Mengembalikan Ruh Kemerdekaan - Bagian 1

Rabu, 17 Ags 2022, 16:08 WIB
Mengembalikan Ruh Kemerdekaan - Bagian 1
Pahlawan Kemerdekaan

"Dan Allah Telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” 

(QS An-Nahl:112)

Bagi Indonesia, bulan Agustus adalah bulan yang paling dikenang sekaligus paling dihargai. Karena pada bulan ini, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di jalan Pegangsaan timur nomor 56, atas nama bangsa Indonesia, dwi tunggal Sukarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia.

Dalam tinjauan historis, sebenarnya kemerdekaan itu terjadi karena berkumpulnya empat faktor, yaitu faktor kebetulan, perhitungan, kekompakan, dan rahmat Allah SWT.

Faktor kebetulan terjadi pada pertengahan bulan Agustus 1945 saat vacuum of power (kekosongan kekuasaan), karena Jepang sebagai penjajah Indonesia pada saat itu menyerah tanpa syarat pada sekutu setelah tanggal 6 dan 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dan Hiroshima dihancurkan dengan bom atom. Kekosongan kekuasaan yang terjadi dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Faktor perhitungan yang matang muncul ketika peluang untuk "secepatnya memproklamasikan kemerdekaan" memang tidak bisa terjadi sewaktu-waktu. Perjuangan panjang bangsa Indonesia dengan segenap jiwa, raga, tenaga, dana, bahkan nyawa dari para pahlawan bangsa harus berakhir pada satu titik yang dinamakan "merdeka". Dan pada saat itu adalah waktu yang sangat tepat untuk segera bebas dari penjajahan, serta bebas untuk menentukan nasib dan masa depannya sendiri.

Faktor selanjutnya adalah kekompakan seluruh elemen bangsa. Sejarah mencatat sehari sebelum proklamasi, golongan muda yang dipelopori oleh Chairul Saleh dan Anwar Tjokroaminoto ”menyandera” golongan tua yang diwakili Sukarno dan Moh. Hatta di Rengasdengklok. Semula terjadi perdebatan yang cukup panjang tentang kapan waktu yang tepat untuk memproklamasikan kemerdekaan. Tapi dengan iktikad baik demi kemerdekaan tanah air tercinta, diputuskan secara mufakat bahwa proklamasi harus dilakukan pada tanggal 17 Agustus 1945 maksimal pukul 12.00 WIB.

Dan faktor yang paling penting dalam proklamasi saat itu adalah rahmat Allah SWT. Jujur, kita harus mengakui adanya bantuan dan campur tangan Allah SWT dalam upaya mencapai kemerdekaan. Bahkan hal itu tercermin dalam pembukaan UUD 1945, ”Atas berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”.

Tepat sekali jika dikatakan bahwa kemerdekaan kita adalah buah perjuangan tanpa lelah dari semua elemen bangsa, bukan pemberian atau hadiah dari penjajah Jepang. Akan tetapi secara nalar sehat, kemerdekaan bangsa Indonesia pada saat amatlah mustahil. Karena dari segi manapun kita kalah dengan penjajah. Baik senjata, dana, tentara, maupun dukungan internasional. Atas berkat dan rahmat Allah semata, bambu runcing bisa mengalahkan senjata mesiu dan bom, keterbatasan dana tidak menjadi kendala bagi perjuangan, dan kemerdekaan yang dicita-citakan bisa tercapai.

Belajar dari Sejarah

Presiden Soekarno pernah membacakan sebuah pidato berjudul "Jas Merah". Ini merupakan akronim dari "jangan sekali-kali melupakan sejarah". Sejarah bagi sebuah bangsa sangatlah penting karena merupakan identitas bangsa. Dari sejarah pula kita bisa mengambil pelajaran yang berharga bagi kelangsungan bangsa. Sebuah bangsa yang lupa akan sejarahnya, maka dapat dipastikan bangsa itu tidak akan menjadi bangsa yang besar dan makmur.

Sebagai peristiwa sejarah, barangkali proklamasi memang terjadi hanya satu kali. Tapi peristiwa ini sebagai sebuah strategi dan taktik yang akan selalu dikenang dalam konteks ruang dan waktu yang berbeda. Dalam peristiwa besar ini setidaknya ada dua hal yang bisa kita pelajari, sehingga ruh dan makna proklamasi 77 tahun silam tetap relevan dan akan selalu dikenang sampai sekarang :

Bangsa Indonesia dengan tekad bulat dan percaya pada kekuatan sendiri telah menjadi bangsa yang merdeka, bebas dari tekanan dan penjajahan asing yang telah dideritanya sejak lama. Dengan kemerdekaan ini, bangsa Indonesia berhak mengatur sendiri negaranya serta berusaha sekuat tenaga mempertahankan dari gangguan asing.

Dalam konteks kekinian, merdeka dan bebas dari tekanan bangsa asing perlu diperluas dan disesuaikan dengan kondisi yang ada. Bebas dari hutang luar negeri, merdeka dari campur tangan (intervensi) bangsa asing dalam kebijakan-kebijakan negara, mandiri dalam memenuhi kebutuhan ekonominya, terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat, kedaulatan dan keamanan negara yang tangguh merupakan sebagian contoh dari kondisi ideal, yang seharusnya terjadi dalam rangka memberi makna sejati tentang kemerdekaan.

Kemerdekaan juga bisa diartikan sebagai tolok ukur keberhasilan bangsa Indonesia untuk terlepas dari segala bentuk penindasan, kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, pengangguran, serta masalah-masalah sosial yang lain.

Tanggung jawab negara terhadap rakyat adalah mengelola kekayaan negara, kas negara, serta sumber-sumber daya negara untuk digunakan secara optimal demi menyejahterakan kehidupan bangsa. Di samping menjadi tanggung jawab negara, hal itu juga menjadi tanggung jawab kita sebagai warga negara. Idealnya sebagai warga yang baik, kita harus memahami hak dan kewajiban, sehingga sinergi pemerintah dan rakyat akan mempercepat proses pemakmuran bangsa.

Kita tidak boleh hanya berpangku tangan, menghitung bintang dilangit atau  menunggu durian runtuh hanya demi keberlangsungan hidup kita di dunia. Kita harus berikhtiar, kita harus mandiri, kita harus yakin bahwa kita bisa karena berusaha. Sehingga mulai dari diri sendiri kita bisa merdeka dari kebodohan, kita bebas dari kemiskinan, dan kita bisa mandiri dalam perekonperekonomian.

Kemerdekaan Indonesia 
Bagikan