Haul Syaikh Abdul Qodir al-Jilani, Begini Mauidhoh KH. Luthfi bin Abdul 'Adzim

Rabu, 23 Des 2020, 07:39 WIB
Haul Syaikh Abdul Qodir al-Jilani, Begini Mauidhoh KH. Luthfi bin Abdul 'Adzim
Haul dan Manaqib Qubro Syaikh Abdul Qodir Al- Jilani 1442 H Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang ( Dok. PPMH )

Suasana yang berbeda pada pagi tadi (06/12/2020) di PP. Miftahul Huda Gading Kota Malang. Pasalnya digelar rangkaian Maulid Nabi, Manaqib & Haul Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani dengan menggandeng Jam’iyah Ahlith Thariqah Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) Kota Malang.

Turut hadir Habib Agil bin Agil, Habib Abdullah Mauladdawillah, Rais Syuriyah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Malang, Dr. Chamzawi,M.Pd, ulama, dan jajaran pengurus Idaroh Syu’biyah JATMAN Kota Malang, serta alumni PP. Miftahul Huda Gading Malang.

Selepas shalat subuh berjamaah, dilanjut khotmil al-Qur’an, pembacaan blangko arwah, maulid simtud duror hingga acara inti, yakni sambutan sampai mauidhoh hasanah. Dalam sambutan ketua panitia, Bapak H. Sulton menegaskan bahwa acara tahunan ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dikarenakan masih dalam pandemi, hingga hanya beberapa yang diundang.

“Kami sampaikan banyak terimakasih kepada seluruh para koordinator yang sudah ikut mengsukseskan acara ini. Mohon maaf apabila kehadiran jamaah dibatasi, namun tidak menjadi masalah karena bisa menyaksikan live streaming yang ditayangkan Batu TV dan TV9,” tutur ketua panitia.

Terpantau dilokasi menerapkan protokol kesehatan mulai dari kedatangan. Ada bilik semprot khusus di datangkan dari Universitas Negeri Malang, pengecekan suhu tubuh, wajib memakai masker, hingga dalam tempat duduk berjarak (physical distancing).

K.H. M. Baidhowi Muslich mewakili shohibul bait, memberikan sambutan mengenai beberapa cerita singkat para waliyullah. “ Syaikh Abdul Qodir al-Jilani dalam suatu riwayat melihat seorang perempuan yang sedang thowaf di Makkah hanya dengan satu kaki. Lebih dari itu kecepatan melebihi Syaikh Abdul Qodir al-Jilani. Ditanyakan ke laukhul mahfudz, tidak menemukan. Akhirnya menemukan jawaban, kalau itu adalah wali perempuan, ia adalah Rabi’ah Adawiyah,” jelas Ketua MUI Kota Malang yang juga pengasuh PP. Anwarul Huda.D

Dalam mauidhoh hasanah, K.H. Lutfi Hakim bin K.H. Abdul ‘Adzim menuturkan musim pandemi menurut pengamat, beberapa negara telah mengalami krisis. “Bagaimana manusia dihancurkan dengan sebuah virus. Virus yang ukurannya begitu amat kecil. Allah yang menurunkan, dan Allah yang akan memberikan obat.” beber KH. Lutfi Hakim yang sekaligus mursyid thariqah qadiriyah wa naqsabandiyah.

Berikut poin-poin dalam mauidhoh beliau :

Ada yang lebih parah dari krisis ekonomi akibat pandemi ini, yaitu krisis keteladanan. Amit sewu (mohon maaf) banyak penceramah nasional yang sudah menjadi panutan yang berbicara tidak sopan. Apalagi kalau sudah masuk sosial media, ini kelas nasional bukan lagi kelas wilayah atau daerah. Jika diunggah, semua publik akan mengetahui. Bahaya kalau yang melihat adalah orang awam.

Tidak ada contoh yang bisa menjadi rujukan kecuali Baginda Nabi Muhammad SAW, bagaimana beliau mengajarkan keteladanan. Laqod kaana rasulullahi uswatun hasanah. Sesungguhnya dari dalam diri Nabi Muhammad tersimpan contoh/teladan yang baik. Lafadz Laqod Kaana. Adalah penekanan; huruf tahqiq yang masuk kepada fi’il madhi.

Dalam suatu kisah, Rasulullah SAW dibuatkan minuman oleh Siti Aisyah. Ketika Siti Aisyah menuangkan gula, ternyata salah dengan garam. Disuguhkan kepada Nabi Muhammad SAW. Diminumlah, sampai setengah gelas. Apa respon Nabi? “Tidak pernah saya meminum minuman ini,” dengan tersenyum. Setelah selesai, Siti Aisyah mencoba mencicipinya. “Innalillahi wainna ilaihi roji’un” ternyata asin dari garam. Begitulah akhlak panutan kita Nabi akhiruzzaman.

Belum lagi dalam hal perjuagan. Pernah dilempari kotoran. Sikap Nabi ialah mendoakan “Ya Allah berikan hidayah kepada ummatku, mereka belum tau siapa aku.” ucap Nabi. Dari kejadian itu akhirnya luluh hingga masuk islam berkat keberkahan serta akhlak Nabi.

Berbicara Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, menukil dalam keterangan kitab Minhajus Shawi ada tiga santri, pertama Syaikh Abdul Qodir Al-Jilani, kedua Ibnu Saqo’ dan terakhir rojul akhor. Beliau bertiga ingin sowan kepada wali ghaust. Namun niat mereka berbeda. Ibnu Saqo’ lebih pada ingin mengetes, apakah itu benar-benar wali, berbeda Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani yang ingin mengambil istifadah dan berkah. Niat tulus Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani berbuah pada beliau diberikan isyarah akan menjadi wali, dan kakinya diatas leher seluruh wali. Naas, Ibu Saqo’ dengan niat yang menyepelekan, akhir hayatnya terjadi konflik dengan non islam, hingga ia keluar islam. Meskipun sebelumnya ia terkenal alim dan disegani.

“Semoga kita tetap dalam jalan apa yang diajarkan guru-guru kita, meskipun haul dan manaqib dilarang, kita tetap istiqomah,” tutup KH. Lutfi Hakim.

Wallahu a’lam bishowab

Thoriqoh Qodiriyah wa Naqsabandiyah  Syaikh Abdul Qodir al-Jilani  Haul Pondok Gading  1442 H 
Bagikan