Seorang insan yang menapaki jalan ke hadirat Allah harus mempunyai sikap eling lan waspada (dalam artian selalu ingat kepada Allah). Hal ini sangat penting, karena para ulama mengatakan, “siapa saja yang lupa akan Allah berarti telah kufur. Dan siapa saja yang mudah melupakan Allah dan hal tersebut tidak membuatnya merasa sakit, maka orang tersebut benar-benar pendusta jika mengaku meniti jalan Allah. Ia sama sekali tidak menyusuri jalan thariqah”.
Dengan wasilah dzikir inilah seorang selalu terjaga dan dilindungi oleh Sang Maha Pencipta. Ada sebuah qoul yang mengatakan, seseorang yang tingkatannya arif selalu mendawamkan dzikir kepada Allah. Bila melupakan-Nya, walau hanya satu dua nafas, Allah akan menyerahkan nasib mereka kepada syetan hingga syetan menjadi temannya. Adapun seorang yang belum mencapai tingkatan tersebut, Allah tidak memperlakukan demikian. Karena semua itu ada kadar tingkatan masing-masing.
Di samping itu, dzikir juga berfungsi sebagai pembeda antara iman daan kufur, hakikat hidup dan kematian. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan imam at-Thabroni, Rasulullah ngendikan, “siapa yang tidak ingat akan Allah berarti terlepas imannya. Adapun perumpamaan orang yang berdzikir kepada Tuhan dengan yang tidak, adalah seperti orang hidup dengan orang yang mati”. Terlebih dalam hadist qudsi, Allah berfirman, “Hai anak keturunan Adam. Bila kau mengingat Aku berarti bersyukur kepada-Ku. Jika melupakan-Ku, berarti mengkufuri-Ku”. Lupa di sini bermakna sengaja tidak memperdulikan Tuhan hanyut akan perbuatan yang tidak diridhoi Allah, terlebih berbuat syirik.
Adapun Rasulullah saw. sendiri selalu memerintahkan para sahabat untuk memperbanyak dzikir. Dan tentunya dzikir merupakan bentuk ibadah yang sangat besar derajat nan pahalanya. Di dalam riwayat imam Muslim, Nasai dan al-Bazzar dikatakan, “maukah aku beritahu tentang suatu amal yang baik, paling suci di sisi Tuhan, yang mana mampu meninggikan derajat, lebih baik dari memberi sedekah emas dan perak, bahkan lebih baik daripada berperang dengan musuh?” tutur Rasulullah, “apa itu ya Rasulullah?” jawab sahabat, “dzikir kepada Allah, tidak pernah ahli surga yang menyesal, kecuali tentang suatu waktu yang mana saat itu mereka lewatkan begitu saja tanpa berdzikir kepada Allah”.
Oleh karena itu, sudahkah setiap langkah kita, dilandaskan akan mengingat Allah taat menjalankan syariat-Nya dan menjauhi larangan-Nya, atau hanya mengingat-Nya ketika menjalankan ritual sembahyang, atau bahkan mengingat-Nya karena dilihat oleh ciptaan-Nya. Semoga kita selalu diberi kekuatan, kelapangan, maupun kemurahan hati dalam mengabdikan diri kepada Allah swt. Aamiin, Wallahu a'lam bishawab.
*) Disarikan dari pengajian KH. Ahmad Muhammad Arif Yahya
Santri PPMH