Anak-anak Surga
Anakku, maafkan Bunda,
Awan di langit kita
hanya terbuat dari puing-puing bangunan,
didih tangisan,
dan arwah yang melolong-beterbangan.
Anakku, maafkan Bunda,
jika kau harus terlahir
di kota bertaman bunga-bunga jenazah,
di Gaza berwudu peluru dan rudal berdarah.
***
Dan di tepian sana,
para balita menggelar kabar
dari bening kausar:
Tak perlu risau, Bunda.
Kini kota berpuing itu
Sedang membawaku ke nirwana.
2023
Anugerah Surat-surat Maut
: Tarafah bin Abid
“Paman, sudahlah.
Bukankah di ufuk cerita,
sepotong ‘kematian’ tak ubahnya
syair-syair emas yang beterbangan.
Dan ingatlah, Paman.
Aku selalu ingin bebas
Meraja, laiknya hambur debu-debu nebula.”
***
Seperti koloni elang yang lepas mengembarai laut udara,
sejauh itu pula visus penyair berkelana
merasuki seluk-seluk jiwa
Menjelma bohemian pencaci;
Menjelma bohemian pemuji
Atas nama ayat-ayat emas yang ia pilin sendiri
menjadi tombak panas dan menghujamkannya
menuju degup jantung istana
Maka karenanya selang beberapa putaran dunia,
ia dan pamannya diputuskan musti
berkalung titah raja; meraba panjang safar jelaga
Dan sampai tiba saatnya,
Di tengah perjalanan kosong mereka
di bawah daging matahari, di atas gurun tanpa perigi
Sekonyong-konyong Sang Paman mengaku
betapa dirinya habis dikutuk risih-curiga
Ia singkap pucuk surat paduka
Kemudian dari urat bola matanya,
tampak mengular kecil sungai-sungai kematian:
Nak, mari tinggalkan waktu ini
Lihatlah, kita memiliki dua tanda di surat yang kita bawa;
Kita lenyapkan surat paduka sekarang juga,
atau dengan gagah tetap mengantarkannya,
menjemput mayatmu sendiri dengan nasib tangan dan kaki terjagal
Mendengarnya Tarafah sedikit terhenyak
Namun, lekas ia rajut kembali benang-benang keteguhan:
Paman, bukankah aku telah menusukkan tombak emas
ke jantung mereka, maka apa salahnya mereka
mengembalikan tombak itu kepadaku,
meski dengan mandat surat-menyurat ini
--permainan culas ini
Aku tak menyoalkan itu,
dan kau tetaplah tenang, Paman
sekarang juga kau bisa bebas; pulang dengan diam
Menatap kembali riang cakrawala tanpa luka
Dan jika saja suatu pagi engkau sempat membeku;
ingin mengenangku,
kusarankan kau bisa pesan banyak-banyak sulingan khamar
dengan sedikit bumbu sajak-sajak anggur--berbahagialah
Namun sebagaimana aku telah menyuguhkan
daging busuk itu sendiri ke meja serigala haus pujaan
Kuputuskan sendiri lontar pertanggungjawaban
Menemui Bahrain, menjemput epilog;
menyambutnya dengan tarian imaji-imaji amal orang suci
Dan dalam perjalanan, akan selalu kuingat,
agar setidaknya akan kuminum jiwa Pheidippides,
seorang pewarta gagah yang tumbang di hikayat surat kabar
Sehingga kami akan menjadi kembar, bersama,
terbebas dari kurungan bumi
akibat menerima berkah dari sepucuk surat sakti
Maka dengan itu, ketahuilah, bersenang-rialah:
melalui surat-surat kami—kami melayang-abadi
***
Sang Paman menurutinya, ia pulang dengan diam
Lalu sesampainya ia di pintu rumahnya,
ia temui selembar kertas menempel bertinta emas:
Paman, aku elang nebula bersajak anggur para dewa.
Malang, 2023
Demi Orang-orang Mati
dan lihatlah di banyak sekeliling taman,
banyak sapiens yang terdampar
Maka hari ini, kepada engkau, Tuhan,
pinjamkan aku delapan milyar nyawa manusia
Lalu aku akan hidup-mati-hidup,
bertebar bunga dan abadi
--tak akan hadir kembali orang-orang pasi
Malang, 2023
Penulis adalah manusia seperti pada umumnya.