Pada dasarnya doa merupakan ibadah yang sangat agung, dapat meningkatkan keimanan dan memperkuat manisnya keimanan di dalam hati seorang Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga menganggap doa sebagai ibadah itu sendiri, dalam sebuah hadits:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ”، ثُمَّ قَرَأَ: {وَقَالَ رَبُّكُـمْ ٱدْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ داخِرِينَ} غافر:60
“An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Doa adalah ibadah.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ayat: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku-perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku, akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60).
Mengusap wajah dengan kedua tangan setelah berdoa termasuk dalam perkara yang juga dibahas di kalangan ulama. Ada perbedaan pendapat di antaranya karena perbedaan pandangan mengenai dalil yang menjadi landasannya. Landasan yang dirujuk terkait mengusap wajah setelah berdoa ini dijelaskan dalam hadits Umar RA yang dinukil dari Bulughul Maram oleh Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalani. Berikut bunyi haditsnya.
عن عمر رضي الله عنه قال: (( كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا مَدَّ يَدَيْهِ فِي اَلدُّعَاءِ لَمْ يَرُدَّهُمَا حَتَّى يَمْسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ)). أخرجه الترمذي .وله شواهد منها عند أبي داود من حديث ابن عباس وغيره ومجموعها يقضي بأنه حديث حسن
Dari ‘Umar ra, ia berkata: “Rasulullah ﷺ mengangkat kedua tangannya ketika berdo’a, tidak mengembalikannya lagi sehingga ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya itu.” (HR. Imam at-Tirmidzi) dan terdapat hadits lain yang menguatkannya, di antaranya hadits Abu Dawud dari Ibnu ‘Abbas ra dan lainya. Keseluruhan riwayat-riwayat itu memastikan kedudukan hadits ini sebagai hadits hasan.
Syaikh Muhammad bin Ismail al-Amir al-Yamaniy Shan’aniy (w. 1182 h) dalam kitab Subulu as-Salam Syarhi Bulughu al-Maram min Jam’i Adillati al-Ahkam mengatakan:
وفيه دليل على مشروعية مسح الوجه باليدين بعد الفراغ من الدعاء . قيل: وكأن المناسبة أنه تعالى لما كان لا يردهما صفرا فكأن الرحمة أصابتهما فناسب إفاضة ذلك على الوجه الذي هو أشرف الأعضاء وأحقها بالتكريم.
Dalam hadits ini terdapat dalil disyari’atkannya mengusap wajah dengan ke dua tangan setelah selesai berdoa. Dikatakan: “Dan seakan (hadits ini) ada keserasian (dengan hadist sebelumnya dari riwayat Salman Al-Farisi ra) yaitu: “Ketika kedua tangan diangkat (saat berdoa), Allah tidak menolaknya dengan kehampaan.” Maka secara tidak langsung (Rasulullah ﷺ bersabda): “Rahmat Allah turun pada kedua tangannya”. Dan layak jika diharapkan, siraman rahmat itu juga mengenai wajah yang merupakan anggot tubuh paling mulia, yang seharusnya lebih dimuliakan.”
Selanjutnya, Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Ismail ath-Thahthawiy al-Hanafiy (w. 1231 h) saat memberikan keterangan (Hasyiyah) kitab Muraqi al-Falah bi Imdadi al-Fatah Syarhu Nur al-Idhah wa Najati al-Arwah tersebut mengatakan:
الحكمة في ذلك عود البركة عليه وسرايتها إلى باطنه وتفاؤلا بدفع البلاء وحصول العطاء ولا يمسح بيد واحدة لأنه فعل المتكبرين ودل الحديث على أنه إذا لم يرفع يديه في الدعاء لم يمسح بهما وهو قيد حسن لأنه صلى الله عليه وسلم كان يدعو كثيرا كما هو في الصلاة والطواف وغيرهما من الدعوات المأثورة دبر الصلوات وعند النوم وبعد الأكل وأمثال ذلك ولم يرفع يديه ولم يمسح بهما وجهه أفاده في شرح المشكاة وشرح الحصن الحصين وغيرهما
“Hikmah dalam hal itu adalah berharap kembalinya keberkahan dan rahasia-rahasianya merasuk kedalam jiwa dan raga serta ber-tafaul (beretikad baik) akan tertolaknya bala dan terkabulnya apa yang diminta. Janganlah mengusap dengan satu telapak tangan karena hal itu perbuatan orang-orang yang sombong. Hadits ini memberikan pengertian bahwa jika dalam doa seorang tidak mengangkat tangan, maka tidak dianjurkan mengusap wajahnya. Pernyataan ini adalah batasan yang baik karena Rasulullah ﷺ sendiri sering melakukan doa diberbagai kesempatan seperti dalam Sholat, Tahwaf dan lainnya berupa doa-doa yang Ma’tsur baik setelah selesai sholat, tidur, makan dan lain sebagainya dan Beliau tidak mengangkat tangan serta tidak mengusap wajahnya sebagaimana yang aku kutip dari kitab Syarhu al-Misykah dan al-Hishnu al-Hashin serta kitab-kitab lainnya.”
