Menjadi Guru Untuk Diri Sendiri

Senin, 13 Jun 2022, 18:01 WIB
Menjadi Guru Untuk Diri Sendiri
Hijrah

Kita pasti pernah mendengar pepatah yang mengatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Hal tersebut nampaknya benar. Kita bisa belajar banyak melalui pengalaman-pengalaman kita. Namun, jika benar bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik, maka bukankah seharusnya bisa dipastikan bahwa semakin tua seseorang maka semakin dia bijak? Entah mengapa hal ini tidak selalu berlaku. Alim tidaknya seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan level usia. Ada orang-orang yang lebih muda namun jauh lebih alim daripada kita. Begitu pula sebaliknya.

Sebagai seorang muslim, sudah selayaknya kita menjadi seorang yang bisa belajar dari pengalaman. Dalam Hadis Bukhari-Muslim disebutkan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan sebuah hadis di mana Rasulullah Saw. berkata, "Seorang Mukmin tidak terjatuh pada lubang yang sama dua kali." Namun, apakah hal itu berarti pengalaman memiliki derajat yang sama dengan seorang guru? Lantas mengapa ada begitu banyak hadis tentang memuliakan guru namun tak ada satupun perintah untuk memuliakan pengalaman.

Rupanya hal yang luput dari pengamatan kita adalah bahwa tidak selalu seseorang belajar dari guru. Analogi bahwa pengalaman adalah guru didasari asumsi bahwa sumber belajar adalah guru. Padahal tidak. Ada kalanya kita belajar dari buku tanpa bantuan dari seorang guru. Ada perbedaan antara guru dan pengalaman. Guru bisa mengarahkan kita dalam mengambil kesimpulan dan membimbing kita dalam pengambilan keputusan. Sementara buku dan pengalaman tidak. Keduanya hanya memberikan kumpulan informasi kepada kita. Kita sendirilah yang kemudian harus menyimpulkan dan menentukan sikap.

Maka, masuk akal sekalipun memiliki banyak pengalaman tidak berarti seseorang akan menjadi semakin alim. Hal itu adalah karena pengalaman adalah materi belajar, bukan guru. Semakin bertambah usia bukan jaminan seseorang akan bertambah alim. Sebab memiliki pengalaman hanya setara dengan memiliki buku sebagai materi belajar. Kita bahkan bisa menolak untuk belajar sama sekali walaupun memiliki segudang buku.

Dengan memahami ini, maka kita harus menyadari bahwa pengalaman adalah materi pembelajaran yang baik. Namun guru terbaik adalah guru. Jika kita tidak berhasil menemukan guru untuk membimbing kita belajar, maka sia-sia sebanyak apapun pengalaman yang kita miliki.

Kabar baiknya adalah, untuk belajar dari pengalaman, kita bisa menjadi guru untuk diri kita sendiri. Kita bisa membimbing diri kita untuk menarik kesimpulan dan memutuskan bagaimana harus bersikap dari pengalaman. Maka, dengan belajar dari pengalaman, kita telah menjadikan diri kita sebagai guru untuk diri kita sendiri. Dan dengan begitu, maka kita telah menghormati diri kita sendiri.

Semoga kita termasuk orang-orang yang bisa belajar dari pengalaman.

Santri Gading  Dakwah Santri 
Wiqoyil Islama

Penulis adalah Santri PPMH yang sedang menempuh studi Strata-2 Sastra Bahasa Inggris di Universitas Negeri Malang juga biasa berkicau di @wiqoyil_islama

Bagikan