Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Maaf, nama saya Ravi. Saya ingin bertanya tentang fenomena yang ada di Indonesia ini. Sering kita lihat banyak kalender atau poster yang menyangkut acara-acara rutinan pondok pesantren. Yang mana lembaran-lembaran kalender atau poster tersebut tertera foto orang-orang yang kita ta’dzimi seperti Kiai kita dan para dzuriyyah serta para Habaib dan orang-orang sholeh. Namun ketika masanya sudah tidak berlaku lagi, sering dijumpai di masyarakat kalender tersebut dibuang di tong sampah, Menggunting-guntingnya sebagai bahan dekor dengan membidik sebagian foto dan mengabaikan yang lain , Menggunakannya sebagai sampul buku, baik dalam keadaan terbalik (dengan menampilkan bagian yang putih polos) atau dengan menampilkan gambarnya di bagian luar. Apakah foto ulama’ dalam kalender termasuk sesuatu yang wajib dimuliakan? kemudian Bagaimana hukum melakukan tindakan sebagaimana deskripsi di atas? Terimakasih.
Wa’alaikumsalaam Wr. Wb.
Terimakasih sahabat Ravi atas pertanyaannya yang sangat menarik untuk kita bahas. Foto Ulama’ dalam kalender termasuk kategori muadzom (sesuatu yang dimuliakan) dikarenakan foto tersebut menunjukkan sosok orang yang harus dihormati sebagaimana nama ulama menunjukkan sosok Ulama’ yang mempunyai nama tersebut. (Tuhfatul Muhtaj, juz 2, hal 177; Is’adur Rofiq, hal 93-94; Al-furuq juz 4, hal 346; Hasyiah Jamal juz 1, hal 277; Ianahtut Tholibin juz 1, hal 109; Hasyiah Jamal juz 1, hal 28). Kemudian, Hukum membuang kalender ke tempat sampah adalah haram. Sebab perbuatan tersebut secara langsung merupakan bentuk pelecehan. Hukum menggunting dengan tujuan tersebut diperbolehkan sebab tidak ada unsur izdiro’ (melecehkan) dan bukan termasuk tamziq (merobek-robek) , kecuali bila pengguntingannya mengesankan pelecehan seperti memotong wajah maka hukumnya haram. Hukum menggunakan sebagai sampul kitab terjadi khilaf ulama’,menurut Imam Ibnu Hajar hukumnya haram, akan tetapi menurut Imam Al Syihab Al Romli jika ada tujuan tabarruk (mencari berkah) maka hukumnya tidak sampai haram (makruh), menurut Imam Ibnu Qosim boleh selama tidak ada tujuan melecehkan .(Is’adur Rofiq, juz 1, hal 61; Tuhfatul Habib, juz 5, hal 109; Tuhfatul Muhtaj juz 1, hal 164-165; Syarah Bahjah juz 2, hal 85; Hasyiah Bujairomi Manhaj juz 1, hal 184).