Oleh karena itu para ulama fuqaha dari madzhab telah menetapkan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa.
Madzhab Hanafi
Kesunnahan mengusap tangan setelah berdoa ditegaskan oleh para ulama fuqaha bermadzhab Hanafi. Dalam konteks ini, al-Imam Hasan bin Ammar as-Syaranbalali berkata:
“ثُمَّ يَخْتِمُ بِقَوْلِهِ تَعَالىَ {سُبْحَانَ رَبِّكَ} اْلآَيَةَ؛ لِقَوْلِ عَلِيٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: “مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَكْتَالَ بِالْمِكْيَالِ اْلأَوْفَى مِنَ الْأَجْرِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَلْيَكُنْ آَخِرُ كَلاَمِهِ إِذَا قَامَ مِنْ مَجْلِسِهِ {سُبْحَانَ رَبِّكَ} الآية”، وَيَمْسَحُ يَدَيْهِ وَوَجْهَهُ فِيْ آَخِرِهِ؛ لِقَوْلِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {إِذَا دَعَوتَ اللهَ فَادْعُ بِبَاطِنِ كَفَّيْكَ وَلَا تَدْعُ بِظُهُورِهِمَا فَإِذَا فَرَغْتَ فَامْسَحْ بِهِمَا وَجْهَكَ} رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ كَمَا فِي الْبُرْهَانِ .
(حَاشِيَةُ الشَّرَنْبَلاَلِي عَلىَ دُرَرِ الْحُكَّامِ، 1/80)
“Kemudian orang yang berdoa menutup doanya dengan firman Allah “Subhana rabbika” dan seterusnya. Berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu ‘anhu, “Barangsiapa yang menghendaki menerima takaran pahala dengan takaran yang sempurna pada hari kiamat, maka hendaklah akhir ucapannya dalam majlisnya adalah “subhana rabbika” dan seterusnya. Dan ia mengusap tangan dan wajahnya di akhir doanya, berdasarkan perkataan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila kamu berdoa kepada Allah, maka berdoalah dengan perut telapak tanganmu, dan janganlah berdoa dengan punggungnya. Apabila kamu selesai berdoa, maka usaplah wajahmu dengan kedua tangannya.” HR. Ibnu Majah, sebagaimana dalam kitab al-Burhan.” (Hasyiyah as-Syaranbalali ‘ala Durar al-Hukkam, juz 1 hal. 80).
Madzhab Maliki
Para fuqaha yang mengikuti madzhab Maliki juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Al-Imam an-Nafrawi berkata:
وَيُسْتَحَبُّ أن يَمْسَحَ وَجْهَهُ بِيَدَيْهِ عَقِبَهُ -أي: الدُّعَاءِ- كَمَا كَانَ يَفْعَلُهُ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ
“Dan disunnahkan mengusap wajah dengan kedua tangannya setelah berdoa, sebagaimana apa yang telah dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.” (An-Nafrawi, al-Fawakih al-Dawani, juz 2, hal. 335).
Madzhab Syafi’i
Para fuqaha yang mengikuti madzhab Syafi’i juga menegaskan kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa. Dalam hal ini, al-Imam an-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:
وَمِنْ آَدَابِ الدُّعَاءِ كَوْنُهُ فِي الْأَوْقَاتِ وَالْأَمَاكِنِ وَالْأَحْوَالِ الشَّرِيْفَةِ وَاسْتِقْبَالُ الْقِبْلَةِ وَرَفْعُ يَدَيْهِ وَمَسْحُ وَجْهِهِ بَعْدَ فَرَاغِهِ وَخَفْضُ الصَّوْتِ بَيْنَ الْجَهْرِ وَالْمُخَافَتَةِ
“Di antara beberapa adab dalam berdoa adalah, adanya doa dalam waktu-waktu, tempat-tempat dan keadaan-keadaan yang mulia, menghadap kiblat, mengangkat kedua tangan, mengusap wajah setelah selesai berdoa, memelankan suara antara keras dan berbisik.” (al-Imam an-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4 hal. 487).
Hal ini menjadi bukti bahwa mengusap muka setelah shalat memang dianjurkan dalam Islam. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengusap muka setelah shalat. Di sisi lain, mengusap wajah setelah selesai berdoa, juga diriwayatkan dari kaum salaf, antara lain sahabat Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair. Juga dari al-Imam Hasan al-Bashri. Oleh karena itu, pandangan sebagian aliran baru yang membid’ahkan dan mengharamkan mengusap wajah setelah berdoa, adalah tidak benar. Kesunnahan mengusap wajah setelah berdoa memiliki dalil yang kuat dan diikuti oleh para ulama fuqaha dari madzhab yang. Wallahu a’lam
Penulis adalah santri Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang sekaligus mahasiswa Jurusan Sastra Arab di Universitas Negeri Malang.