Alasan Syariat Menetapkan Khiyar dalam Jual Beli

Selasa, 06 Feb 2024, 17:19 WIB
Alasan Syariat Menetapkan Khiyar dalam Jual Beli
Khiyar Jual Beli

 

 

Bagi para lakon jual beli, ada hal menarik untuk diketahui. Ternyata syariat menetapkan hak istimewa bagi kita dalam melakukan transaksi. Apalagi kalau bukan hak opsional atau yang familiyar dengan sebutan khiyar. Terbilang istimewa lantaran hanya berlaku untuk umat Nabi Muhammad SAW[1]. 

Khiyar merupakan hak pilih untuk melanjutkan atau membatalkan transaksi jual beli yang telah berlangsung. Hak tersebut bisa dimiliki oleh penjual dan pembeli. Alhasil keduanya dapat mempertimbangan lagi transaksi yang telah dilakukan, apakah hendak dibatalkan atau tetap dilanjutkan[2].

Syariat menetapkan khiyar bukan tanpa alasan. Jelas ada pertimbangan, dalam artian ketetapan khiyar bukan bersifat dogmatis. Untuk mengetahui alasan tersebut kita harus menelaah dalil yang melandasi ketetapan khiyar, karena mencari alasan hukum sama dengan mencari latar belakang suatu dalil.

Kajian dalil pertama untuk membedah alasan ketetapan khiyar terdapat dalam kutipan kitab Hasyiyah Bujairomi ‘alal khotib . Di dalam kitab tersebut terdapat beberapa hadis yang menjadi dasar ketetapan khiyar:

Pertama:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «البَيِّعَانِ بِالخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا، أَوْ يَقُولُ أَحَدُهُمَا لِصَاحِبِهِ اخْتَرْ )رواه الشيخان)

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. Berkata:‘Nabi saw. bersabda’: ‘penjual dan pembeli memiliki pilihan sebelum keduanya berpisah atau salah satu pihak dari mereka mengatakan pililhlah!’” (HR. Bukhari Muslim)

Kedua:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ سَمِعْتُ رَجُلاَ مِنَ الأَنْصَارِ وَكَانَتْ بِلِسَانِهِ لَوْثَةٌ يَشْكُوْ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ أَنّهُ لَايَزَالُ يُغْبَنُ فِيْ البَيْعِ فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ الله صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ إِذَا بَايَعْتَ فَقُلْ لَاخِلَاَبةَ ثُمَّ أَنْتَ بِالخِيَارِ فِي كُلِّ سِلْعَةٍ ابْتَعْتَهَا ثَلَاثَ لَيَالٍ فَاِنْ رَضِيْتَ فَأَمْسِكْ وَاِنْ سَخِطْتَ فَارْدُدْ (رواه البيهقي)

Artinya: “Dari Ibnu Umar ra. berkata: ‘Aku mendengar sahabat Ansor yang lugu mengadu kepada Rasulullah saw. bahwa ia selalu dirugikan dalam jual beli. Lalu Rasulullah saw. bersabda kepadanya: ‘Apabila kamu jual beli maka katakan tidak ada manipulasi, selanjutnya kamu berhak menetukan pada setiap barang yang kamu beli selama tiga malam. Jika kamu berminat, ambil jika tidak maka kembalikan” (HR. Baihaqi)

Dalam kitab Mausu’ah fiqhiyah quwaitiyah diterangkan dari dua hadis di atas dapat disimpulkan, secara umum khiyar ditetapkan  untuk menjaga  kemaslahatan penjual dan pembeli.

فاَلْغَايَةُ مِنَ الخِيَارَاتِ الحكمية تَمْحِيْصُ الإِرادتين وتنقية عنصر التراضي من الشوائب تواصلا الى دفع الضرار عن العاقد

Artinya: “Tujuan adanya khiyar adalah untuk memberikan kesempatan kepada pelaku transaksi membuat pertimbangan secara matang sebelum mengambil keputusan terbaik  agar transaksi yang dilakukan benar-benar atas dasar ridlo dan terhindar dari unsur-unsur mengecewakan atau merugikan bagi mereka”.

Kita mengetahui dalam praktek jual beli banyak sekali penipuan yang kemungkinan terjadi, apalagi tabiat manusia lumrahnya terkesan tergesah-gesah dalam memutuskan sesuatu. Nah, dengan adanya khiyar kita memiliki kesempatan memikir ulang transaksi yang telah berlangsung supaya terhindar dari penipuan dan kerugian[3]. Hal serupa juga disampaikan oleh Syaikh Khatib Syarbini dalam kitab Mughnil Mukhtaj:

وَالْأَصْلُ فِي الْبَيْعِ اللُّزُومُ؛ لِأَنَّ الْقَصْدَ مِنْهُ نَقْلُ الْمِلْكِ، وَقَضِيَّةُ الْمِلْكِ التَّصَرُّفُ، وَكِلَاهُمَا فَرْعُ اللُّزُومِ إلَّا أَنَّ الشَّارِعَ أَثْبَتَ فِيهِ الْخِيَارَ رِفْقًا بِالْمُتَعَاقِدِينَ

Artinya: “Pada dasarnya transaksi jual beli tidak bisa dibatalkan (luzum) karena tujuannya adalah memindah hak milik (barang) dan keniscayaan hak milik adalah hak mentransaksikan. Keduanya (memindah hak milik dan transaksi) merupakan kosekuensi dari transaksi yang bersifat luzum. Hanya saja syariat menetapkan khiyar sebagai kelonggaran pihak yang bertransaksi.

Bayangkan saja ketika tidak ada ketetapan khiyar. Berapa banyak keresahan yang muncul? Penipuan akan meraja rela[4]. Oleh karena itu, kita perlu mengkaji salah satu kaidah fiqh yakni  الضرر يزال yang berarti kemudaratan harus dihilangkan.

Penipuan dan kerugian merupakan kemudaratan yang berdampak pada harta. Itu harus dihilangkan. Makanya syariat menetapkan khiyar. Kurang lebihnya untuk mencegah dan menghilangkan kemudaratan itu[5]Wallahua’lam

 

Editor: Ariby Zahron

           

           

           

           

           

           

 

           

 

 

 

 


[1] [Imam Nawawi, Majmu’ sarah muhadzab (Maktabah Samela) juz. 9 hal.  163]

[2] [Syarbini, Khatib, Mughnil mukhtaj (Beirut : Darul kutub ilmiyah) juz. 2 hal. 54]

[3] [Lihat Dawabitul fiqhiyah fi khiyar majlis wa syarti wa tadlis wal ghabni (Maktabah Islamiyah) juz. 1 hal. 30]

[4] [Syuyuti, Jalaludin, Asybah wan nadhoir (Maktabah Samela) hal. 84]

[5] . [Abdul Ghofar, Muhammad Hasan, Qowaidul fiqhiyah baina ashalah wat taujih (Maktabah Samela) juz. 6 hal. 10]

 

syariat  praktik penipuan  khiyar  jual beli 
Achmad Bisri Fanani

Mahasantri An-Nur II Malang, pengurus pustaka penerbitan An-Nur II Malang.

Bagikan