Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali membagi manusia menjadi empat macam. Sosok yang bergelar “Hujjatul Islam” ini mengelompokkan macam-macam manusia berdasarkan kapasitas keilmuan mereka. Imam Al-Ghazali juga memberikan tips bagaimana menghadapi orang-orang tersebut.
Di dalam kitab “Ihya Uluum al-Diin” juz 1 halaman 80, Imam Al-Ghazali menukil dari ungkapan Syekh Kholil bin Ahmad. Hujjatul Islam mengelompokkan manusia menjadi empat, yaitu:
قَالَ الْخَلِيْلُ بن أَحْمَدُ : الرِّجَالُ أَرْبَعَةٌ، رَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوْهُ، وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ نَائِمٌ فَأَيْقِظُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ مُسْتَرْشِدٌ فَأَرْشِدُوْهُ، وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ جَاهِلٌ فَارْفِضُوْهُ. (إحياء علوم الدين، ج: 1، ص: 80)
Syekh Al-Kholil bin Ahmad berkata: “Manusia itu ada empat, (1) Seseorang yang mengetahui dan sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang berilmu, maka ikutilah. (2) Seseorang yang mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya mengetahui, itulah orang yang tidur, maka bangunkanlah. (3) Seseorang yang tidak mengetahui dan sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang yang mencari petunjuk atau bimbingan, maka tujukkanlah atau bimbinglah. (4) Seseorang yang tidak mengetahui dan tidak sadar bahwa dirinya tidak mengetahui, itulah orang bodoh, maka tolaklah (hentikanlah).
Adapun tipe orang yang pertama (رَجُلٌ يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ عَالِمٌ فَاتَّبِعُوْهُ), itu merupakan orang yang berilmu. Ini adalah tipe yang terbaik, ia memiliki kapasitas ilmu yang memadai. Ia sadar bahwa dirinya berilmu dan berkewajiban mengamalkan ilmunya agar bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Tips menghadapi orang ini, yaitu dengan mengikutinya.
Tipe orang kedua (وَرَجُلٌ يَدْرِيْ وَلاَ يَدْرِيْ أَنَّهُ يَدْرِيْ فَذٰلِكَ نَائِمٌ فَأَيْقِظُوْهُ), di dalam riwayat yang lain berbunyi فذلك غافل فنبهوه yang berati “itulah orang yang lalai, maka sadarkanlah dia”. Tipe orang kedua ini sering kita jumpai. Ia memiliki ilmu, akan tetapi ia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki ilmu. Banyak orang disekitar kita yang memiliki potensi yang luar biasa, akab tetapi ia tidak tahu bahwa dirinya memiliki potensi. Keberadaan orang ini seakan-akan tidak berguna, sebelum dirinya bangun dan sadar dari tidurnya dan kelalaiannya. Tips kita menghadapi orang ini, yaitu dengan membangunkan dari tidurnya dan menyadarkan dari kelalaiannya.
Tipe orang ketiga (وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ وَيَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ مُسْتَرْشِدٌ فَأَرْشِدُوْهُ), tipe orang ketiga ini tergolong manusia yang baik. Ia sadar bahwa dirinya memiliki kekurangan. Dengan kesadaran yang dimiliki, ia melakukan intropeksi diri dan menempatkan dirinya di tempat yang pantas baginya. Karena dia sadar dan tahu bahwa dia tidak berilmu, maka dia belajar, belajar dan belajar. Dengan belajar, suatu saat dia menaikkan derajatnya menjadi tipe orang yang berilmu dan sadar kalau dirinya berilmu. Tip menghadapi orang ini, yaitu dengan memberikan bimbingan dan petunjuk kepadanya.
Sedangkan tipe orang yang terakhir (وَرَجُلٌ لَا يَدْرِيْ أَنَّهُ لَا يَدْرِيْ فَذٰلِكَ جَاهِلٌ فَارْفِضُوْهُ.), Imam Al-Ghozali menjelaskan bahwa tipe orang ini merupakan yang paling buruk. Pasalnya, ia selalu merasa mengetahui, selalu merasa mengerti, selalu merasa mempunyai ilmu, padahal ia tidak mengerti apa-apa. Manusia yang seperti ini susah untuk disadarkan, kalau diingatkan dia akan membantah. Sebab dirinya merasa lebih mengetahui dan mengerti. Tips menghadapi orang ini, yaitu dengan berhati-hati kepadanya dan menghetikan perbuatannya.
Setelah mengetahui tipe manusia di atas, mari kita intropeksi diri kita masing-masing. Di kelompok manakah diri kita berada?
Semoga bermanfaat dan barokah. Aamiin.
Penulis adalah santri aktif di Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa jurusan Bahasa & Sastra Arab di UIN Maliki Malang.