Saat ini tidak sedikit dijumpai masyarakat di sekitar kita yang dapat dikategorikan sebagai orang miskin. Masyarakat miskin bukan akibat dari kurang terampilnya atau tidak adanya keahlian yang cukup. Kemiskinan bukan pula belum tersedianya lapangan pekerjaan tetap. Bahkan masyarakat miskin bukan lantaran tingginya biaya hidup akibat inflasi negara atau pun bukan sekedar kesalahan kebijakan yang tidak berpihak kepada kaum dhuafa.
Kemiskinan hakiki terjadi pada sikap mental (akhlak) yang terdistorsi dan pola pikir seseorang. Korupsi dan penghisapan manusia atas manusia, tidak akan terjadi bila akhlak manusia tidak rusak. Semua proses kebijakan, akan beres dengan sendiri bila kerusakan moral tidak terjadi. Dekadensi atau kerusakan moral terjadi lantaran tertutupnya hati nurani seseorang. Hal itu berakibat pada hilangnya kebersamaan, perasaan belas kasih, kepedulian serta kearifan sehingga setiap perbuatannya selalu memberikan dampak yang bisa menghancurkan dan merugikan diri serta lingkungannya.
Tertutupnya nurani membawa akibat seseorang hidup di alam penderitaan tanpa akhir sehingga ia tidak lagi mempunyai harapan terhadap masa depannya. Pada akhirnya akan menyebabkan yang bersangkutan mempunyai pola pikir bahwa nasibnya adalah miskin. Dampak lain yang ditimbulkan dari tertutupnya hati nurani manusia adalah adanya golongan masyarakat yang tidak memiliki perasaan dan tidak menghargai orang lain serta alam di sekitarnya. Mereka menjadi sewenang-wenang dan mau menangnya sendiri. Dalam kondisi yang semacam ini, mereka hanya memikirkan keuntungan dan kesenangannya sendiri tanpa mempedulikan kebutuhan dan kepentingan orang lain.
Hal ini menyebabkan adanya golongan masyarakat yang tertindas dalam kekurangan atau kemiskinan. Hati nurani yang tertutup juga menyebabkan tertutupnya kekuatan daya hidup yang ada di dalam diri sehingga manusia yang bersangkutan akan kehilangan energi yang diperlukan untuk bergerak. Ia akan menjadi seorang pemalas yang hanya dapat meratapi nasib karena tidak menyadari bahwa sesungguhnya kemiskinan yang dialaminya adalah akibat dari kotoran (dosa) yang timbul karena perbuatannya sendiri.
Dalam terminologi agama (Islam) manusia yang terbebas dari dosa hanya Nabi Muhammad SAW karena beliau adalah maksum (terjaga dari salah dan dosa). Kendati kita tidak bisa meniru 100 persen bersih dari dosa sebagaimana Rasulullah SAW, namun setidaknya ada kesadaran bahwa kita hanya makhluk biasa. Kesadaran individu untuk selalu berusaha menjadi insan mulia yang berguna bagi orang lain akan mampu membuka hati yang tertutup. Nurani tak tertutup bila manusia bisa meminimalisir egoisme. Hati akan mudah terbuka bila belas kasih, empati, kepedulian kita kepada sesama manusia.
Nabi Muhammad SAW dijuluki sebagai Insan Kamil karena dalam diri beliau terdapat suri teladan dalam semua lini kehidupan. Dialah pemimpin sejati yang mampu mengayomi seluruh umat manusia. Keberpihakan beliau dalam hidup jelas dan pasti yaitu kepada kaum miskin, dhuafa, yatim, janda dan kaum tertindas. Belas kasih beliau kepada manusia tak diragukan. Beliaulah orang yang tidak rela umatnya menderita dan sengsara baik dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
Pengorbanan Rasulullah SAW untuk umat manusia sudah tak diragukan. Dialah sang pembebas manusia dari ketertindasan dan perbudakan. Dan semua sifat yang dimiliki Muhammad ini dibuktikan dengan tindakan nyata. Seluruh kekayaan, harta benda, jiwa raganya dikorbankan hanya diperuntukkan untuk kepentingan pembebasan umat dari ketertindasan demi kemuliaan umatnya. Jadi bukan sekedar orang yang pandai berdiskusi, berwacana, apalagi omong kosong. Becermin dari itulah sudahkah kita atau para pemimpin, penguasa, pengusaha dan semua komponen masyarakat menjadikan sosok nabi Muhammad SAW sebagai panutan di semua bidang? Akhlak para nabi selalu berpihak pada kaum miskin yang tertindas, anak yatim, kaum janda atau kaum marginal dan tidak ada nabi yang memiliki keberpihakan kepada penguasa maupun pengusaha bahkan orang kaya.
Sahabat atau orang dekat Nabi pasti memiliki keberpihakan yang sama. Bila masyarakat kita mampu menempatkan diri sebagaimana nabi, Insya Allah masalah kemiskinan akan selesai. Minimal angka kemiskinan akan terkurangi dan dapat ditekan.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan sebagai bagian dari sunnatullah akan tetap ada sepanjang sejarah kemanusiaan. Allah SWT menciptakan alam ini dalam bentuk yang berpasang-pasangan. Sebagaimana yang diterangkan dalam Allah SWT "Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang memikirkan" (QS. Ar-Ra’d: 3).
Oleh karena itu, kemiskinan tidak mungkin dapat dihapuskan sampai kapanpun dan oleh siapapun. Yang penting adalah bagaimana menciptakan suasana sehingga yang kaya dan yang miskin dapat hidup berdampingan, saling menghormati, saling membutuhkan dan saling melengkapi satu sama lain. Pemerintah memiliki tanggung jawab dan peran yang sangat penting dalam menciptakan suasana tersebut.
Penulis adalah alumni Universitas Islam Negeri Malang