Hukum Melaksanakan Ibadah Haji

Ahad, 16 Sep 2018, 14:11 WIB
Hukum Melaksanakan Ibadah Haji
Masjidil Haram - Makkah Mukarramah

Haji - Banyak sekali orang yang menganggap bahwa haji adalah ibadah yang paling prestisius. Hal ini terbukti dengan panjangnya antrian orang-orang untuk melaksanakan ibadah setahun sekali ini. Padahal biaya dan tenaga yang di butuhkan dalam pelaksanaannya cukup besar. Karena memang kewajiban hanya bagi orang yang sudah mampu untuk melaksanakannya sebagaimana tercantum dengan jelas di surat Al-Imron ayat 97.

Ibadah Haji ini mulai diwajibkan pada tahun ke-6 dari peristiwa hijrah Nabi SAW. Dalam pendapat yang lain ada yang menyatakan bahwa haji mulai diwajibkan di tahun ke 9 Hijriyah. Wajibnya haji ini di sepakati oleh semua ulama. Sedangkan untuk umroh ada beberapa pendapat yang berbeda.  Ulama Syafi’iyah sepakat bahwa hukum umroh juga wajib sebagaimana hukum haji. Namun ulama Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa hukum umroh adalah sunnah muakad. Dalam kalangan Hanabillah terdapat dua pendapat tentang umroh, yakni wajib dan sunnah.

Kewajiban kedua ibadah diatas berlaku hanya untuk satu kali seumur hidup. Pendapat ini disepakati seluruh ulama’. Dalam beberapa keadaan, haji juga diwajibkan untuk dilakukan berulang-ulang. Keadaan yang dimaksud adalah apabila haji yang dilakukan tersebut adalah haji nadzar dan haji qodlo’.

Meski di Negara kita ini terdapat fenomena antrian haji yang sangat panjang, namun ternyata kita tidak diwajibkan untuk bersegera melakukan haji. Bahkan wajib untuk mengakhirkan pelaksanaannya. Kecuali dalam 4 kondisi.

Kondisi yang mewajibkan kita untuk bersegera melaksanakan haji yang pertama adalah apabila haji yang kita lakukan itu adalah haji qodlo’, lalu yang kedua haji nadzar. Apabila misal terdapat dalam suatu kondisi dimana terkumpul 3 haji  yang diwajibkan atas kita. Maka urut-urutan pelaksanaan haji yang pertama adalah haji islam (haji untuk menggugurkan rukun islam), lalu haji qodlo’ dan yang terakhir haji nadzar.

Kondisi yang terakhir adalah apabila kita takut terjadi kerusakan baik pada diri kita atau pada harta benda kita. Walaupun tidak diwajibkan segera berhaji, namun bila seorang islam meninggal sebelum berhaji padahal telah terkumpul semua syarat yang mewajibkan ia untuk haji, maka ulama sepakat bahwa orang tersebut orang fasiq. Dengan ketentuan syarat-syarat wajib itu telah terkumpul di akhir tahun sebelum tahun dimana ia meninggal.

Pengertian fasiq sendiri menurut ahli fiqih adalah orang yang melakukan dosa besar atau mempunyai ketetapan hati untuk melakukan dosa kecil secara terus menerus. Dan ketaatannya tidak mengalahkan pada maksiatnya. Dan hukum bagi orang fasiq ini adalah tidak diterima syahadatnya sampai ia bertaubat dan telah teruji sepanjang tahun sehingga dia kembali pada sifat adilnya. (Sumber: Takrirotusy Syadidah fil Masailil Mufidah).

Rubrik MIFDA  Hukum Haji  Haji 
Bagikan