahwa haul secara langsung telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad saw. karena Rasulullah setiap tahun menghauli syuhadah uhud setiap tahun dengan cara ziarah. Beliau mengutip mengutip hadis yang diriwayatkan Imam Baihaqi dari Imam Al-Waqidi:

عَنِ الْوَاقِدِي، قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَزُوْرُ الشُّهَدَاءَ بِأُحُدٍ فِي كُلِّ حَوْلٍ

Artinya: dari al-Waqidi, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam senantiasa berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun.

Menimbang bahwa selamatan kematian berupa peringatan haul merupakan syariat agama, maka selamatan tiga hari, tujuh hari, metang puluh, dan nyatus cukup digelar satu kali sedangkan peringatan haul harus berjalan selamanya sebab syariat agama tidak membatasi selamatan kematian. Adapun pembatasan selamatan kematian yang terhenti pada peringatan 1000 hari (nyewu) sesungguhnya lahir dari budaya Jawa.  Hal ini tidak terlepas dari adanya hitungan-hitungan tertentu dalam kalender penanggalan Jawa seperti sarmo (pasaran limo) sehingga serampung selamatan nyewu tinggal selamatan pengeling-eling (pengingat-ingat).  

KH. Harun Ismail lantas memberikan penegasan bahwa Nabi Nabi Muhammad saw. sendiri memperingati haul dengan cara ziarah, maka sudah sepatutnya seorang santri menghadiri peringatan haul kyainya dengan cara yang serupa yakni berziarah atau sowan. KH. Harun Ismail lantas mengisahkan sebuah hikayat yang terserat dalam kitab Ta’limul Muta’allim karya Imam Az-Zarnuji.  

Diceritakan bahwa Syaikhul Imamil Ajall Syaikhul Aimmah Al-Khulwani, keluar dari Bukhara dan menetap di beberapa kampung untuk beberapa lama karena suatu peristiwa yang menimpa dirinya sehingga mewajibkan beliau keluar dari kota menuju kampung. Banyak murid yang sowan menjenguknya kecuali Syaikhul Imam Qadli Abu Bakar Az-Zaranji. Manakala Allah swt. menakdirkan keduanya bertemu, Imam Al-Khulwani bertanya "Kenapa engkau tidak menjengukku?"

Jawab Imam Az-Zaranji "Saya sibuk merawat ibuku sehingga tak bisa menjenguk engkau ".

Mendapati jawaban demikian Imam Az-Zaranji  lantas berkata "Engkau dianugrahi panjang usia (lantaran birrul walidain) tetapi tidak mendapat anugrah buah manis belajar dan perhiasan ilmu (karena kurang menghormati guru)".

Usai berkisah demikian KH. Harun Ismail  berpesan “Birrul walidain itu sangat baik namun jangan meninggalkan sambung (hormat) kepada guru sebab keduanya harus dilaksanakan sebaik mungkin”.

Dakwah Santri  Haul Pondok Gading  KH Yahya  KH. Harun Ismail  KH. Muhammad Yahya  Pesan Kyai  Pondok Gading  Santri Gading  Santri Pesantren Gading Malang  Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah 
Mochammad Syaifulloh

Penulis adalah Santri Pondok Pesantren Miftahul Huda. Bersama beberapa sahabat santri PPMH bergiat di Komunitas Peparing (Penulis Pesantren Gading)

Bagikan