“Jangan takut dan jangan bersedih. Tuhan bersama kita.”
QS. Qt-Taubah ayat 40
Kita perlu selalu mengingat bahwa Allah Swt. tidak membebani kita di luar kapasitas kita. Ujian dan cobaan yang Allah Swt. sediakan untuk kita bisa berbentuk apa saja; mulai dari perut yang lapar, kondisi kesehatan yang naik-turun, hingga beban pikiran yang membuat kita berpikir hidup kita selalu kekurangan. Tetapi Tuhan Maha Tahu setiap kemampuan masing-masing kita. Hal yang tidak perlu terjadi adalah kita terlalu berlebihan memikirkan musibah-musibah yang mengakumulasi hingga menyebabkan beban lain dalam pikiran kita.
Dua hal yang biasanya menjadi dampak dari kelemahan kita sebagai manusia adalah stres dan depresi. Kebanyakan orang masih menganggap stres dan depresi adalah sama. Namun sebenarnya keduanya berbeda.
Stres muncul akibat tekanan pada diri seseorang. Karena tekanan yang terlalu banyak, tubuh terpaksa merespon dengan menghabiskan energi untuk mengatasi tekanan tersebut. Akibatnya, tidak banyak energi yang bisa lagi diluangkan untuk mengatur waktu tidur, pola makan, dan mengontrol emosi. Itulah mengapa orang yang sedang stres sering susah mengatur waktu tidur, merasa kelelahan, dan mudah tersinggung.
Tekanan yang bisa menjadi penyebab stres bisa datang dari mana saja; bisa dari luar maupun dari dalam diri sendiri. Tekanan yang berasal dari luar misalnya adalah pekerjaan yang terlalu banyak atau tuntutan dari lingkungan sekitar yang berlebihan. Allah Swt. dengan segala keagungan-Nya mengetahui kapasitas setiap manusia. Namun kita semua dengan segala keterbatasan kita sama sekali buta terhadap hati dan pikiran saudara-saudara kita. Sering kali kita tanpa berpikir banyak menuntut saudara-saudara kita untuk sesuatu yang lebih dari kapasitas mereka, dan mengatakan sesuatu yang bisa membebani hati dan pikiran mereka. Semoga Allah melindungi kita dari hal-hal seperti itu.
Tekanan juga bisa muncul dari dalam sendiri karena keterbatasan manusia dalam memahami diri sendiri. Tidak kalah sering pula kita memberikan tuntutan yang terlalu banyak untuk diri kita sendiri. Kita menuntut diri sendiri untuk mendapatkan sesuatu yang melebihi kapasitas kita. Akibatnya banyak energi dan pikiran kita yang terbuang untuk memenuhi tuntutan itu dan justru merusak diri kita sendiri.
Stres yang telah menumpuk dan berlarut-larut dapat menyebabkan depresi. Seseorang yang dilanda depresi akan kehilangan semangat, motivasi, dan merasa bahwa hidupnya telah gagal. Depresi berbeda dari stres. Ketika seseorang sedang merasa stres, dia tahu tekanan-tekanan apa saja yang membuat dia merasa terbebani. Dia bisa memberikan jawaban dengan pasti, entah itu masalah pekerjaan, rumah tangga, atau kondisi keuangan dia. Namun ketika seseorang sedang dilanda depresi, dia akan kebingungan beban apa yang membuat dia tertekan. Depresi adalah situasi yang begitu mendalam hingga penderitanya akan merasa kesulitan bahkan untuk memikirkan beban apa yang sedang dia derita. Seseorang yang sedang depresi bisa merasa gelisah dan sedih bahkan tiba-tiba menangis tanpa tahu apa penyebabnya.
Banyak hasil penelitian menyebutkan bahwa semakin tinggi keyakinan agama seseorang maka semakin rendah resiko depresi yang akan dia derita. Hal yang kerap salah dimengerti banyak orang adalah, bahwa hasil penelitian seperti itu bukan berbentuk sebab-akibat, melainkan hanya hubungan korelasi saja. Artinya, ketika kita bertemu dengan seseorang yang memiliki keyakinan beragama yang kuat, kita boleh menebak dia sedang tidak dilanda depresi. Itu karena ada hubungan antara tingkat spiritualitas dengan kemungkinan depresi itu tadi.
Tetapi, bukanlah hal yang bijak ketika kita menemukan saudara kita yang sedang dalam fase depresi kemudian kita mengatakan padanya bahwa dia kurang beribadah. Jika kita beranggapan bahwa dengan dengan menyuruh seseorang untuk lebih sering beribadah bisa membantu dia untuk mengatasi depresinya, mungkin pemikiran kitalah yang terlalu sederhana. Spiritualitas dan kedekatan dengan Allah Swt. bisa mengurangi resiko depresi. Tetapi menuntut untuk lebih banyak beribadah tidak selalu menjamin seseorang lebih dekat dengan Allah Swt. Sebaliknya, ada resiko di mana dengan mengatakan seperti itu justru akan membuat dia lebih merasa bersalah sehingga justru malah menambah beban pikiran dia.
Penulis adalah Santri PPMH yang sedang menempuh studi Strata-2 Sastra Bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang juga biasa berkicau di @wiqoyil_islama