Sebelum menciptakan manusia pertama di dunia, Allah SWT terlebih dahulu menciptakan makhluk-makhluk lain. Hal ini dibenarkan oleh pendapat para ilmuan sejarah terlepas dari keyakinan yang mereka peluk atas penciptaan. Mereka memperkirakan manusia baru menginjakkan kaki di muka bumi 2,5 juta tahun yang lalu. Sedangkan ketika manusia belum ada, binatang-binatang lain sudah eksis selama beberapa milyar tahun. Artinya, spesies binatang-binatang yang bertahan dari kepunahan hingga hari ini, telah menghuni bumi jauh lebih lama daripada bangsa manusia.
Ibaratnya manusia ini pendatang baru. Ketika detik pertama Nabi Adam diturunkan ke bumi, binatang-binatang penghuni asli bumi sudah lama beranak pinak. Binatang-binatang itulah yang penduduk asli, sementara kita, manusia, adalah pindahan. Sekalipun didatangkan sebagai khalifah oleh Allah SWT, manusia adalah pendatang baru yang harus belajar memahami.
Seseorang yang pindah ke lingkungan yang baru, akan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan barunya. Seperti misalnya seorang mahasiswa pendatang di kota Malang yang berasal dari Jawa Tengah. Beberapa hari awal dia mungkin masih berbicara dengan logat Jawa Tengah. Namun setelah empat tahun tinggal di Malang, dia akan berbicara layaknya warga Malang berbicara. Tidak hanya logat bicara dan pemilihan kata, kebiasaan lain seperti cara berkendara, pilihan makanan, dan lain sebagainya juga sangat mungkin berubah. Bahkan sangat mungkin ketika dia pulang ke Jawa Tengah, keluarga dan teman-temanya akan melihat dia berubah seperti orang Malang.
Contoh yang dibahas di atas terjadi kepada mahasiswa selama empat tahun; pindah dari Jawa Tengah ke kota Malang. Bagaimana dengan manusia? Sudah jutaan tahun berlalu sejak kepindahan manusia dari surga ke bumi. Mungkin saja umumnya manusia, termasuk diri kita, yang ada saat ini memiliki lebih dominan karakter binatang daripada manusia. Ketika Allah SWT menciptakan Nabi Adam sebagai manusia pertama, Allah memerintahkan para malaikat bersujud kepadanya. Namun hari ini, kita justru adalah makhluk yang bertindak menuruti hasrat dan nafsu keduniawian. Dan kita menyebut dasar tindakan-tindakan seperti itu rasional dan masuk akal.
Kita masih manusia dan memiliki karakter manusia dalam diri kita. Sama seperti mahasiswa asal Jawa Tengah yang bagaimanapun akan tetep memiliki karakter ke-Jawa-Tengahan-nya dalam dirinya. Tapi karakter tersebut telah bercampur dengan karakter kota Malang. Sama seperti manusia yang sekarang dalam diri kita telah tercampur dengan karakter kebinatangan.
Momen saat hari raya Qurban ini adalah saatnya kita mengingat kembali alasan manusia tercipta di dunia. Melalui simbol-simbol yang ditunjukkan di dunia, Allah SWT menginginkan kita menyembelih kebinatangan dalam diri kita dan menghidupkan manusia yang memang seharusnya utuh menjadi diri kita.
Hari raya Qurban diperingati sebagai pengingat ketika Nabi Ibrahim melaksanakan perintah terberat Allah SWT yang diberikan pada beliau. Allah memerintah Nabi Ibrahim untuk membawa Nabi Ismail ke gunung dan menyembelih menyembelihnya. Dengan berbesar hati beliau membawa Nabi Ismail ke atas gunung dan memposisikannya untuk hendak memenggal lehernya. Belati telah diangkat dan diayunkan. Tetapi ketika mengenai kulit leher, kulit leher itu bukanlah kulit leher Nabi Ismail. Bahkan tubuh itu bukanlah tubuh Nabi Ismail lagi. Makhluk yang terkulai itu adalah seekor kambing.
Hikmah yang bisa kita simpulkan adalah bahwa sebenarnya pada diri setiap manusia ada karakter binatang. Tuhan memerintah kita untuk membunuh binatangnya. Sehingga yang tersisa adalah sisi manusianya. Ketika binatangnya sudah disembelih, dagingnya dibagi-bagikan kepada manusia untuk dimakan, untuk bertahan hidup. Sehingga yang tersisa memang manusia yang terus hidup. Kita diiingatkan bahwa sisi kebinatangan kita ada dalam kendali kita.
Penulis adalah Santri PPMH yang sedang menempuh studi Strata-2 Sastra Bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang juga biasa berkicau di @wiqoyil_islama